...tersusun saling menjelaskan dan melengkapi, tanpa sebuah kata pun kalimat bahkan tanda baca terlewatkan, adalah mukjizat...

Termaknai Secara Mengalir dan Saling Melengkapi

Quran Surah ke-50, yakni; Qaaf yang terdiri dari 45 ayat, termasuk golongan Surah Makiyah, turun di Makkah sebelum nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam hijrah ke Madinah.

Surah Qaaf menjadi wahyu Ilahi yang turun ke bumi, tersampaikan kepada sang nabi melalui perantara malaikat Jibril.

Sebelum surah Qaaf adalah Surah Al-Musaalaat (Malaikat yang diutus) yang turun sebagai wahyu Ilahiah. Namun, Surah Al-Mursalat dalam susunan kitab Al Quran mushaf Utsmaniyah yang disusun pada masa Khalifah Utsman bin Affan, menjadi Surah ke-77.

Sebagaimana pembahasan terdahulu, maka susunan kitab Al-Quran memang tak urut sesuai turunnya wahyu-wahyu Ilahiah dalam konteks Quranul Karim, melainkan tersusun sesuai dengan makna-makna firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala baik yang tersurat pun tersirat, yang saling menjelaskan dan melengkapi.

Adapun dalam kitab Al-Quran, sebelum Surah Qaaf adalah Surah ke-49, yakni Al-Hujuraat (Kamar-kamar).

Sementara Surah Al-Mursalat melengkapi makna-makna Surah ke-76, yakni; Al-Insaan (Manusia), lalu makna-makna Surah Al-Mursalat dilengkapi oleh Surah ke-78, yakni Surah An-Naba' (Berita Besar), yang juga menjadi awal dari sekumpulan Surah-Surah Juz ke-30, Juz Amma.

Penyusunan Surah-Surah Al-Quran yang demikian, bukan tanpa alasan, melainkan karena telah menjadi wasiat dari nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam, kepada para sahabat beliau, perihal penyusunan Surah-Surah Quran, sehingga urutannya dikenal seperti sekarang ini, yang disusun pada masa Khalifah ketiga kekhalifahan Rasyidin, yakni; Utsman bin Affan, melalui tim penyusun mushaf Quran yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit, yang sejak belia telah menjadi sahabat sang nabi.

Dari Surah ke Surah tersusun saling menjelaskan dan melengkapi, tanpa sebuah kata pun kalimat bahkan tanda baca terlewatkan, adalah mukjizat bagi sang nabi, yakni Quran itu sendiri.

Sehingga kaum muslim yang mendalami Quran sebagai petunjuk hidup, bisa memaknainya secara mengalir, menyeluruh, saling menjelaskan antar Surah sebelum dan sesudahnya, tak terpotong-potong, mulai Surah pertama Al-Fatihah hingga Surah ke-114, yakni An-Naas.



...bagai tanah kering tersiram air hujan, yang lalu manusia itu hidup kembali.

Menjadi Acuan Peringatan di Tempat Umum

Adapun Surah Qaaf diawali dengan satu kata yang hanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang mengetahui artinya. Semacam kata ataupun kalimat yang terucap oleh Sang Maha Tinggi, seperti kata pun kalimat berikut; Alif Lam Miim, Alif Lam Raa, Alif Lam Miim Shaad, Shaad, Thaahaa, Haamiim, Yaasiin dan lain sebagainya.

Lalu, Surah Qaaf adalah Surah yang disenangi oleh nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam untuk dibaca pada rakaat pertama shalat Subuh dan shalat Iedul Fitri.

Juga, Sang Nabi sering membaca Surah ini ketika kotbah di mimbar masjid saat memimpin majelis sekaligus imam shalat Jum'at.

Dengan demikian, belajar dari riwayat nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam terkait seringnya Surah Qaaf dibacakan pada saat bertemu dengan banyak kaum muslim di tempat-tempat berkumpul baik masjid maupun lapangan luas saat hari raya, maka bisa termaknai bahwasanya karena Surah Qaaf berisikan tentang peringatan terhadap manusia tentang kejadian mereka, kebenaran adanya hari berbangkit setelah kematian, adanya hari pengadilan, berhisab bagi semua manusia, seadil-adilnya, gambaran tentang surga dan neraka, seperti apa perbuatan yang diganjar pahala dan seperti apa yang berkriteria dosa-dosa.

Secara rinci, dalam Surah Qaaf yang memiliki nama lain Al-Baasiqaat bermakna yang tinggi-tinggi, sebagaimana terdapat dalam ayat ke-10 Surah ini, maka tersurat pula ayat-ayat yang bisa termaknai oleh iman, seperti;

  • Setelah kiamat tiba tiap manusia bakal hadir di padang Mahsyar berdamping dengan dengan dua malaikat, yang masing-masing bertindak sebagai pengiring dan sebagai saksi, atas perbuatan individu manusia tersebut selama hidup di dunia fana.
  • Penggambaran kebangkitan tiap manusia dari alam kubur yang bagai tanah kering tersiram air hujan, yang lalu manusia itu hidup kembali.
  • Kehadiran Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang pada tiap manusia, yang jauh lebih dekat dari urat leher manusia itu sendiri.
  • Keberadaan dua sosok malaikat di samping kanan dan kiri setiap manusia, yang selalu mencatat amalan perbuatan manusia itu sendiri selama hidup di dunia fana.
  • Penciptaan langit dan bumi serta di antara keduanya oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala, selama enam masa.

Lalu adapula ayat-ayat yang termaknai sebagai aturan-aturan, seperti;

  • Anjuran mengucap Tasbih dan Tahmid, yakni; "Subhanallah, Wa Alhamdulillah" pada waktu pagi dan petang serta setelah shalat.
  • Perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala kepada rasulNya guna memberi peringatan bagi orang-orang beriman, menggunakan ayat-ayat Quran.
  • Anjuran memerhatikan kejadian langit dan bumi bagi kaum muslim.

Dalam Surah Qaaf juga terdapat beberapa ayat yang bisa termaknai sebagai jawaban mengapa ketika menyampaikan wahyu, Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam firmanNya bisa menyebut keberadaanNya sebagai 'Aku' (Anna) yang adalah kata tunggal dan bisa juga sebagai 'Kami' (Nahnu) yang adalah kata jamak.



...'Aku', suatu kata tunggal, yang termaknai sebagai Maha KuasaNya yang absolut, tiada banding, tiada melibatkan sistemNya...

Aku, Kami dan Dia untuk Satu Dzat Yang Maha Tinggi

Dalam ayat ke-16 hingga ke-19 Surah Qaaf, bisa termaknai bahwa ketika kata 'Kami' disebut, berarti Allah Subhanahu Wa Ta'ala ketika berada dekat dengan tiap manusia bahkan lebih dekat dari urat leher manusia itu sendiri, maka Dia melibatkan sistemNya, yakni (yang dalam keempat ayat tersebut) adalah; kehadiran para malaikat yang mendampingi manusia.

Selanjutnya, pemaknaan akan kata 'Kami' yang tersirat sebagai kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan melibatkan sistemNya, sehingga terwujud sebagai kata jamak, terjelaskan pula pada Surah setelah Surah Qaaf, yakni Surah ke-51, Adz-Dzariyaat (Angin yang Menerbangkan).

Dalam Surah Adz-Dzariyaat lebih merinci ayat-ayat Surah pendahulunya, Qaaf, tentang bagaimana berkesudahannya orang-orang yang mengingkari peringatan para nabi.

Seperti;

  • Bagaimana musnahnya orang-orang Sodom yang mengingkari nabi Luth Alaihis Salam, mereka diterjang batu-batu dari langit sesuai dengan nama mereka dalam batu-batu itu.
  • Bagaimana Firaun dan kaumnya tenggelam, pada masa nabi Musa Alaihis Salam.
  • Bagaimana binasanya kaum 'Ad pada masa nabi Hud Alaihis Salam, setelah kaum tersebut tak peduli dengan peringatan sang nabi, lalu mereka tersapu badai angin hingga hancur luluh menjadi serbuk.
  • Bagaimana binasanya kaum Tsamud, pada masa nabi Saleh Alaihis Salam, yang karena tak mematuhi peringatan sang nabi, mereka pun tersambar oleh petir secara massal, lumat tak tersisa.
  • Juga bagaimana sebagian kaum Nabi Nuh Alaihis Salam yang tak beriman, mereka tersapu dan tenggelam oleh banjir bandang yang menerjang seisi bumi.

Semua kebinasaan orang-orang tak beriman dan mengingkari peringatan para Nabi itu, disampaikan dalam ayat-ayat Quran dalam Surah Adz-Dzariyaat ini, dalam cakupan kata 'Kami'.

Termasuk, ketika nabi Ibrahim Alaihis Salam menerima kehadiran malaikat sebagai tamu, yang hendak menyampaikan kabar gembira kepada sang nabi dan istri tentang bakal hadirnya seorang putra, yang kelak adalah nabi Ishak Alaihis Salam, juga dalam cakupan kehendakNya yang menjadi wahyu Ilahiah sebagai firmanNya dalam ungkapan kata; 'Kami'.

Dengan demikian, memaknai ayat-ayat yang tersirat dalam Surah Adz-Dzariyaat, maka kata 'Kami' adalah sebagai firmanNya yang mengungkap perlibatan sistem Ilahiah, baik kehadiran malaikat maupun fenomena alam, baik langit, bumi maupun di antaranya, sebagai perwujudan kehendakNya bagi manusia maupun seisi alam semesta.

Lalu, pada ayat ke-56 Surah Adz-Dzariyaat, maka Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman sebagai 'Aku', suatu kata tunggal, yang termaknai sebagai Maha KuasaNya yang absolut, tiada banding, tiada melibatkan sistemNya baik para malaikat maupun fenomena alam semesta ciptaanNya.

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku."

Demikian firmanNya pada ayat ke-56 Surah Adz-Dzariyaat ini yang menyuratkan kehendakNya sebagai Sang Maha Pencipta, sebagai 'Aku'.

Disambung dengan firmanNya dalam ayat ke-57;

"Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan."

Lagi-lagi, Dia berfirman tentang keEsaanNya, yang tak membutuhkan sama sekali bantuan para ciptaanNya, namun sebaliknya sebagaimana tersurat dalam ayat ke-58;

"Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki, Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh."

Kali ini, dalam ayat tersebut, maka Allah Subhanahu Wa Ta'ala disebut sebagai 'Dia' (Huwa). Suatu kata ungkapan bagiNya yang bisa termaknai sebagai ucapan dari sang penyampai wahyu Ilahiah, yakni malaikat Jibril.

Dahsyat! Memaknai Kalam-Kalam Ilahiah yang tak sekedar mendengar, membaca, mengaji, namun juga mengkaji, bakal mampu membuat hati dan pikiran orang muslim yang melakukannya, bergetar hebat, lalu menembus ke alam semesta yang diluar nalar, namun termaknai dalam bingkai keimanan.

Menjadi harapan bagi setiap muslim agar tak hanya mereka saja yang bisa meluangkan waktu memaknai seisi Quran. Namun juga, bagi keluarga mereka serta para sahabat pun kerabat muslim semuanya, atas kehendakNya tentunya.

Agar, hati pikiran jiwa serta raga mempunyai tujuan dalam meniti kehidupan sementara di dunia fana, demi kebahagiaan kekal, kelak di alam akhirat.

Lalu, firman-firmanNya yang terkumpul sebagai Kalam-Kalam Ilahiah dalam kitab suci Al-Quran, adalah sebagai penerangnya. Sebagai cahaya, Nur.

Semoga kita bersama menjadi insan-insan mulia. Aamiin yaa Rabb.