Memasuki bulan Ramadhan, banyak postingan, share, dan info yang disebar di semua media terutama media sosial Whatsapp, Instagram, Facebook dan lain-lain, terkait keutamaan bulan Ramadhan dan keutamaan berpuasa itu sendiri. 

Hal yang menarik ialah membahas puasa meski akan ditarik ke yang lebih umum dan general dimana puasa menjadi salah satu ibadah paling efektif untuk merasakan kedekatan seorang hamba dengan Allah Swt.

Pada hakikatnya puasa merupakan perintah Allah, bahkan ia salah satu rukun islam yang paling penting bersama shalat, zakat dan haji. Kewajiban ini mendapat kedudukan yang amat istimewa di sisi Allah Swt. sehingga di salah satu hadis qudsi Ia berfirman; Rasulullah bersabda : 

semua amal anak adam dilipatgandakan kebaikannya dari sepuluh hingga tujuh ratus kali, Allah berfirman : kecuali puasa, itu adalah untuk-Ku dan Akulah yang langsung memberikan pahala padanya” (HR Muslim).

Hemat penulis dari maksud firman Allah Swt. di atas ialah ia adalah satu-satunya ibadah yang tidak bisa dipamerkan. Hal ini membedakan ia dengan ibadah lain seperti sholat, zakat, dan haji yang potensi dipamerkan oleh pelakunya lebih besar alias lebih mudah menjadi alat pamer kepada orang banyak.

Banyak orang bersembahyang dengan pamer sebab ketika dilakukan syarat dan rukun sholat ini mudah dinilai orang tentang perkara betul dan salahnya, dari mulai wudhu yang diperlihatkan dan didemonstrasikan; bagaimana cara membasuh muka, mengusap kepala, membasuh tangan dan kaki hingga membaca doa setelah wudhu.

Lalu begitu pula tatacara sholat mulai dari permulaan  takbiratul ihram hingga salam pun ini terlihat, sehingga semua aktifitas ini bisa dilihat dan dinilai apakah tatacaranya benar atau salah.

Zakat pun sering dijadikan pamer dan propaganda-propaganda pribadi oleh para pembesar dan tokoh dengan menghadirkan wartawan yang menempatkan berita dan foto penyerahan zakat secara simbolik itu di halaman utama surat kabar atau media lain. 

Terutama menjelang pemilu atau pilkada, mereka berusaha meyakinkan masyarakat betapa diri mereka termasuk yang taat beragama, infak dan shadaqah yang sangat mudah menggoda manusia yang belum mantap iman, digunakan alat pamer karena aktifitas ini mudah difoto dan mudah menyentuh hati para kaum dhuafa dan faqir miskin.  Dalam waktu singkat para pemberi ini memperoleh popularitas dan dikenal sebagai dermawan.

Apalagi haji, ini ibadah yang paling mudah dijadikan alat pamer, kampanye dan mudah terkena penyakit hati yaitu riya. Para pemimpin yang merasa kurang percaya diri dan karena hal itu popularitasnya menurun, sering mempergunakan ibadah haji untuk meningkatkan kepercayaan rakyat. 

Permulaan keberangkatan hingga kepulangan semua bisa didokumentasikan, hingga ditambahlah di depan namanya dengan panggilan haji atau disingkat H., orang pun mulai memanggil beliau dengan pa haji fulan atau bu haji fulanah.

Sukar memamerkan puasa

Adapun puasa, ia terlalu sulit. Kalaupun bisa ia hanya diperlihatkan dengan adegan seperti banyak meludah, merasa lemas dan wajah agak pucat setelah melewati pertengahan hari, atau menjawab pertanyaan orang lain karena menolak ajakan makan siang “oh maaf, saya sedang berpuasa”.

Memang, pada dasarnya setiap yang berpuasa itu sangat mudah untuk membatalkan puasanya itu jika ia kurang ikhlas dalam pelaksanakannya, karena cukup banyak kesempatan untuk membatalkannya ketika ia sendirian di tempat tersembunyi. 

Namun jika pada saat itu ia berhasil melewati godaan ini, maka ia akan sangat mudah merasakan kehadiran Allah bersamanya, betapa dekatnya Allah dengan dirinya. Di saat itulah ia merasa dirinya senantiasa dilihat, diperhatikan dan diawasi oleh Allah baik amal-amalnya, perangainya di situasi dan kondisi apapun.

Itulah yang dalam agama islam dikenal dengan istilah ihsan, yakni beribadahlah engkau seakan-akan kamu melihat Allah, jika kamu tak mampu maka yakinlah bahwa Allah sentiasa melihatmu. Ihsan ini lebih mudah dipraktekan dengan cara berpuasa, hanya pelaku puasalah yang benar-benar tahu apakah puasanya sah atau tidak. 

Orang lain tidak mungkin mengetahui dengan pasti apakah seseorang itu puasa atau tidak, waktu yag panjang antara mulai puasa di waktu imsak hingga waktu berbuka pada azan maghrib itu membuat tidak mudah seseorang sentiasa berada di sampig pelaku puasa secara konsisten.  

Oleh karena itulah puasa akan membuat seseorang merasakan kedekatan dirinya dengan Allah bahkan lebih dekat dibandingkan urat leher sendiri. Seorang hamba yang bertaqwa ialah orang yang mampu secara konsisten merasa sadar bahwa dirinya sentiasa diamati dan diperhatikan oleh Allah Swt. 

Ia selalu hati-hati dan mawas diri dari membuat kesalahan yang disengaja, rasa ini pun membuat ia lebih tenang dan tentram menjalani hidupnya sendiri karena baginya hidup ini adalah tidak lebih dari sekedar memenuhi tugas pengabdian kepada Allah semata dan mengharapkan keridhaan-Nya.

Tugas mengabdi kepada Allah itulah yang ia rasakan sebagai tugas tunggal yang senantiasa ia yakini akan mendapat ganjaran dan pahala terbaik serta tertinggi dari Allah Swt. Oleh karenanya, ia tak akan mudah terpengaruh atau terikat dengan penilaian orang lain, ia akan selalu berusaha meningkatkan kualitas diri maupun kualitas usahanya demi memenuhi kehendak Allah semata dan mengikuti anjuran Rasulullah Saw.

Pujian dan celaan orang lain tak pernah menjadi pertimbangan utamanya karena ia memiliki kepribadian yang stabil, mantap dan tidak mudah goyah oleh terpaan angin badai dan hempasan ombak yang biasanya berbentuk pujian dan penghargaan yang membuat merasa puas dengan diri sendiri dan tidak meningkatkan kualitas taqwa, atau berupa celaan, ejekan dan makian yang membuat frustasi dan kecewa akan diri sendiri, dari orang sekitar atau khalayak masyarakat banyak.

Ibdurahman atau “hamba Yang Pengasih” itulah istilah yang Allah gambarkan dalam al-Quran dan sematkan kepada orang yang mampu mecapai tingkatan atau maqam ini, Ia berfirman : 

Ibadurrahman, ialah yang berjalan di muka bumi dengan penuh dignity (bermartabat), bila dicemooh orang-orang jahil, ia hanya akan menjawab dengan salam. Ia mengisi waktu malamnya dengan bersujud kepada-Nya dalam menegakkan (sholat malam)” (QS. Al-Furqan ; 63-64)

Ciri-ciri Ibadurrahman

Seorang hamba yang beruntung karena telah mencapai maqam Ibadurrahman pasti telah mempunyai pribadi yang mantap sehingga ia mampu berjalan di muka bumi dengan kepala tegak bukan karena sombong dan angkuh tapi karena penuh percaya diri, ia sadar akan kehadirannya di muka bumi sebagai khalifah yang membawa misi penting dari sang pencipta yaitu pembawa rahmah dan penebar rasa damai serta aman bagai setiap manusia di muka bumi. 

Ia tidak akan merasa sombong karena sadar bahwa yang berhak untuk itu hanyalah Allah yang maha besar, namun ia tidak pula merasa kecil atau rendah diri terhadap siapapun kecuali kepada Allah Swt.

Tugasnya sebagai pembawa rahmah itu dirasakan demikian pentingnya, sehingga ia tak akan mau berurusan dengan hal kecil yang remeh temeh berupa formalitas semu yang diciptakan manusia. Karena itu, ocehan dan cemoohan orang lain pada dirinya tidak sempat ia layani kecuali dengan “salam” bagi setiap orang, baik yang benci ataupun yang suka pada dirinya. 

Bukankah hinaan dan pujian manusia itu sangat relatif sifat dan nilainya, padahal Allah berjanji akan memuliakan dan mengangkat derajat siapapun yang berjuang meninggikan asma-Nya, mengahayati serta menegakkan agama-Nya.

Menemukan pribadi yang seperti ini memang tidak mudah, pula sangat sulit untuk dicapai oleh diri sendiri. Ia menghendaki pengorbanan yang ikhlas dan tekun melatih diri dalam beribadah yang ihsan

Allah pun telah berjanjiakan memenuhi permohonan hamba-hambaNya yang merasa dekat dengan dia, Ia berfirman dalam al-Quran ; 

apabila bertanya kepadamu para hamba-Ku tentang diri-Ku, maka sesungguhnya aku sangat dekat, kukabulkan permohonan mereka bila mereka meminta kepadaku, maka hendaklah mereka melaksankan perintahKu dan berimanlah hanya kepada-Ku, agar mereka termasuk orang-orang yang bjiaksana” (QS al-Baqarah : 186)

Sengaja Ia gunakan kata “Aku” dalam ayat ini agar lebih memesrakan hubungan-Nya dengan para hamba-Nya, dan terletak di tengah-tengah ayat yang membicarakan tentang puasa, maka dapat disimpulkan bahwa potensi pencapaian ke maqam Ibadurrahman memang paling terbuka kesempatannya itu ketika sedang berpuasa dan bagi orang yang berpuasa. Wallahu a’lamu bis-shawab.