Istilah Produk Domestik Bruto (PDB) cenderung familiar bagi berbagai kalangan baik yang berlatar belakang ekonomi maupun nonekonomi. Hal ini karena PDB sering dikaitkan pada berbagai hal.
PDB sering menjadi tolok ukur saat membicarakan defisit (misalnya bahwa patokan defisit tidak boleh lebih dari 3% PDB), utang pemerintah (maksimal 60% PDB), rasio pajak, dst. Banyak hal mengacu pada PDB. Wajar, karena PDB merupakan ukuran kemampuan produksi suatu negara.
Dilihat dari definisinya, Produk Domestik Bruto merupakan nilai tambah bruto atau balas jasa faktor produksi yang dihasilkan di wilayah domestic suatu negara yang timbul akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam periode tertentu. Penekanannya terletak pada aspek wilayah, yaitu siapa pun yang berada di Indonesia yang berproduksi. Baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing.
Secara teori, PDB dapat dihitung melalui tiga pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Di Indonesia yang paling familiar adalah pendekatan produksi dan pengeluaran. Pendekatan pendapatan relatif sulit dilaksanakan terlebih di Indonesia.
PDB pendekatan produksi diperoleh dari selisih nilai barang dan jasa yang dihasilkan dikurangi bahan bagi (input) ditambah pajak atas produk dikurangi subsidi atas produk. Sementara PDB pengeluaran diperoleh dari penjumlahan seluruh pengeluaran barang dan jasa untuk konsumsi rumah tangga, lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga.
Pada dasarnya, PDB akan bernilai sama apa pun pendekatannya.
Tahun 2010, di Indonesia terjadi perubahan tahun dasar PDB. Secara historis, BPS telah lima kali melakukan perubahan tahun dasar secara berkala pada tahun 1960, 1973, 1983, 1993, dan 2000. Perubahan ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas data PDB sehingga lebih valid untuk menganalisis pergeseran struktur dan pertumbuhan ekonomi.
Perubahan tahun dasar ini sejalan dengan PBB yang merekomendasikan bahwa perlu dilakukan perubahan setidaknya 5-10 tahun. Hal ini dikarenakan selama 10 tahun tersebut tentu terdapat banyak perubahan yang perlu diakomodasi baik secara internasional maupun nasional.
Setidaknya terdapat 5 alasan perubahan tahun dasar di 2010 antara lain (1) perekonomian Indonesia relatif stabil; (2) telah terjadi perubahan struktur ekonomi selama 10 tahun terutama di bidang informasi, teknologi dan transportasi yang berdampak pada pola distribusi dan munculnya inovasi produk.
Selanjutnya (3) adanya pembaruan konsep, definisi, klasifikasi, cakupan, dan metodologi sebagaimana dalam SNA 2008; (4) tersedianya sumber data perbaikan PDB seperti data Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) dan Indeks Harga Produsen; dan (5) tersedianya kerangka kerja SUT yang digunakan untuk menetapkan PDB.
Untuk data PDB tahun dasar 2000, data PDB tersedia hingga tahun 2014. Sehingga terdapat dua data PDB tahun 2010-2014, yaitu dengan tahun dasar 2000 dan tahun dasar 2010. Apabila dibandingkan, maka PDB dengan tahun dasar baru lebih besar nilainya. Hal ini dikarenakan metode penghitungan dan cakupannya lebih luas.
Negara lain juga melakukan penyempurnaan pendataan PDB. Perubahan yang ekstrim misalnya di Ghana. Nominal PDBnya berubah hingga mencapai 60 persen. Ghana merubah tahun dasarnya tahun 1993 ke 2006 (atau dalam periode 13 tahun). Sementara itu, Indonesia melakukan perubahan tahun dasar dari 2000 ke 2010 mengakibatkan nilai PDB berubah senilai 6,5 persen.
Bentuk perubahan selain dari sisi nilai juga dari sisi klasifikasi baik untuk PDB menurut produksi maupun pengeluaran.
Hasil penyesuaian dari tahun dasar 2000 ke tahun dasar 2010 menyebabkan peningkatan jumlah klasifikasi lapangan usaha dari 9 kelompok menjadi 17 lapangan usaha sebagai berikut. Ada lapangan usaha yang dipecah dan ada yang tetap namun terdapat perluasan cakupan. Hal ini didasarkan pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2009.
Sumber: dipotong salin dari publikasi BPS
Perubahan ini perlu diperhatikan. Bila misalnya ingin menganalisis salah satu sektor misal Jasa-jasa kita akan melihat bahwa sektor ini mulanya akumulatif kemudian saat terjadi pembaharuan terpecah masuk dalam 6 lapangan usaha.
Artinya, analisis sektor jasa secara umum relatif sulit dilakukan untuk tahun dasar 2010 karena sudah terpecah ke berbagai sektor. Analisis data jangka panjang dapat dilakukan bila memiliki data mentah dan menjumlahkan sendiri data tersebut.
Selain perubahan klasifikasi pada PDB menurut lapangan usaha, terjadi pula perubahan pada klasifikasi PDB menurut pengeluaran. Namun, perubahan tersebut tidak sebanyak pada PDB menurut lapangan usaha sebagai berikut.
Sumber: disalin tempel dari publikasi BPS
Perubahan yang cukup signifikan terjadi pada pengeluaran konsumsi rumah tangga. Pada tahun dasar 2010, pengeluaran konsumsi rumahtangga terbagi dalam pengeluaran konsumsi rumah tangga, konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT), dan sebagian masuk dalam perubahan inventori.
Sementara itu, perubahan pada pengeluaran konsumsi pemerintah untuk tahun dasar 2010 yaitu sebagiannya masuk dalam pos Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).
Sejauh ini, data BPS hanya tersaji hingga subsub sektor. Oleh karena itu, terdapat keterbatasan dalam menganalisis misal untuk salah satu sektor saja.
Ini juga dapat menjadi masukan bagi BPS, bahwa meski terdapat pembaharuan perlu dipublikasikan pula data menurut penghitungan lama. Hal ini dikarenakan bahwa untuk melakukan analisis komprehensif perlu menggunakan time series yang panjang. Bila setiap 5 atau 10 tahun terjadi penyesuaian tanpa keterangan detail maka ada kekhawatiran mislead bagi analisis-analisis terkait.