Saya adalah seorang mahasiswa jurusan penyuluhan pertanian di salah satu kampus kedinasan non-ikatan dinas, tepatnya di Politeknik Pembangunan Pertanian Medan. Berlatar belakang dari keluarga petani tidak serta-merta membuat saya bisa jatuh cinta dengan dunia pertanian.

Menurut saya, pertanian begitu jorok, kurang menggairahkan, dan cenderung lebih banyak mengalami kerugian daripada keuntungan. Hal ini saya lihat dan alami sendiri, mulai dari kecil bahkan sampai sekarang bagaimana susahnya jadi seorang petani di desa.

Pemikiran seperti ini saya miliki sebelum saya kuliah dan mempelajari tentang dunia pertanian yang sesungguhnya walaupun memang betul bahwa yang saya pikirkan dari dulu hampir seluruhnya benar. 

Berbicara tentang pertanian, maka kita sedang membahas hajat hidup orang banyak, pangan dalam sebuah peradaban, dan sebuah kesatuan sistem yang tidak akan bisa hilang dari bumi selagi bumi masih berdiri dan manusia masih ada.

Berbagai kata bijak sangat banyak terlontar, baik dari tokoh-tokoh terkenal sampai mahasiswa biasa seperti saya tentang pentingnya pertanian dan kontribusi para petani. 

Akan tetapi, ada banyak sekali orang di seluruh belahan bumi ini yang tidak menyadari hal tersebut. Mereka hanya menikmati hasil dari pertanian itu sendiri tanpa sadar betapa beratnya pengorbanan yang dilakukan oleh para petani di lahannya supaya tetap memproduksi hasil.

Di era revolusi industri sekarang ini, perkembangan dunia makin tak terbendung. Satu sisi membawa dampak yang sangat positif untuk beberapa bidang, termasuk bidang pertanian, sedangkan di sisi lain membawa dampak negatif hampir dalam segala bidang. 

Termasuk industri pertanian yang terus berkembang seakan tidak ada ujungnya. Penggunaan mesin-mesin supercanggih dan standarisasi produk pertanian yang makin tinggi justru membunuh eksistensi produk petani-petani kecil yang ada di desa dan juga kesejahteraan hidup mereka. 

Negara berkembang seperti Indonesia nyatanya masih kesulitan dalam melindungi dan menjaga hak-hak para petaninya dari mobilitas zaman ini. Keadaan ini dibuktikan dengan kesejahteraan petani yang masih jauh dikatakan dari kata sejahtera walapun industri pertanian menjadi salah satu industri paling menjanjikan di dunia. 

Percaya atau tidak, silakan turun sendiri dan dengarkan keluhan para petani. Industri-industri besar selalu diuntungkan dari hasil produk petani-petani kecil yang menjadi bahan baku dan ini terus terjadi sejak dulu sampai saat ini. 

Pihak industri membeli hasil produksi pertanian para petani dengan harga murah, kemudian mengolah dan menjualnya kembali kepada para petani dengan harga yang sangat mahal. Keadaan ini terjadi secara terus-menerus. 

Para konglomerat pemilik Industri pertanian jelas menjadi pihak yang paling diuntungkan dalam hal ini, sedangkan para petani kecil tetap menjadi seorang petani kecil yang tiap tahun makin menjadi kecil. 

Petani sering tidak punya pilihan atas semua yang terjadi dalam kehidupan mereka. Regulasi yang kurang berpihak dan juga kehidupan pesar yang kurang mendukung untuk mereka meraih laba dan keuntungan.

Kondisi ini memberikan efek yang sangat serius dalam mengubah mindset di kalangan generasi milenial saat ini. Sudah barang tentu minat mereka untuk menekuni dunia pertanian jelas berkurang dan bahkan tidak ada karena kenyataanya dunia pertanian yang mereka pikirkan dan mereka lihat memang kurang menjanjikan untuk kalangan masyarakat ekonomi menengah ke bawah.

Eksistensi petani tiap tahun akhirnya menurun drastis dan banyak dari generasi bangsa ini yang memilih kuliah di fakultas pertanian akan tetapi bekerja jauh dari kata pertanian. Jika di negara maju menjadi seorang petani digaji dan kehidupannya diperhatikan oleh pemerintah, maka hal tersebut seharusnya juga bisa diterapkan di Indonesia.

Lantas mengapa hal tersebut belum dilaksanakan padahal Indonesia adalah salah satu negara agraris terbesar di dunia? Pertanyaan ini mungkin bisa dijawab oleh para elite-elite bangsa ini dan para pengambil sekaligus pembuat kebijakan regulasi.

Petani kecil tidak memaksa negara harus menggaji mereka. Akan tetapi, negara seharusnya hadir untuk membantu mereka dalam mempertahankan apa yang menjadi hak salah satunya harga produk. 

Segudang permasalahan dalam dunia pertanian Indonesia ini bukan muncul dalam waktu sekarang ini, akan tetapi sudah sejak dulu bahkan ketika Indonesia masih dijajah Belanda. 

Sudah dari dulu petani-petani kecil yang menjadi tumpuan bangsa menjadi korban yang pengorbanannya seakan tidak dipedulikan oleh kalangan menengah atas apalagi kalau sudah masuk golongan elite.

Merasakan lahir di kelurga petani kecil membuat saya paham dan mengerti bahwa dunia pertanian itu memang keras. Petani-petani kecil sering kurang dianggap dan diperhatikan keberadaannya serta kesejahteraanya, apalagi petani yang hanya memiliki lahan kecil dan modal sedikit (petani gurem).

Baca Juga: Imajinasi Petani

Tiap tahun profesi petani di Indonesia berkurang drastis. Ada karena faktor usia, dan yang paling fatal adalah regenerasi petani yang sangat lambat. Berkurangnya para petani-petani ini jelas menjadi ancaman bagi kelanjutan bangsa Indonesia. 

Bisa dibayangkan bahwa setiap hari ada kurang lebih 267 juta jiwa rakyat Indonesia yang butuh makan dari hasil pertanian. Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018 pekerja di sektor pertanian tercatat hanya 35,7 juta orang atau 28,79 % dari jumlah penduduk bekerja 124,01 juta jiwa. 

Angka ini kembali menurun d imana pada tahun 2017 pekerja di sektor pertanian tercatat 35.9 juta orang. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian serius untuk segera diatasi oleh pemerinta Indonesia. 

Dengan demikian, masihkah Anda ragu untuk menghargai petani-petani Indonesia sedangkan tanpa mereka Anda tidak akan pernah bisa makan? Mulailah dari hidup kita agar tidak membuang-buang makanan.