Dalam Sudut pandang psikologi prokrastinasi dimaknai sebagai tindakan atau perilaku menunda-nunda. Banyak tugas-tugas yang mesti dilakukan dan segara harus diselesaikan tapi malah tergantikan oleh tugas-tugas rendah yang tidak memiliki prioritas untuk dilakukan. Para psikolog menyebut perilaku semacam ini sebagai sebuah kecemasan untuk memulai dan mengakhiri atau menyelesaikan segala tugas-tugas.

Tentu perilaku menunda-nunda ini lahir dari mindset atau cara berpikir seseorang yang belum terang tentang kebermaknaan tujuan hidup. Sehingga timbullah kecemasan dan keraguan pada diri seseorang harus memulai sesuatu dari mana dan dengan cara apa, tak dapat memutuskan sesuatu.

Pada fase kecemasan ini seseorang akan sering merasa khawatir jika ia tak mampu melakukan berbagai tugas-tugasnya. Ia pun terus menciptakan takdirnya sendiri dengan menjauhkan diri dari berbagai masalah yang dibayangkannya, padahal masalah-masalah itu belum terjadi. Pada akhirnya ia akan terus lari dari kenyataan dan takut menghadapi segala risiko masalah. Ia pun lebih banyak memilih untuk terus berada pada zona nyaman.

Zona nyaman memang adalah zona yang diimpikan oleh semua orang. Dapat hidup tenang, bahagia, dan segala akses kehidupan dapat dinikmati dengan sebaik mungkin. Tak peduli apa yang akan terjadi selanjutnya, terpenting dapat menikmati secangkir minuman hangat pada saat sekarang, bersenda gurau bersama orang-orang terkasih dengan penuh cinta. 

Zona nyaman ini hanya berlaku bagi orang-orang yang telah mampu menyelesaikan segala tugas-tugas yang berat, telah mampu mendobrak segala masalah dan telah mampu melawan kecemasan-kecemasan dalam memutuskan tugas-tugas hidup.

Tapi apa jadinya jika zona nyaman ini hanya berisikan orang-orang yang sedang memikul beban berat di pundaknya, wajah nampak lesu dan berusaha menutupinya dengan tawa bersama kerabatnya. Terlihat jelas katup matanya tak sebahagia tawanya penanda penuh resah dalam jiwanya.

Di satu sisi memang baik ketika seseorang mencoba mengembalikan mood bosternya karena masalah yang tengah dihadapi dengan menghibur dirinya. Namun di sisi lain ketika seseorang terus berada pada zona nyaman dalam waktu yang berkepanjangan sedangkan ia masih memiliki masalah yang harus dihadapi. 

Maka dipastikan itu akan menghambat segala tugas-tugas yang harusnya segera diselesaikan. Tanpa disadari perilaku semacam ini justru akan menghambat kesuksesan hidupnya.

Ada banyak orang yang berleha-leha hingga lupa waktu, bermain smartphone berjam-jam dan melakukan berbagai aktivitas yang menyenangkan bagi dirinya. Berada pada zona nyaman belum tentu aman. Justru kenyamanan yang melalaikan akan membuat hidup menjadi tidak aman, penuh gelisah bahkan meresahkan. 

Seseorang jarang menyadari bahwa perilaku menunda-nunda tidak akan hanya mendzolimi dirinya tapi juga mendzolimi orang-orang terkasih di sekitarnya.

Orangtua dari seorang anak misalnya, berharap anaknya dapat menyelesaikan tugas-tugas kuliah secepat mungkin, namun perilaku menunda-nunda dari sang anak membuat ia tak dapat memenuhi keinginan orangtuanya, orangtuanya berharap cemas.

Ada orang yang menunda waktu beribadah hingga kematian menjemput. Ada yang terus menunda melakukan kebaikan yang diniatkannya, ada yang menunda memenuhi kewajibannya terhadap orang lain seperti membayar hutang, dan segala hal yang berkenaan dengan perilaku menunda-nunda adalah salah satu dari sekian faktor penghambat kesuksesan, akhirnya hanya dipenuhi penyesalan.

Periculum In Mora, istilah ini mungkin tidak asing di telinga para farmakog atau apoteker. Hal ini bermakna 'Bahaya Jika ditunda'. Tapi penulis meminjam istilah tersebut untuk menganalogikan tentang habits seseorang dalam menunda-nunda. Bahwa sesuatu yang ditunda-tunda akan lebih banyak mendatangkan bahaya. Kecuali pada persoalan tertentu.

Ketika seorang pasien sedang sakit parah dan harus segera ditangani oleh ahli medis, maka menjadi bahaya jika penanganan tersebut ditunda. Jika seseorang telah memesan tiket pesawat lalu ia menunda pergi pada jadwal keberangkatan, maka dipastikan ia tertinggal. 

Demikian pula jika seorang laki-laki yang telah lama membujang akan membahayakan psikisnya jika terus menunda untuk menikah. Hal yang sama juga akan terjadi hampir di setiap diri kita dan tanpa disadari itu akan menghambat segala tujuan baik dalam hidup kita.

Penegasan dalam istilah "Periculum In Mora" adalah bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh seseorang pada kebiasaan menunda-nunda dengan lebih banyak melakukan aktivitas yang tidak produktif. 

Sehingga produktivitas diri yang harusnya dapat terus diasah malah terbengkalai, atau potensi-potensi baik pada diri seseorang yang mestinya dapat dikembangkan untuk mencapai tujuan baik dalam hidupnya justru terhambat hanya karena seseorang tidak bergerak dari zona nyaman yang tidak produktif.

Kurangnya pemahaman seseorang akan skala prioritas membuat seseorang tak dapat memenej dirinya. Ia sulit membedakan antara tugas-tugas yang lebih utama untuk diselesaikan dengan tugas-tugas yang dapat ditunda. Sehingga ia akan terus berada pada lingkaran berpikir yang monoton. Tak dapat lebih maju dalam memutuskan persoalan hidupnya.

Pada akhirnya hipotesis Prokrastinasi Menghambat Kesuksesan akan benar-benar terwujud sebagai dampak dari kebiasaan buruk seseorang dalam menunda-nunda untuk bergerak menyelesaikan segala tugas-tugas dalam hidupnya. 

Karenanya kebiasaan menunda-nunda ini tidaklah sehat untuk dikonsumsi oleh seseorang yang memiliki akal sehat dan memiliki potensi baik dalam dirinya serta akan menjadi penyakit yang membahayakan jika terus didiamkan.

Dengan berbagai persoalan tersebut, mestinya kita merenungi bahwa kita harus lebih banyak menginvestasikan waktu dan energi kita untuk kebaikan. Karena kebaikan yang kita tanam inilah yang juga akan kita tuai pada waktunya. Tidak akan ada pula rupa penyesalan bagi setiap orang yang menginvestasikan waktunya untuk kebaikan dirinya terlebih untuk kebaikan umat manusia, bangsa dan Agama.