Hari Raya Idulfitri atau Lebaran sudah datang. Saatnya semua orang untuk menjalin silaturahmi antar anak bangsa dan saling meminta maaf lahir dan batin. Segala kesalahan dan perbuatan yang tidak menyenangkan, dalam momen Lebaran inilah diutarakan untuk saling berjabat tangan dan memaafkan.

Terkait itu, dimanakah Jokowi-Prabowo berada?. Mengapa belum ada kabar yang menjelaskan pertemuan mereka di bulan penuh berkah dan bulan penuh pengampunan ini?. Apakah mereka tidak punya salah satu dengan lainnya?.

Apakah mereka tidak merasa bahwa waktu masa kampanye pemilu 2019 mereka bersaing, sehingga situasi politik semakin panas?. 

Beragam hoaks dan ujaran kebencian menyerang sendi-sendi kehidupan dan pikiran rakyat. Semua itu karena pertarungan kedua kubu tersebut. Jadi, mengapa mereka tidak bertemu dan saling mengucapkan maaf lahir dan batin?. Apakah kedua capres tersebut sudah sempurna?.

Sangat disayangkan bila pertemuan yang kita nantikan selama ini tidak digelar hari ini juga. Inilah momen yang tepat dan pas untuk bertemu. Tetapi, mengapa kesannya seperti ada yang “sombong maupun belum bisa move on” dari semua pertarungan politik yang kita jalani bersama.

Mengapa sulit sekali bertemu, malah menunggu terus ada waktu yang tepat. Padahal, hari inilah yang pas untuk saling bersalaman, berjumpa, berpelukan dan melemparkan tawa satu dengan lainnya.

Keresahan yang terpendam

Dalam benak saya, khusus buat Prabowo yang waktu lalu bertakziah ke rumah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengucapkan turut berbelasungkawa, dimana sempat beliau memberikan keterangan bahwa pertemuan dengan Jokowi menunggu waktu yang tepat sangat tidak masuk logika. 

Mengapa menunggu waktu yang tepat, bukankah Lebaran hari ini adalah waktu yang tepat?.

Justru inilah waktunya untuk bertemu dan merajut kembali silaturahmi yang lebih kuat setelah masa pertarungan politik kemarin. 

Saya berpikiran, masih ada keresahan yang terpendam dalam diri Prabowo untuk bertemu dengan Jokowi. Padahal, Jokowi sudah siap kapanpun dilaksanakan pertemuan, bahkan setelah penghitungan suara nasional selesai, Jokowi siap bertemu Prabowo. Tetapi, mengapa Prabowo sulit sekali bertemu?.

Mengulur waktu seperti inilah nantinya yang membuat timbul kata “harapan palsu”. Prabowo memberikan harapan palsu kepada masyarakat Indonesia khususnya. Sangat disayangkan sekali, momen Lebaran dibiarkan pergi begitu saja. 

Lebaran memiliki makna yang suci dan mendalam bagi semua orang, jadi harus dimanfaatkan sebenarnya sebaik mungkin. Tidak lagi menunggu, baik setelah putusan Mahkamah Konstitusi dibacakan.   

Saatnya keresahan itu diluapkan agar ada kata maaf-memaafkan. Saatnya momen tepat untuk saling mengungkapkan kesalahan, keresahan dan segala keprihatinan selama ini, baik itu pada kontestasi kemarin.

Antar kedua capres bisa saling sharing dan berbagi pendapat demi mendapatkan solusi terbaik buat negeri ini. Tetapi, semua disia-siakan begitu saja. Lebaran tidak dimanfaatkan kedua capres untuk bermaaf-an.

Membangun bangsa

Di Hari Raya Idulfitri atau Lebaran ini, cawapres KH. Ma’ruf Amin menyampaikan agar capres dan cawapres kedua kubu dapat berekonsiliasi dan bersatu untuk membangun bangsa diatas kemenangan politik semata.

“Karena membangun bangsa lebih penting daripada sekedar menang. Menang kalah itu sudah biasa dalam Pilpres. Karena itu, seharusnya tidak menjadikan kita bermusuhan karena kita saudara sebangsa dan setanah air (mediaindonesia.com, 5/6).

Oleh karena itu, apa yang sudah disepakati, maka dijalankan sebaik mungkin. Pemilu selesai dan mari bersatu kembali. Lebaran juga menyiratkan arti untuk kita bersatu. Ayo segera move on dan kembali seperti semula, dimana kita bersama-sama membangun bangsa dan negara ini.

Kerukunan sebaiknya kita tenun kembali karena waktu lalu kita sudah ribut, bahkan rusuh. Lebaran ini adalah momen tepat untuk saling mengampuni. Tentu dengan kita meminta pengampunan, pastinya akan ada kata maaf, sehingga kebaikan datang dan perbedaan pilihan politik segera sirna.

Jangan lagi berlama-lama menunggu digelar rekonsiliasi. Hari ini dan esok hari adalah waktu yang pas. Jangan ditunda-tunda lagi.

Bangsa dan negara ini butuh perdamaian setelah para calon pemimpin mereka juga menjalin perdamaian. Merekalah sebagai contoh dari kehidupan rakyat kedepan. Bila pemimpin saja susah untuk rekonsiliasi, maka rayat yang terpecah belah pun susah untuk menyatu.

Jadi, berikan contoh rekonsiliasi yang benar yaitu dengan bertemu dan menjalin persahabatan kembali. Lupakan kontestasi politik karena itu telah selesai.

Sekarang kita merayakan kemenangan bersama. Kemenangan dari sebulan lebih berpuasa. Kemenangan dari segala keangkara-murkaan, kedengkian, iri dan angkuh.

Sekarang kebaikan yang menang. Sekarang, kita diminta berbuat kebaikan dan mau untuk bertemu menyampaikan segala kesalahan, uneg-uneg dan kekhilafan kita menuju pada pembenahan diri dengan saling memaafkan.

Lebaran itu untuk kebaikan kita semua. Lebaran itu memiliki nilai kesucian yang tinggi, jadi semua orang harus memanfaatkan momen tersebut dengan baik.

Ingat bahwa kasih Tuhan begitu luar biasa buat kita. Jadi, balas kasih itu dengan kebaikan, kemurah-hatian dan rasa saling memaafkan satu dengan lainnya. Bukan dengan bersembunyi dan tak mau melakukan pertemuan untuk saling berjabat tangan.

Tolonglah Jokowi dan Prabowo bertemu di momen bahagia, sukacita dan penuh pengampunan ini.