Ada banyak bentuk, cara, model, dan jalan setiap orang dalam menjalankan ibadah puasa. Aku melihatnya dari berbagai status di media sosial teman-temanku. Semacam resolusi setiap tahun baru. Namun, ini menyambut hari yang baru, berpuasa di tahun 2019.

Status itu ada pada mereka yang aktif memasang status, semacam penanda keeksisan mereka. Entah, apakah mereka serius atau cuma bercanda, untuk seru-seruan. Mulai dari teman mahasiswaku, teman sesama pendidikku, teman diskusiku, sampai pada teman nongkrongku.

Kalau mereka akan menahan diri dengan berpuasa, maka statusnya dan istilahnya seperti ini: mereka akan menahan diri dari lapar (puasa berlapar-lapar), menahan diri bermain di media sosial itu sendiri (puasa medsos), menahan diri dengan tidak bicara buruk (puasa bicara buruk), menahan diri dengan membaca buku (puasa membaca buku), menahan diri dengan berdiskusi dengan teman hal yang bermanfaat (puasa diskusi);

Menahan diri dengan mengikuti sekolah ilmu sebelum buka (puasa sekolah), menahan diri dengan mengaji one day one juz (puasa ODOJ), menahan diri dengan membuka usaha jualan kue untuk buka puasa (puasa bisnis), menahan diri dengan tidak bertemu kekasihnya (puasa kangen), sampai pada menahan diri dengan tidak menggunakan plastik (puasa plastik).

Puasa plastik? Apa pula itu? Aku melihat video tentang puasa plastik itu di status WhatsApp (WA) temanku. Muja yang membagikannya. Dalam pengantarnya, Muja menulis, menjadi Muslim tidak akan lengkap tanpa peduli lingkungan.

Dalam video itu, menggambarkan Gede Robi seorang pria yang berambut gondrong menyapa orang-orang kalau dia akan melakukan puasa plastik dengan berkata kurang lebih seperti ini:

"Halo, saya Gede Robi. Selama ini saya banyak bicara tentang isu lingkungan dan isu plastik sekali pakai di Bali. Dan kita akan memasuki bulan puasa. Jadi, sementara kawan-kawan muslim saya melakukan ibadah puasa. Saya juga akan melakukan puasa, tapi puasa plastik. Apalagi nanti, pas lebaran itu bertepatan dengan hari lingkungan hidup sedunia. 

Jadi, selama sebulan ini, bulan puasa, saya akan mencoba sebisa mungkin untuk hidup tanpa menggunakan plastik sekali pakai. Dan saya juga akan berbagi tips-tips alternatif pengganti plastik dan saya juga akan mencoba tantangan-tantangan baru. Di sini, saya akan mengajak teman-teman semua selama sebulan untuk mengikuti saya selama sebulan (untuk) puasa plastik. Selamat menjalankan ibadah puasa."

Inspiratif sekali. Puasa ala teman sesama Indonesia, Gede Robi, yang bukan muslim, tapi ikut menemani kami yang muslim berpuasa dengan caranya. Dan aku melihatnya sebagai puasa alternatif yang ikut memberikan kontribusi yang besar bagi keberlangsungan hidup manusia itu sendiri dan lingkungan sekitar karena dia akan menahan diri dari menggunakan plastik.

Aku pun mengomentari status itu. Dengan berkata: Keren sekali videonya. Tapi, bisakah kita juga berpuasa plastik untuk konteks hari ini? Syusyah (Ini saking susahnya menurutku, aku sampai menulis Syusyah).

Muja membalas katanya, bisa dong kak. Kadang, memang susah memulai. Tapi, mari kita berkampanye dengan cara sederhana.

Aku berkata lagi ke Muja, kalau bisa dilakukan itu pasti bagus sekali. Takutnya, selama ini kita cuma di wilayah sebatas membagikan kiriman tentang isu lingkungan, namun tidak benar-benar melaksanakan. Jadi hanya koar-koar di tempat saja, tanpa aksi yang nyata.

Jawab Muja, minimal kita niatkan. Dimulai dengan hal-hal sederhana dan dari diri sendiri. Misalnya, membawa sendiri botol air ke mana-mana. Terus, membawa sendiri wadah pengganti plastik ketika kita berbelanja seperti kantong dari kain. 

Jangan lupa, ke mana-mana juga bawa sedotan sendiri. Jadi, kita mengurangi konsumsi plastik. Termasuk juga penggunaan (maaf) pembalut wanita dan tisu sekali pakai. Diganti dengan yang bisa dicuci dan digunakan lagi.

Benar si Muja. Aku sekarang tidak lagi membawa air dalam botolku sendiri ke mana-mana. Biasanya, aku langsung beli air dalam botol kemasan. Alasannya, tidak membuat ribet dan bisa langsung membuangnya ketika sudah tidak dipakai.

Kalau soal pembalut yang dipakai ulang, aku juga sudah memakainya walau harganya mahal. Namun, karena alasan tidak praktisnya lagi dibawa dan dicuci ketika aku bepergian ke mana-mana.

Belum tahu saja si Muja kalau aku ke mana-mana bawa kantong plastik selain karena malas mempunyai banyak plastik dari warung atau toko ketika membeli sesuatu. Dengan plastik juga, aku juga punya kesempatan emas membungkus-bungkus jika ada sisa makanan yang bisa dibawa pulang ke rumah.

Baca Juga: Monster Plastik

Oh iya, aku juga suka beli kantong plastik alternatif, seperti tas kain yang biasanya dijual khusus di samping kasir. Alasan belinya sih bukan hanya karena mengurangi penggunaan plastik, tapi lebih kepada gambar di tas kain itu lucu-lucu, seru, simpel, dan murah-meriah sekitar lima belas ribuan. 

Biasanya juga ikut mengampenyekan "Say no (to) plastic" itu sendiri sampai pada kain itu. Biasanya tas kain itu juga bertuliskan ikon sebuah kota. Misalnya, I Love Makassar atau Jogja Berhati Nyaman.

Reduce, Reuse, Recycle

Isu lingkungan memang sangat penting dibahas hari ini, mengingat keberlangsungan hidup kita sebagai umat manusia ke depannya. Bagaimana kita berpuasa dengan tenang kalau ada berita tentang banjir di suatu tempat? Bagaimana kita bisa bangun sahur atau berbuka puasa ketika ada saudara kita mengalami longsor? Dan sebagainya.

Mungkin petunjuk pengelolaan sampah di bawah ini memang harus dipraktikkan. Perilaku 3R: Reduce, Reuse, dan Recycle sudah sangat akrab sekali dengan kita dan selalu didengang-dengungkan. Namun, apalah kalau hanya sebatas slogan tanpa benar-benar dilaksanakan.

Reduce yang berarti mengurangi sampah, Reuse yang artinya menggunakan kembali, dan Recycle dengan tujuan daur ulang.

Contohnya, Reduce, mengurangi penggunaan tisu dengan mengganti menggunakan kain atau sapu tangan. Reuse, misalnya lebih memilih memasukkan barang ke tas kain tadi dibanding memakai kantong plastik. Dan Recycle, yaitu mendaur ulang kertas hingga menjadi kertas daur ulang atau karton.

Semoga puasa kita bermakna lebih ketika kita bisa sedikit berpikir dan peduli tentang lingkungan bagi kehidupan kita sendiri. Apalagi di bulan puasa yang penuh berkah ini yang juga menjadi reminder buat diriku sendiri.

Jadi ingat dengan kalimat mutiara ini, mulailah dari diri sendiri, mulailah dari hal kecil, mulailah dengan sederhana. Walau tidak langsung menggunakan tagar puasa plastik yang perlu disikapi dengan pelan tapi pasti. Mungkin besok-besok kita butuh pesantren kilat alternatif yang lebih bermuatan lingkungan.

Terakhir, aku akan mengutip status Muja (lagi) di WA:

"Jangan menyalahkan tradisi yang sejatinya adalah simbol lekatnya manusia dengan alam ketika bencana melanda. Mari bertanya bagian mana yang masih kosong melompong pada cara kita beragama. Isu pelestarian lingkungan, misalnya!

Silakan menafsirkannya. Selamat berpuasa. Mohon maaf lahir dan batin. Semua punya ladang pahalanya masing-masing.

Mandar, 040519