Seperti yang telah dirasakan bersama, puncak pesta demokrasi rakyat Indonesia baru saja usai pada tanggal 17 April 2019 lalu. Setiap warga pasti memiliki alasan di balik tindakannya dalam menghadapi pesta demokrasi yang dilaksanakan lima tahun sekali ini. Tanggapan positif dan negatif telah biasa mewarnai pesta demokrasi bangsa ini.
Sebagian masyarakat merasa puas akan penyelenggaraan pemilu yang dianggap telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun tidak sedikit pula yang menyoroti kekurangan dalam pelaksanaan pesta demokrasi ini, seperti kasus sebagian masyarakat yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya dan juga surat sura yang sudah dicoblos.
Beragam komentar dan sikap pasca pemilihan umum telah menghiasi kehidupan kita baik dalam keseharian dan juga media sosial. Hal lain yang disorot seusai kegiatan ini tentu saja hasil perolehan suara sementara tiap pasangan calon. Kedua kubu memiliki sumber referensi tersendiri dan dari sini muncul berbagai isu mengenai kebenaran sumber terkait.
Di tengah arus globalisasi ini, perang urat syaraf di laman sosial media pun sering terjadi dan seolah tanpa ujung dalam melontarkan pembelaan terhadap masing-masing pasangan calon. Kedua kubu dengan mudahnya tersulut oleh berbagai pemberitaan mengenai pasangan calon yang mereka dukung.
Rendahnya minat baca juga merupakan salah satu faktor yang turut memperkeruh suasana dalam menanggapi berbagai pemberitaan yang beredar, sehingga tidak sedikit kesalahan dalam penarikan kesimpulan pada suatu berita yang beredar di tengah masyarakat saat ini.
Contoh ringan ialah pada cuitan Bapak Joko Widodo, tanggal 18 April 2019 kemarin pada laman Twitter beliau yang membawa kabar mengenai ucapan selamat atas pelaksanaan pemilihan umum 2019 yang berjalan lancar dan damai oleh beberapa kepala pemerintahan negara lain.
Namun mirisnya pada cuitan tersebut, komentar yang dilontarkan oleh pengguna Twitter lain ialah mengenai hasil perolehan suara sementara dan sejumlah isu negatif yang turut mewarnai pesta demokrasi yang tidak disinggung sama sekali oleh beliau [1].
Kondisi seperti ini tentu saja menimbulkan rasa khawatir bagi sebagian masyarakat yang terus mengamati situasi perang kedua kubu mengenai hasil perolehan suara sementara, karena memang proses penyelenggaraan pemilu belum usai dan pengumuman resmi baru akan diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 22 Mei 2019.
Dengan melihat kondisi usai pemilihan umum seperti saat ini, sebagai warga negara yang baik alangkah lebih baik jika kita mencoba bertindak bijaksana dalam menghadapi berbagai berita sembari mencari kebenaran dan berusaha untuk berpikir dua kali sebelum melontarkan komentar.
Kita sama-sama meyakini bahwa Bangsa Indonesia ialah bangsa yang luhur dengan Pancasila sebagai sistem etika bangsa yang mengandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan seperti yang terdapat pada tiap sila di dalamnya [1].
Dengan lima aspek tersebut seharusnya kita dapat memahami batasan dan ketentuan dalam menyikapi berbagai isu seputar pemilihan umum yang terjadi saat ini. Pelaksanaan pemilihan umum pun telah diatur dalam Undang-Undang, mulai dari tata cara pelaksanaan, penentuan hasil, hingga penyikapan terhadap kasus tertentu.
Termasuk juga berbagai kasus yang dianggap bagian dari kecurangan dengan harapan mampu menegakkan nilai keadilan dalam Pancasila. Kondisi ini seharusnya mampu membuat proses demokrasi yang dilaksanakan lima tahun sekali dapat menjadi sebuah pelajaran bagi kita dalam menyikapi proses selama pesta demokrasi.
Pembelajaran dalam menyikapi pesta demokrasi ini dapat dimulai dari pra-pelaksanaan, puncak pelaksanaan, hingga pasca-pelaksanaan sehingga nilai etika Pancasila yang lain seperti kemanusaiaan dan persatuan dapat dijunjung tinggi terutama dalam memberikan komentar seputar pesta demokrasi.
Tentu hak semua orang dalam memberikan opini, namun apakah opini tersebut relevan dengan data, atau hanya semangat menggebu untuk mempertahankan kubu dan saling menjatuhkan kubu lawan? Apakah hal demikian sesuai dengan etika Pancasila? Bukankah kita masih menginginkan persatuan bangsa?
Sebagai peserta pesta demokrasi saat ini ada baiknya jika kita terus mempelajari kondisi politik Indonesia tidak hanya lima tahun sekali, dengan harapan nanti pada pemilihan umum selanjutnya kita dapat mengetahui lebih banyak informasi mengenai negara kita sembari memahami visi, misi, dan program kerja tiap pasangan calon presiden.
Dan untuk pesta demokrasi tahun ini, mari kita terus mengevaluasi proses yang terjadi selama penyelenggraan, baik evaluasi bagi tim penyelenggara dan juga bagi diri kita dalam bersikap sembari menunggu hasil resmi dari KPU dan tidak segan melaporkan tindakan yang dianggap kecurangan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Tindakan proaktif masyarakat seperti ini sangat diperlukan agar setiap kasus yang terjadi dapat diselidiki dan diproses sesuai hukum yang berlaku oleh Mahkamah Konstitusi. Terakhir, satu hal yang penting ialah siapa pun presiden terpilih nanti, kita semua adalah Bangsa Indonesia yang harus tetap bersatu dalam naungan Pancasila.
Referensi
- Ahmad Intan, 2016, Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi Cetakan 1, Jakarta, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.
- https://twitter.com/jokowi/status/1118873075573903360