Ada yang terjerat kasus prostitusi online lagi?
Kabarnya wanita yang ditangkap ini adalah seorang public figure jebolan pemilihan putri pariwisata beberapa tahun yang lalu berinisial PA. Lelaki yang 'menyewanya' dan seorang mucikari yang menghubungkan mereka juga sudah sama-sama ditangkap. Mereka ditangkap di wilayah Kota Batu, Malang.
Hmm, prostitusi online lagi. Jawa Timur lagi. Ada apa sebenarnya?
Ya tidak ada apa-apa juga. Ini kan sebenarnya sudah menjadi rahasia umum. Semua orang sudah tahu. Siapa pun di antara kita yang sehari-hari berkutat dengan data internet dan media sosial pasti mafhum dengan adanya jaringan bisnis—bila bisa disebut begini—prostitusi online ini. Hanya pelakunya saja yang belum kita ketahui siapa-siapanya.
Di beberapa media sosial, banyak perempuan yang secara terang-terangan menjajakan diri. Dengan memasang foto seksi, diiringi dengan kalimat-kalimat menggoda, tentu saja banyak pria yang tergoda untuk mencoba. Entah hanya untuk melayani phone-sex, video call-sex, atau juga seks sungguhan.
Setahu saya, yang biasa melakukan promosi semacam ini jarang yang memakai jasa mucikari. Karena mungkin tidak sanggup juga membayar jasa mucikari yang konon katanya cukup tinggi, sedangkan tarif mereka masih termasuk tarif yang tidak tinggi-tinggi sekali. Jadi mereka ini bergerak sendiri. Berdikari gitulah ya.
Namun tentu saja yang memakai jasa mucikari pun banyak. Biasanya mereka ini yang sudah termasuk golongan kelas tinggi. Punya nama, terkenal, jam terbang tinggi, sudah barang tentu mereka tidak mau pusing-pusing cari pelanggan.
Pelanggan yang akan datang sendiri. Mucikari yang mengatur segalanya, mulai dari kecocokan tarif sampai dengan perjanjian tempat dan waktu kencan. Pelanggannya pun tidak sembarangan ya, karena tarif mereka pasti tinggi.
Membicarakan tentang prostitusi online pasti masih hangat di ingatan kita kasusnya Mbak Vanessa di Surabaya beberapa bulan yang lalu.
Kasus Vanessa Angel kemarin memang tidak bisa dijadikan pembelajaran. Iyalah, kalau pun tertangkap, yang dihukum cuma pihak perempuannya dan mucikarinya saja. Pelanggan atau yang menyewanya lepas bebas begitu saja, bahkan namanya pun jarang disebut. Padahal ini semua kan atas perjanjian tiga pihak. Seharusnya kalau dihukum satu ya dihukum semua dong.
Ketidakadilan ini juga yang membuat beberapa pihak masih berani menjalankan aksi prostitusi online. Para pelanggan itu pasti berpikir, toh mereka tidak akan dituntut dan dihukum. Mereka ada di pihak pembeli, bukan yang menjajakan.
Lalu pihak perempuan dan mucikarinya apa tidak takut? Rasa takut pasti ada. Tapi kalau sudah berhubungan dengan uang dan kebutuhan pribadi, mungkin ya rasa takut itu bisa dikesampingkan atau malah tertutupi oleh angka yang tertera di saldo ATM.
Padahal kalau sampai tertangkap juga hukumannya lumayan. Vanessa Angel sudah bisa bebas setelah menjalani hukuman penjara beberapa bulan. Mucikarinya? Tidak.
Mereka yang menanggung beban hukum sedikit lebih lama dari para pelaku prostitusinya sendiri. Seperti kita tahu, tiga orang mucikari Vanessa Angel dihukum 5 bulan kurungan dan denda sebesar 5 juta rupiah subsider 1 bulan.
Hanya segitu? Iya. Hanya segitu.
Dibandingkan pendapatan mereka saat bekerja sebagai mucikari, uang 5 juta rupiah tentunya nominal yang cukup ringan untuk dibayarkan. Kita tahu saat Vanessa Angel ditangkap itu konon transaksinya sebesar 80 juta rupiah. Bila kita berandai-andai mucikarinya dapat 20-30 % saja, sudah kelihatan kan berapa nominalnya?
Saya bilang kasus Vanessa Angel tidak bisa dijadikan pembelajaran bagi pelaku tindak prostitusi online, ya karena sepertinya kurang bisa menimbulkan efek jera. Siapa yang bisa menjamin setelah mereka bebas dari kurungan penjara maka mereka tidak akan kembali lagi bekerja di dunia prostitusi online?
Kebutuhan ekonomi mengalahkan segalanya. Buktinya masih tertangkap lagi kan selebriti yang terlibat dalam masalah seperti ini? Itu yang terlihat mata saja. Yang dalam skala kecil seperti cewek-cewek yang bisa di-booking via media sosial itu? Terlewatkan.
Masih banyak dan sering sekali mereka beredar di lini masa.
Sempat ada yang bilang bahwa hal ini palsu, hanya untuk meramaikan jagad dunia maya saja. Saya rasa tidak. Prostitusi online is real. It's exist. Entah skalanya kecil atau besar, entah nominal tarifnya ratusan ribu atau puluhan juta rupiah, entah cewek jadi-jadian atau artis kondang, hal ini ada.
Dan silakan mau percaya atau tidak, prostitusi online ini akan makin meluas jaringannya. Karena dasarnya adalah kebutuhan pribadi. Para pelanggannya butuh kepuasan, penjaja seks dan mucikarinya butuh uang. Simbiosis mutualisme.
Yang bisa meruntuhkannya perlahan-lahan adalah bila hukum di negara kita sudah bisa menimbulkan efek jera yang cukup dalam bagi para pelakunya. Kapan? Kapan-kapan.