Mahasiswa pergerakan patut berbahagia. Setidaknya tak perlu repot lagi untuk sekadar menyiapkan naskah orasi jika akan melakukan aksi jalanan. Cukup mereplikasi pidato Prabowo Subianto yang sangat membakar; meniru gaya peneriakannya yang begitu bergelora.
Senin, 14 Januari 2019, pidato membahana itu disampaikan Prabowo di depan massa pendukungnya. Judulnya sangat menukik: Indonesia Menang. Ini sekaligus jadi nama visi-misi yang dibawanya maju ke Pilpres 2019 bersama Sandiaga Uno.
“Indonesia harus menang. Bukan jadi bangsa yang kalah. Bukan bangsa yang minta-minta. Bukan bangsa yang harus utang. Bukan jadi bangsa yang tidak membela rakyatnya sendiri,” tegas Prabowo.
Kenapa Indonesia harus menang? Kenapa 17 April 2019 nanti adalah momentum tepat bagi Prabowo dkk merebut kemenangan?
Alkisah, cerita Prabowo, ada seorang buruh tani bernama Hardi yang meninggal dunia karena gantung diri. Ia gantung diri di belakang rumahnya di Desa Tawangharjo, Grobokan. Disinyalir karena tak sanggup bayar utang; beban ekonomi yang ia pikul terlalu berat.
Nasib serupa juga disebut terjadi pada seorang guru di Pekalongan. Terakhir, 4 Januari, laku gantung diri karena beban ekonomi ini pun diceritakan menjerat Sudarsi di Desa Watusigar, Gunungkidul.
“Selama beberapa tahun terakhir, saya mendapat laporan, ada belasan cerita tragis seperti ini. Ini kisah-kisah yang masuk berita. Yang tidak masuk berita mungkin lebih banyak lagi.”
Kisah lain yang juga Prabowo dongengkan, yakni petani-petani beras yang bersedih hati. Saat mereka baru panen 2 bulan, klaim Prabowo, banjir beras dari luar negeri melanda.
Pun demikian dengan petani tebu di mata Prabowo. Mereka mengeluh lantaran banjir gula pula. Sementara ibu-ibu, di mana-mana, menjerit. Itu karena harga gula di Indonesia mencapai 2 hingga 3 kali lebih mahal dari harga rata-rata dunia.
“Inikah negara yang dicita-citakan dan diperjuangkan oleh para pendiri bangsa Indoensia? Bung Karno dan Bung Hatta, oleh Bung Syahrir, oleh Jenderal Sudirman, oleh KH Hasyim Ashari dan KH Wahid Hasyim? Oleh KH Agus Salim, oleh Bung Tomo?”
Masih banyak lagi yang Prabowo gaungkan melalui pidato yang layak dijadikan bahan orasi mahasiswa pergerakan. Mulai dari kemelut di dunia kesehatan, gaji pegawai negeri sipil, situasi keuangan negara, kemiskinan warga, kelaparan, dan kondisi-kondisi memprihatinkan lainnya yang Prabowo sebut sebagai Paradoks Indonesia: negara kaya, namun rakyatnya masih banyak miskin dan melarat.
“Kalau kita tidak haiti-haiti, kalau kita tidak waspada, kalau kita tidak berubah, kalau kita tidak bertindak dengan segera, situasi ini akan terus berlanjut ke arah yang lebih buruk.”
Kondisi-kondisi yang dikisahkan Prabowo itulah, meski bernada sinis lagi pesimis, yang memantik dirinya dan Sandi ikut Pilpres 2019. Mereka maju dan melawan Jokowi-Ma’ruf karena tidak ingin hal-hal yang merusak seperti di atas itu terjadi lagi di negeri yang sudah puluhan tahun merdeka.
“Mudah sekali untuk berkata, Indonesia akan bertahan 1.000 tahun ke depan. Tapi apakah negara yang tidak mampu membayar rumah sakit, yang tidak mampu menjamin makan untuk rakyat, yang tidak mampu punya militer yang kuat, dapat bertahan 1.000 tahun?”
Pidato yang Retorik
Jika ada dari pidato Prabowo yang harus mahasiswa pergerakan tarik sebagai pelajaran berorasi, maka itu pasti adalah sisi retoriknya. Cara Prabowo mengelabui warga lewat pidato adalah contoh yang tepat bagi sang orator memengaruhi massa.
Satu contoh, misalnya, ketika Prabowo gaungkan lantang soal perwujudan ekonomi:
“Fokus pertama kami adalah mewujudkan ekonomi yang mengutamakan rakyat, ekonomi yang adil, ekonomi yang memakmurkan semua orang, dan ekonomi yang melestarikan lingkungan Indonesia.”
Yang lainnya, peningkatan kualitas hidup. Bahwa untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial, maka kita harus melawan kemiskinan, memaksimalkan layanan kesehatan, serta memutukan kembali kualitas pendidikan.
Lalu, untuk memastikan keadilan hukum dan menjalankan demokrasi yang baik, maka kebebasan berserikat, berpendapat, dan pers harus terjamin. Ancaman persekusi harus dihentikan terhadap mereka yang kebetulan berbeda pandangan.
Dan untuk perkara penguatan karakter dan kepribadian bangsa, kata Prabowo, cukup tanamkan sikap pendekar yang pantang menyerah. Lebih baik mati daripada dijajah kembali.
Begitulah sekelumit teiakan Prabowo dalam pidatonya. Tak perlu Anda tanyakan bagaimana cara-cara konkret menuju ke sana. Karena solusi yang jelas memang tak dibutuhkan jika niatnya hanya untuk memengaruhi.
Apa yang diperlihatkan Prabowo adalah contoh yang sangat baik untuk calon-calon orator atau orator pemula. Cukup teriakkan saja hal-hal yang bombastis, dan Anda akan menjadi pusat perhatian. Ketika sudah jadi pusat perhatian, memengaruhi massa akan semudah membalik telapak tangan.