Sejak akhir tahun 2021 dunia masih digemparkan dengan konflik Rusia Ukraina yang  masih belum usai. Dikabarkan pada tahun ini konflik tersebut justru semakin memanas setelah Rusia menyerang beberapa kota besar di Ukraina.

Serangan yang ditujukan kepada Ukraina tersebut sebenarnya hanya memiliki satu tujuan utama, yaitu Kota Kharkiv. Namun atas perintah Presiden Rusia akhirnya serangan ditujukan juga terhadap beberapa kota besar lainnya.

Diketahui bahwa serangan yang diluncurkan Rusia  tersebut membuat hancur kota-kota di Ukraina sehingga menurut para petinggi di Barat kejadian ini dapat menjadi perang yang terbesar di Eropa sejak tahun 1945. 

Hal ini didukung dengan adanya laporan dari Kantor Komisaris Tinggi PBB, OHCHR, yang menyatakan bahwa korban dari perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina saat ini sudah lebih dari 1,1 ribu per 27 Maret 2022.

Adanya konflik antara Rusia dan Ukraina ini tentu memberikan dampak seperti dampak krisis kemanusiaan, yaitu banyaknya warga negara Ukraina yang memilih untuk meninggalkan negara mereka dan mengungsi ke luar negeri.

Tercatat pada Maret 2022 hampir 2,3 juta penduduk Ukraina memutuskan untuk melarikan diri ke negara tetangga sejak 26 Maret 2022. Selain dampak krisis kemanusiaan, perang ini juga memberi dampak pada ekonomi dunia.

Hal ini dikarenakan Rusia merupakan eksportir batu bara, minyak mentah, dan  gas alam cair terbesar di dunia serta Ukraina yang merupakan eksportir jagung, eksportir seed oil, dan eksportir gandum terbesar di dunia. 

Melihat dua negara tersebut yang menguasai beberapa sektor eksportir di dunia menyebabkan beberapa negara di belahan dunia mengalami masalah ekonomi yang berbeda-beda. 

Seperti Timur Tengah dan Afrika Utara yang mengalami lonjakan harga komoditas, terjadinya inflasi pada negara-negara di bagian barat, dan negara-negara bagian Eropa yang kemudian mengalami krisis pada pasokan gas alam.

Melihat dampak dari perang Rusia dan Ukraina yang besar hingga beberapa negara di dunia pun turut merasakan membuat negara-negara di dunia mau tidak mau juga harus turut andil dalam menyelesaikan konflik Rusia dan Ukraina.

Indonesia sebagai negara yang aktif dalam dunia internasional pada konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina memutuskan untuk tetap menganut politik luar negerinya yaitu bebas aktif. 

Prinsip bebas aktif Indonesia dalam menanggapi perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina ini bukan berarti Indonesia memilih untuk bersikap netral atau tidak mengikat diri pada satu kekuatan.

Namun, prinsip ini adalah prinsip dimana Indonesia dapat dengan bebas menentukan kebijaksanaannya terhadap masalah yang terjadi dalam dunia internasional. 

Adapun menurut UU No. 37 Tahun 1999 pada Pasal 3 tentang Hubungan Luar Negeri juga telah dijelaskan bahwa politik ‘bebas aktif’ adalah politik luar negeri yang bebas menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap permasalahan internasional.

Selain itu, politik ini tidak mengikatkan diri pada satu kekuatan dunia serta secara aktif memberikan sumbangan dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan permasalahan dunia lainnya.

Pun politik bebas aktif ini dilakukan oleh Indonesia juga memiliki tujuan, yaitu demi terwujudnya ketertiban kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Dalam perang antara Rusia dan Ukraina ini pengaplikasian dari politik bebas aktif yang dianut Indonesia dapat dilihat pada Indonesia yang tidak memihak pada salah satu kubu baik itu pada Rusia ataupun Ukraina.

Tidak memihaknya Indonesia kepada Rusia ataupun Ukraina ini digantikan dengan Indonesia memberikan bantuan kepada kedua belah pihak mengenai pemikiran untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi.

Tidak hanya itu, di samping memberi bantuan pemikiran kepada kedua negara, Indonesia juga tetap menyuarakan pentingnya mengedepankan dan menghormati hukum internasional yang sudah ditetapkan dan berlaku.

Winardi Hanafi, yang merupakan Direktur Eropa II Kementerian Luar Negeri, menyatakan langkah terbaik yang dapat dilakukan Indonesia dalam konflik antara Rusia dan Ukraina adalah dengan deeskalasi.

Apa itu deeskalasi? deeskalasi sendiri merupakan penurunan kegiatan sampai proses perundingan yang menempuh jalur kemanusiaan antara Rusia dan Ukraina dapat terlaksana.

Terdapat tujuan dari dilakukannya upaya deeskalasi ini yaitu untuk mengurangi konflik atau setidaknya mendinginkan atau menenangkan agar konflik yang sedang terjadi tidak berlangsung secara berkelanjutan.

Walaupun Indonesia tidak memihak pada salah satu kubu dan tetap menganut prinsip politik luar negerinya yang bebas aktif, hingga saat ini Indonesia tetap berteman baik dengan kedua belah pihak.

Dipertahankannya pertemanan dengan Rusia dan Ukraina ini dikarenakan persahabatan yang terjalin antara ketiga negara ini sudah berlangsung sangat lama. 

Selain memberi bantuan pemikiran untuk menyelesaikan konflik dan menerapkan deesklasi, terdapat upaya tindakan lain yang dilakukan Indonesia dalam mencerminkan politik bebas aktifnya.

Hal ini terlihat ketika tahun ini Indonesia memegang posisi sebagai tuan rumah G20 dengan Indonesia tetap mengundang kedua negara, Rusia dan Ukraina.

Dalam mengundang kedua negara tersebut juga Indonesia berupaya agar semua pihak dapat mengesampingkan apa yang sedang terjadi di antara mereka dengan tidak membiarkan konflik yang sedang terjadi dibawa ke dalam forum G20.