Pendidikan nasional kita memiliki cita-cita luhur untuk mencerdaskan bangsa Indonesia sesuai dengan yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam upaya untuk menggapai cita-cita tersebut, dari tahun ke tahun dari pemerintah ke pemerintah sudah masing-masing melakukan terobosan-terobosan yang beragam guna tercapainya generasi-generasi gemilang bangsa ini.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 20% yang dialokasikan untuk pendidikan adalah salah satu cara yang paling serius yang dibuat pemerintah demi kemajuan pendidikan kita.
Dengan alokasi ini, pemerintah membuat kebijakan-kebijakan guna meningkatkan kualitas pendidikan dan pemerataan pendidikan bangsa ini. Mulai dari wajib belajar 12 tahun, pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru dan pemberian bantuan-bantuan untuk siswa kurang mampu. Diberbagai daerah dampak dari kebijakan-kebijakan ini tidak bisa dipungkiri sudah dapat merasakannya.
Tapi jika berbicara pendidikan secara nasional, meski dengan berbagai kebijakan belum mampu membuat pendidikan di negeri ini merata. Mulai dari kompetensi siswa, kualitas guru, pemerataan jumlah guru, dan kelengkapan sarana dan prasarana jika dibandingkan dengan wilayah kota dengan pedesaan pasti memiliki jurang perbedaan yang sangat signifikan.
Keseriusan pemerintah memang tidak bisa dipungkiri untuk kemajuan pendidikan kita. Merujuk pada Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 1 ayat 1 dikatakan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dengan dikeluarkannya undang-undang ini, menjadi guru memang bukan mudah lagi. Jikalau sebelumnya sarjana-sarjana non keguruan bisa mengajar di sekolah-sekolah formal dengan adanya undang-undang ini maka tidak diperbolehkan lagi. Kecuali yang bersangkutan menempuh pendidikan profesi guru.
Untuk meningkatkan profesi keguruan, maka pemerintah mengambil langkah dengan melakukan program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) untuk guru-guru dalam jabatan yang sudah mengabdikan dirinya dalam kurang waktu tertentu dan disesuaikan dengan jam mengajar di sekolah yang harus mencapai 24 jam pelajaran.
Adapun PLPG ini dilaksanakan dalam 9 hari. Artinya dalam 9 hari, melalui pelatihan-pelatihan guru-guru kita diharapkan mampu menjadi seorang guru yang profesional di bidangnya. Apabila kita ingin mengevaluasi hasil dari program ini mari kita lihat dan amati bagaimana guru-guru yang sudah dinyatakan lulus PLPG dan memegang sertifikat pendidik mengajar di sekolah-sekolah tempat mereka mengajar.
Setelah diadakan evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan tersebut, pemerintah kembali memperbaharui sistem pendidikan profesi guru dengan mengubah sistem pendidikannya. Pendidikan Profesi Guru (PPG) menjadi solusi yang dipilih oleh pemerintah untuk meningkatkan profesionalitas guru-guru kita.
PPG berlangsung selama 1 tahun, di mana pola pendidikannya dengan sistem asrama di berbagai Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang sudah diakreditasi oleh pemerintah dan mencapai indikator-indikator yang sudah ditentukan.
Memang PPG dalam beberapa tahun ini belum dilaksanakan secara umum. PPG masih dikhususkan untuk alumni-alumni Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T) yang sudah mengadikan dirinya di daerah terdepan bangsa ini selama 1 tahun penuh. Dengan pengabdian ini pemerintah memberikan subsidi untuk para sajana muda ini mengikuti PPG guna menciptakan guru-guru muda yang memiliki visi-visi segar demi kemajuan pendidikan Indonesia.
Pelaksanaan PPG dibagi menjadi 2 semester, di mana semester I adalah Workshop pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Bahan Ajar, Model pembelajaran, Media Pembelajaran, Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Penilaian. Di mana dalam proses workshop harus ada produk yang dihasilkan dan semuanya itu akan diuji dengan pelaksanaan Peerteaching sehingga segala perangkat tersebut akan diuji apakah sudah tepat atau tidak.
Jika masih kurang tepat maka akan direvisi. Untuk semester 2 akan ada tahap Program Pengalaman Lapangan (PPL) dimana kegiatan ini dilaksanakan di sekolah-sekolah bonafit yang berada di sekitar LPTK pelaksanaan PPG tersebut. Sejalan dengan kegiatan PPL setiap peserta juga harus membuat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) guna evaluasi kepada peserta untuk perbaikan pelaksanaan pembelajaran berikutnya.
Setelah membuat PTK maka peserta juga harus mengikuti Ujian Tulis Nasional (UTN) sebagai pengukuran kemampuan peserta. Dalam PPG ini penilaian bukan hanya dari nilai-nilai akademik akan tetapi juga ada penilaian kehidupan berasrama.
Seperti yang pernah diungkapkan oleh Bapak Agus Susilohadi, beliau salah seorang yang pernah menangani pelaksanaan SM-3T dan PPG dalam kunjungannya ke Universitas Negeri Medan (UNIMED) bahwa PPG adalah jalan satu-satunya guna tercapainya guru-guru profesional. Saya salah seorang peserta PPG tahun ini di UNIMED sangat setuju dengan apa yang diungkapkan beliau.
Dengan proses panjang yang saya dan rekan-rekan alami dalam proses PPG ini kelak kiranya bisa memenuhi segala standar guru profesional dan mampu mencerdaskan kehidupan bangsa. Semoga!