Abad Pertengahan berakhir dengan munculnya Renaisans (renaissance) dan reformasi. Renaisans menunjukkan pada pembaharuan yang timbul terutama pada wilayah kebudayaan, yang tak mau lagi mengikatkan diri pada gereja dan tradisinya, serta ingin menyatakan kebebasan dan kemauan untuk maju.
Di satu sisi manusia di zaman ini memuja masa-masa lama yang dianggap jaya, di sisi lain ada pula yang berharap penuh pada masa depan yang ingin dibangun kembali (rekonstruksi).
Pengertian reformasi pada masa itu maksudnya adalah pembaharuan dalam agama (khususnya Kristen) dan hendak membersihkan agama dan gereja itu dari unsur-unsur tambahan yang dinilai telah masuk menyelinap ke dalam ajaran inti Kristen dan menjadi doktrin yang dogmatis.
Injil mulai diterjemahkan ke dalam banyak bahasa yang mudah dipahami khalayak masyarakat, serta hubungan dengan Tuhan yang dipercayai itu tidak perlu lagi melalui perantara pendeta melainkan harus bersifat langsung .
Pada umumnya, pemikiran manusia saat itu ingin melepaskan diri dari kungkungan gereja dan paham-paham skolastik. Karena besarnya gerakan ini, sehingga pengaruh gereja turun drastis dan segala pemikiran kebanyakan bertumpu kepada kebebasan akal pikiran.
Penyebab dari segala perubahan ini antara lain yaitu pengaruh-pengaruh yang disebarluaskan oleh Islam dan para pemeluknya, terutama universitas-universitas mereka yang ada di Andalus (Spanyol) yang merupakan mercusuar yang menembus kegelapan Eropa.
Selain itu, Perang Salib secara tidak langsung membuka sendiri mata dan kesadaran orang-orang Eropa terhadap perkembangan-perkembangan di negeri orang lain. Kunjungan terpaksa itu (yang bertujuan untuk perang) rupanya memberi manfaat juga, yaitu berupa pelepasan diri dari segala kepicikan dan ketaatan semu pada gereja.
Tetapi persoalan moral dan etika tidaklah mendapat rangsangan pada masa ini. Yang terjadi malah sebaliknya, moral menjadi hal yang tak dipedulikan, pengkhianatan dalam berteman, nafsu untuk berkuasa tanpa sama sekali memperhatikan kewajaran sangat merajalela.
Masa renaisans menumbuhkan kecurigaan-kecurigaan di kalangan sesama kawan, hingga yang paling parah yaitu pada prosesi penobatan seorang Paus, kardinal-kardinal yang hadir membawa minumannya masing-masing sebab menyangka bahwa segala suguhan yang tersedia itu mungkin mengandung racun.
Niccolo Machiavelli & Pemikirannya
Dalam situasi zaman seperti itulah seorang Niccolo Machiavelli dilahirkan dan dibesarkan. Lahir di Florence pada 1469. Ketika berusia 25 tahun ia telah mulai masuk dunia perpolitikan dan pernah pula menjabat kedudukan tinggi dalam beberapa bidang yaitu diplomatik, mengatur organisasi ketentaraan (militer), dan urusan korespondensi resmi negaranya.
Pada 1512, ia kehilangan pekerjaannya karena sebab pergantian penguasa secara paksa alias kudeta. Setahun kemudian, ia terlibat dalam komplotan makar yang anti-pemerintah hingga menyebabkan ia dipenjara dan dibuang. Ketika bebas dari tahanan, ia mengucilkan dirinya sendiri di sepetak tanah pertanian miliknya sendiri di pinggiran kota.
Disinilah ia menuangkan segala buah pemikirannya ke dalam bentuk tulisan, yang paling penting adalah Discorsi (uraian) dan Il Principe (sang penguasa). Ia meninggal dunia pada tahun 1527 dengan membawa kekecewaan mendalam karena tak mampu lagi memasuki arena perpolitikan saat itu.
Sering kali Machiavelli digambarkan sebagai seorang pemikir yang tidak mengindahkan nilai-nilai moral. Misalnya penguasa itu akan disanjung karena ia sanggup memperoleh dan mempertahankan kekuasaannya, terlepas dari segala cara yang dipergunakannya untuk mendapatkan kekuasaan itu.
Bahkan pemikir Italia ini tidak jarang dikemukakan sebagai orang yang menganjurkan untuk mengacuhkan nilai-nilai moral dalam rangka bertujuan menggapai dan mencapai kekuasaan hingga berada dalam genggaman. Hal-hal demikian tercantum dalam kitabnya, sang penguasa, yang penuh dengan nasihat serupa, sampai-sampai apa yang disebut Machiavellisme adalah ajaran tanpa moral.
Dalam hal lain, misalnya bentuk kekuasaan. Machiavelli membagi ke dalam tiga jenis; Hereditary, Mixed, dan Civil Principalities. Hereditary Pricipalities lebih dikenal dengan sebutan kekuasaan warisan dari generasi sebelumnya, bentuknya yang paling modern adalah kerajaan konstitusional seperti United Kingdom, Kerajaan Arab Saudi, Kesultanan Brunei Darussalam dan lain sebagainya.
Mixed Principalities atau jika diterjemahkan secara bebas adalah kekuasaan gabungan dimana secara ekplisit maksudnya adalah kekuasaan-kekuasaan kecil yang Bersatu menjadi sebuah negara besar yang kuat, contoh modern yang paling nyata adalah negara-negara yang dengan system federal dimana negara-negara bagian Bersatu jadi negara adidaya misalnya USA dan Malaysia.
Lalu Civil Principalities atau kekuasaan yang bersifat konstitusional dimana cara mencapai sebuah kekuasaannya bukan dengan jalan warisan atau dengan gabungan kuasa yang kecil-kecil, melainkan dengan cara demokrasi dari rakyat/sipil, Machiavelli menyebutnya dengan istilah cara damai merai kekuasaan.
Dalam bidang lain, misalnya tentang militer. Machiavelli memecah jenis pasukan menjadi tiga jenis atau tiga bentuk pasukan yakni pasukan perang sendiri yang bersumber dari rakyat, lalu pasukan bantuan dan terakhir pasukan bayaran.
Terakhir adalah pemikirannya tentang cara mencapai kekuasaan bagi pemimpin baru dan cara mempertahankan kekuasaan bagi pemimpin yang sedang atau telah lama berkuasa. Jalan mencapai kekuasaan menurut Machiavelli ada dengan dua jalan, yakni jalur hukum dan jalur kekerasan atau merebut secara paksa.
Jalur hukum atau yang kita kenal adalah melalui jalur-jalur diplomasi yang sesuai konstitusional dan diatur oleh aturan setempat, tapi bagi pemimpin baru, Machiavelli tidak merekomendasikan cara ini. Baginya cara kekerasan adalah jalan terbaik bagi pemimpin baru yakni dengan jalur kudeta di mana merebut kekuasaannya dengan diawali militer bukan sipil dahulu.
Sedangkan cara mempertahankan kekuasaan bagi pemimpin lama adalah dengan cara menempatkan sejumlah pasukan militer di tempat yang paling strategis sebagai pusat komando dan menjadikannya sebagai momok menakutkan bagi lawan politik, yang kedua adalah dengan cara mendirikan koloni di daerah-daerah konflik yang jauh dari pusat, di mana itu digunakan untuk cabang daerah dan berfungsi mengawasi wilayah-wilayah kekuasaan.