Peranan aktif perempuan dan kesetaraan gender di Indonesia memiliki banyak peranan penting dalam penumbuhan dan pengembangan kembali produktivitas ekonomi pasca pandemi di Indonesia. Saat ini, perekonomian Indonesia sedang memberikan banyak kesempatan luar biasa kepada perempuan.
Namun, jika dibandingkan dengan beberapa negara yang tingkat penghasilannya serupa, ada kemungkinan perempuan Indonesia memiliki berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi yang masih sedikit lebih kecil.
Perempuan yang termasuk ke dalam rentang usia kerja yang memang aktif di lapangan pekerjaan hanya mencapai sekitar 54 persen dibandingkan dengan laki-laki yang telah mencapai sekitar 82 persen, dan angka ini dinilai relative stagnan selama 20 tahun terakhir. Oleh karena itu, adanya Presidensi G20 Indonesia Empower 2022 berupaya untuk mendorong berbagai usaha penguatan peran dan posisi perempuan dalam perkembangan ekonomi Indonesia.
Apa Itu G20 Empower?
G20 Empower merupakan sebuah aliansi G20 dalam rangka pemberdayaan dan kemajuan representasi ekonomi perempuan yang memiliki tujuan untuk mempercepat kepemimpinan dan pemberdayaan perempuan dalam sektor swasta. G20 Empower ini menjadi entitas yang dapat menyatukan lebih dari 60 pemimpin bisnis dan perwakilan pemerintahan dalam hal mencapai tujuan kesetaraan gender.
G20 Empower di bawah KemenPPPA berperan sebagai mother ministry dengan membawa visi dan misi yang berkaitan erat dengan tiga tema utama Presidensi Indonesia tahun 2022, yaitu (1) meningkatkan akuntabilitas implementasi KPI; (2) berupaya untuk membangun ketahanan digital dan keahlian masa depan untuk perempuan; dan (3) memainkan peranan perempuan untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi dalam bidang UKM.
Urgensi Dilaksanakannya G20 Empower
G20 Empower sangat penting saat ini, jika mempertimbangkan berbagai tokoh global perempuan dalam posisi kepemimpinan. Elemen paling signifikan yang menunjukkan urgensi kerja dari G20 Empower berfokus pada: (1) Rata-rata perempuan dalam posisi manajerial yang berfluktuasi sekitar 31 persen sejak tahun 2010 dan hanya meningkat 3,3% dalam sepuluh tahun ke nilai tertinggi 32,4% pada tahun 2019; (2) Persentase rata-rata perempuan di dewan perusahaan di negara-negara G20, hanya mencapai 18% pada 2019 dari 15% pada tahun 2016; (3) Kesenjangan pekerjaan gender rata-rata untuk usia 15 tahun ke atas di negara-negara G20, yang mencapai 26 poin presentase pada tahun 2019; (4) Dampak Covid-19 yang hampir tidak mempengaruhi inklusi dan kemajuan perempuan dalam angkatan kerja, serta telah memperlambata kemajuan perempuan di sektor swasta.
Peran Perempuan dalam Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Adanya pandemic Covid-19 yang melanda secara global, tentu mempengaruhi laju perekonomian yang bergerak lambat. Hal ini juga berdampak pada partisipasi dan produktivitas perempuan dalam bidang ekonomi dan bisnis. Melambatnya laju perekonomian Indonesia berdampak terhadap penurunan partisipasi kerja perempuan.
Dalam hal ini, perlu dipertimbangkan kembali produktivitas perempuan dalam ranah kerja. Sesuai dengan tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs) serta deklarasi KTT G20 bahwa G20 Empower ini sebagai wadah untuk berkolaborasi antara pemerintah dan swasta agar dapat meningkatkan kesadaran tentang produktivitas perempuan pasca pandemi, yang menjadi pilar pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dari beberapa penelitian, adanya peran perempuan dalam pertumbuhan ekonomi membuktikan bahwa kesetaraan gender merupakan sebuah elemen penting yang dapat mempromosikan berbagai kegiatan ekonomi dengan baik. Namun saat ini, perempuan masih mengalami banyak hambatan dalam hal pembangunan ekonomi, walaupun perempuan telah memiliki keterlibatan dalam rantai bisnis Indonesia.
Pekerjaan informal yang rentan, upah yang tidak dibayar, sulitnya akses keuangan, adanya upah berbasis gender, kesenjangan di ranah kerja, kurangnya keterwakilan perempuan di tingkat manajerial dan kepemimpinan, terjadinya kekerasan terhadap perempuan, serta adanya kesenjangan peran di berbagai sektor menjadi suatu representasi yang cukup besar sebagai hambatan perempuan dalam keterlibatan di bidang ekonomi.
Selain itu, hambatan yang dihadapi perempuan juga terlihat dalam bidang Usaha Kecil dan Usaha Menengah (UKM). UKM yang dikelola oleh perempuan, secara statistik menjadi sektor yang terdampak dari pandemic. Sebab, lebih dari 50 persen pengusaha perempuan ini bekerja di bidang perdagangan grosir dan mengalami penurunan permintaan yang disebabkan oleh adanya penutupan usaha.
Krisis usaha yang dikelola oleh perempuan dalam bidang UKM ini disebabkan juga oleh tidak adanya cadangan modal saat pendapatan rendah. Sehingga, hal tersebut yang kemudian mempersulit kepemimpinan perempuan di ranah kerja secara penuh.
Dengan adanya tantangan di atas, mendorong pemerintah dan swasta untuk mengadopsi dan mengaplikasikan kebijakan dalam hal percepatan penghapusan hambatan yang dialami oleh perempuan dalam sektor UMKM dan ketenagakerjaan. Perempuan dalam sektor ini tentu memiliki kontribusi dalam peningkatan hasil ekonomi, seperti adanya PDB yang tinggi, peningkatan penciptaan lapangan kerja, serta adanya hasil sosial yang lebih besar.
Indonesia memiliki sekitar 52 persen dari 63,9 juta pelaku usaha mikro dari perempuan. Dalam usaha kecil, terdiri dari 56 persen pemiliknya adalah perempuan. Sementara, usaha menengah, sekitar 34 persen dimiliki oleh perempuan. Sehingga, hal ini membuktikan bahwa perempuan merupakan pelaku yang memiliki peranan penting, baik dalam level kecil maupun mikro.
Di sisi lain, sektor UMKM ini memiliki kontribusi yang signifikan bagi perekonomian Indonesia, sehingga dapat menyumbangkan 60 persen dari total ekonomi nasional dan 97 persen dari bidang pembukaan lapangan kerja.
Permasalahan yang dihadapi perempuan sebagai pelaku usaha secara global tampak sama, yaitu minimnya pemahaman literasi digital dan pendidikan, kurangnya jaringan bisnis, kurangnya akses digital finansial dan modal, serta kurangnya keterampilan perempuan dalam hal entrepreneur.
Maka dari itu, G20 Empower memiliki kebijakan untuk tidak hanya memanfaatkan sumber daya, tetapi juga dalam rangka memberdayakan perempuan. Sehingga, berbagai program perlu diadopsi dengan berbasis gender inklusi, memperjuangkan dan mengembangkan pertumbuhan inklusi serta kesetaraan gender, dalam rangka untuk mencapai berbagai potensi perempuan dalam sektor ketenagakerjaan.