Politik luar negeri Indonesia yaitu bebas dan aktif mendukung Indonesia untuk mengedepankan kepentingannya melalui sebuah kerja sama. Melalui politik luar negerinya, Indonesia dapat menjalin hubungan dengan negara mana pun dan lalu secara nyata berperan dalam hubungan tersebut.

Hingga saat ini, Indonesia telah menjalin kerja sama di berbagai bidang, salah satunya ekonomi. Tentunya, Indonesia ingin terus bisa meningkatkan ekonominya terutama di tengah kondisi perekonomian global yang tidak menentu seperti sekarang ini.

Di bidang ekonomi, terlebih yang fokus pada perdagangan barang, perdagangan jasa, penanaman modal, kerja sama ekonomi, serta hukum dan kelembagaan, Indonesia menjalin kerja sama bilateral dengan Korea Selatan melalui Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement atau yang bisa disingkat IK-CEPA.

Sejarah singkat mengenai pembentukan IK-CEPA, perundingan perjanjian dagang bilateral tersebut dicetuskan oleh Presiden ke-6 Indonesia yaitu Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Korea Selatan Lee Myung Bak pada tahun 2012. Namun, pada tahun 2014, perundingan tersebut dihentikan sementara setelah berlangsung selama 7 putaran. Akhirnya, pada tahun 2019, Indonesia dan Korea Selatan sepakat untuk melanjutkan kembali perundingan tersebut dan berhasil ditandatangani pada tahun 2020.

Pemberhentian sementara perundingan tersebut disebabkan oleh Indonesia. Saat itu, Indonesia memasuki masa pemilu yang akan mengakibatkan adanya pergantian kepala negara. Menggunakan politik luar negeri bebas aktifnya, Indonesia memutuskan untuk berhenti sementara dari perundingan agar tidak menimbulkan ketidakpastian bagi Korea Selatan.

Namun, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indonesia Iman Pambagyo mengatakan bahwa Indonesia dan Korea Selatan pada akhirnya berkomitmen untuk melanjutkan perundingan walaupun terdapat kondisi tersebut.

Hal itu disampaikan oleh Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Cho Tai-young kepada Menteri Perindustrian Indonesia bahwa ada keinginan untuk dilanjutkannya perundingan IK-CEPA. Di sisi lain, Indonesia secara bebas dan aktif menyetujui hal tersebut.

Kedepannya, perundingan akan dilakukan secara lebih sederhana.

Di sisi lain, Indonesia dan Korea Selatan juga telah dibantu oleh ASEAN-Korea FTA (AKFTA) sehingga kedepannya IK-CEPA akan lebih fokus pada kerja sama yang belum ada di AKFTA.

Melalui IK-CEPA, Indonesia memiliki 6 kepentingan yang ingin direalisasikan. Pertama, Indonesia menjadikan IK-CEPA sebagai kesempatan untuk menumbuhkan nilai perdagangan antara Indonesia dan Korea Selatan.

Kedua, Indonesia menggunakan IK-CEPA sebagai rencana jangka panjang dalam peningkatan sektor jasa khususnya pada sektor konstruksi, layanan pos dan waralaba, serta layanan komputer.

Ketiga, Indonesia melihat IK-CEPA sebagai kesempatan untuk meningkatkan daya tarik bagi Korea Selatan melakukan investasi di Indonesia. 

Keempat, Indonesia melalui IK-CEPA ingin mengajak dan meyakinkan Korea Selatan untuk membuka peluang peningkatan perdagangan di Indonesia.

Kelima, Indonesia dalam IK-CEPA dijanjikan adanya penurunan tarif ekspor untuk produk pertanian.

Keenam, Indonesia melalui IK-CEPA berupaya untuk mengamankan pasokan komoditas penting industri agar tetap beroperasi dan mempertahankan pasar Indonesia di Korea Selatan.

Kementerian Perdagangan Indonesia memaparkan bahwa terdapat 4 manfaat yang dihasilkan oleh IK-CEPA. Pertama, ada eliminasi tarif bagi Indonesia dan Korea Selatan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta peningkatan ekspor dan impor. Kedua, pembukaan sub sektor jasa dengan kepemilikan saham asing. Ketiga, peningkatan penanaman modal dari Korea Selatan di Indonesia di tahun kelima implementasi IK-CEPA. Keempat, adanya kerja sama ekonomi diberbagai sektor.

Selain itu, Indonesia juga memiliki beberapa keinginan yang akan diwujudkan melalui IK-CEPA. Indonesia menginginkan aturan mengenai tarif yang lebih adil. Selanjutnya, Indonesia juga ingin menyamakan posisi dengan negara-negara di Asean yang sudah memiliki free trade agreement dengan Korea Selatan.

Tak hanya itu, Indonesia ingin Korea Selatan menjadi hubungan baru bagi produk ekspor Indonesia terutama di bidang produk elektronik dan otomotif. Alasannya karena Indonesia ingin menjadi pemain baru di bidang tersebut skala dunia.

Dalam bidang elektronik, pada tahun 2022, Presiden Indonesia Joko Widodo meresmikan investasi konsorsium LG Energy Solution, perusahaan milik Korea Selatan, untuk membangun pabrik baterai kendaraan listrik di Kawasan Industri Terpadu yang terletak di Jawa Tengah. Itu merupakan investasi pertama di dunia yang sudah terintegrasi.

Selanjutnya dalam bidang otomotif, PT Hyundai Motors Indonesia, perusahaan milik Korea Selatan yang membuka pabriknya di Jawa Barat, Indonesia berkomitmen untuk memproduksi mobil listrik dengan harga terjangkau. Pada tahap awal, PT Hyundai Motors akan memproduksi sebanyak 1.000 unit mobil listrik per tahun.

Indonesia berharap, jelang implementasi di tahun 2023, IK-CEPA menjadi perjanjian kerja sama komprehensif yang memberi hasil.

Sejalan dengan politik luar negeri Indonesia, menjadikan Indonesia dapat secara bebas melakukan kerja sama dengan negara mana pun. Dalam IK-CEPA, Indonesia bersama Korea Selatan. Tentunya hal itu didasari oleh target dan tujuan yang dimiliki Indonesia.

Selanjutnya, Indonesia juga harus berperan aktif dalam kerja sama yang telah dibentuk, salah satunya IK-CEPA bersama Korea Selatan, agar kepentingan dan keinginan yang dimiliki Indonesia dapat terwujud.

Secara garis besar, adanya perundingan perjanjian dagang bilateral IK-CEPA dapat meningkatkan perekonomian kedua negara khususnya Indonesia melalui kebijakan tentang tarif, peningkatan penanaman modal Korea Selatan di Indonesia, dan lainnya. Namun, Indonesia melalui IK-CEPA sangat berharap dapat menjadi salah satu pesaing negara-negara di dunia dalam bidang elektronik dan otomotif.