Di zaman yang modern seperti sekarang ini peranan media elektronik sangat bermanfaat sekali bagi kehidupan sehari-hari masyarakat. Peranannya sudah merambah ke berbagai sendi kehidupan. Zaman dahulu mungkin sulit rasanya untuk mengekspresikan diri kita di dunia maya. Namun di era modern sekarang ini, mengekspresikan diri menjadi teramat mudah apalagi dengan adanya media sosial yang dapat digunakan sebagai alat untuk berekspresi.
Banyak platform media sosial yang sangat digemari oleh berbagai lapisan masyarakat di dunia khususnya di Indonesia. Di antara platform sosial media yang paling populer di Indonesia antara lain Facebook, Twitter, Path, Instagram, Youtube dan masih banyak lagi. Peran media sosial sekarang ini sudah mulai dimanfaatkan untuk ranah politik.
Banyak calon pemimpin dunia memanfaatkan sosial media sebagai media berkampanye mengumpulkan suara dari rakyatnya. Pemanfaatan media sosial sebagai alat kampanye terbukti efektif dan murah serta dapat menjaring suara yang signifikan. Tentunya dengan menciptakan konten-konten kampanye yang menarik agar dapat menaikkan citra dari calon yang diusung.
Sebagai contoh, Presiden Barack Obama yang berhasil memenangkan pemilu AS dengan memanfaatkan media sosial untuk berkampanye. Pemanfaatan media sosial di Indonesia tidak kalah fenomenalnya. Banyak wajah-wajah baru yang tiba-tiba muncul di dunia maya dengan berbagai pencitraan yang ditawarkan demi menjaring suara dan memikat hati masyarakat untuk memilihnya sebagai pemimpin.
Demam pencitraan di media sosial terasa semakin marak khususnya pada waktu-waktu menjelang pemilu. Ada yang memanfaatkan atribut keagamaan untuk terlihat lebih agamis, ada yang turun langsung bersentuhan dengan masyarakat untuk terlihat lebih merakyat. Semua itu tidak lain adalah untuk meraih simpatik dan dukungan dari masyarakat. Dan tentunya tujuan akhirnya adalah agar dipilih oleh masyarakat dalam PEMILU.
Politik swafoto (selfie) sebagai satu senjata ampuh bagi para politikus media sosial juga tak kalah gencarnya. Banyak sosok-sosok yang berakting dengan memasang wajah manis atau berakting tidak jadi dirinya untuk menciptakan citra baik dalam masyarakat. Seperti layaknya orang melakukan swafoto, mereka dapat mengubah-ubah ekspresi wajah untuk mendapatkan citra yang terbaik.
Politik saling sikut dan menjatuhkan lawan politik tak kalah suburnya. Media sosial digunakan sebagai sarana kampanye hitam guna memojokkan satu pihak dan menguntungkan pihak lain. Tak ayal masyarakat terkadang dikecewakan oleh sikap dari pemimpin-pemimpin pemain politik swafoto dan demam pencitraan media sosial ini.
Sikap mereka yang tiba-tiba berubah setelah terpilih menunjukkan penampakan sesungguhnya sang pemimpin. Ada yang tertangkap tangan KPK karena kasus korupsi, skandal seks dan keterlibatan dengan obat-obatan terlarang. Rakyat sekali lagi menjadi pihak yang paling dirugikan dan dibohongi dengan topeng-topeng penuh kepalsuan.
Yang hanya tampak anggun dan tampan saat memohon untuk dipilih namun menunjukkan keangkuhannya saat sudah duduk di singgasana. Generasi muda tampaknya sudah semakin kritis dalam menilai calon pemimpin. Mereka cenderung lebih selektif dalam memilih.
Mencoba kritis membedakan pencitraan semata dengan sosok sesungguhnya berpribadi mulia dari seorang pemimpin yang berkampanye. Tidak mudah terpengaruh oleh kampanye hitam atau isu-isu yang tidak bertanggung jawab yang memojokkan satu pihak.
Kesimpulan dari tulisan saya ini adalah bahwa media sosial sudah merambah dunia politik. Pemanfaatannya sudah digunakan sebagai media berkampanye oleh para calon pemimpin. Banyak yang berlomba-lomba membangun pencitraan terbaik untuk menarik hati masyarakat.
Di sinilah peran pemuda sangat penting untuk lebih kritis dan selektif dalam memilih untuk menciptakan pemimpin yang benar-benar berdedikasi untuk rakyat. Hal ini juga mencerminkan demokrasi di Indonesia yang semakin solid. Demokrasi yang berkelas.