Childfree merupakan sebuah istilah yang merujuk pada pasangan atau seseorang yang memutuskan untuk tidak memiliki anak. Berbeda dengan childless, dimana childless merupakan kondisi seseorang yang tidak memiliki anak karena faktor keadaan.

Mudahnya, childfree merupakan pilihan yang dilakukan oleh pasangan atau seseorang, sedangkan childless dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keguguran ataupun kondisi fisik dan biologis lainnya.

Childfree marriage adalah pilihan dan kebebasan setiap orang termasuk perempuan dalam memilih. Namun nampaknya childfree belum bisa diterima secara gamblang di indonesia. Hal ini dipengaruhi oleh konstruksi sosial, stigma, dan budaya ketimuran dalam masyarakat.

Belakangan, banyak pemberitaan mengenai perempuan-perempuan yang memilih untuk tidak memiliki anak. Ini bukanlah suatu fenomena yang baru, karena selama ini sudah banyak perempuan yang menyuarakan keinginan untuk tidak memiliki keturunan. Seperti misalnya influencer Gita Savitri beserta suami, yang menyatakan jika memiliki anak atau tidak merupakan sebuah pilihan dan bukan kewajiban.

Keputusan yang mereka ambil tentu menimbulkan banyak perdebatan dari netizen dan tidak sedikit juga masyarakat yang sampai mencemooh pilihan childfree tersebut. Mengingat kuatnya budaya patriarki di indonesia dan juga stigma sosial bahwa perempuan yang menikah harus memberikan keturunan dalam keluarga.

Selain Gita Savitri, ada juga pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak dengan dalih khawatir akan over populasi yang akan terus meningkat jika mereka turut membuat keturunan.

Pada dasarnya, hal ini berangkat dari tujuan yang baik, namun dalam kultur Indonesia pandangan seperti ini tidak mudah diterima oleh publik dan dianggap sebagai suatu penyimpangan.


Alasan Pasangan Menerapkan Konsep Childfree

Ada banyak alasan yang mempengaruhi pasangan atau seseorang memilih childfree. Alasan ini sangat personal dan setiap orang punya latar belakang yang berbeda-beda.

Ada yang memilih childfree untuk mengedepankan karier. Mereka ingin fokus mengejar kariernya dan tidak ingin terganggu dengan adanya anak dalam keluarga. Sebab, ada yang menganggap jika memiliki anak merupakan sebuah beban dan akan membuat kehidupan mereka menjadi repot.

Ada juga yang memilih childfree untuk alasan sosial. Mereka beranggapan jika populasi manusia di dunia sudah terlalu banyak. Oleh karena itu, mereka melakukan childfree dengan harapan over populasi akan terus menurun.

Dalam data yang dipublikasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), populasi dunia diproyeksikan mencapai 8 miliar orang. Dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 273,52 jiwa dan merupakan negara yang mendominasi jumlah penduduk di Asia Tenggara menurut laporan Waldometers pada akhir Januari 2023.

Dari data tersebut, tentunya akan amat berbahaya jika kepadatan penduduk tidak dikontrol dengan baik. Hal-hal buruk seperti kelaparan, inflasi, polusi, dan lain sebagainya akibat dari adanya over populasi bisa saja terjadi.

Selain itu, faktor ekonomi juga kerap menjadi pendorong pasangan melakukan childfree. Beban finansial keluarga yang terus membengkak setiap tahunnya membuat mereka tidak ingin memiliki anak. Sebab, jika terus dipaksakan untuk memiliki anak, ada kekhawatiran jika anak tidak bisa hidup layak.


Perspektif Hukum Mengenai Childfree

Berdasarkan Subyek pasangan suami-istri yang memilih childfree, maka terdapat rasionalisasi berupa hak privat yang tidak bisa sembarang disentuh orang lain. Pada dasarnya, hal ini menyatakan sikap dan pikiran yang merupakan pilihan privat dalam hal keluarga.

Terkait dengan ini, dalam UUD NRI 1945 telah menjamin kebebasan seseorang untuk menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 E Ayat 2 : “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran, dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.”

Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Pasal 10 Ayat (1) menyebutkan bahwa : “Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.”

Dalam hal ini aturan kita menyebutkan jika melanjutkan keturunan adalah hak setiap orang. Bukan kewajiban setiap orang. Artinya, tiap pasangan memiliki hak untuk tidak melanjutkan keturunan.

Disisi lain, ini berangkat dari kontrak perkawinan yang tidak memiliki kewajiban untuk memiliki anak. Hal ini bisa kita simpulkan dari makna perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 berupa :

“...Ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami dan isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.”

Dengan demikian, memiliki pemaknaan yang lebih sempit jika tiap pasangan memiliki kewajiban untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, bukan kewajiban untuk memiliki seorang anak.

Berbeda hal nya jika pasangan suami-istri sudah memiliki anak, maka dalam hal hubungan keluarga mereka memiliki kewajiban untuk mendidik anak sebaik-baiknya, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974. Ini lah yang menjadi rasionalisasi yuridis terkait pilihan untuk childfree bagi pasangan suami-istri.

Dalam kebijakan publik, pemerintah Indonesia pernah menerapkan permasalahan kepadatan penduduk dengan transmigrasi untuk meratakan persebaran penduduk, melalui pendekatan ekonomi yang mana pada era orde baru diperkirakan sejumlah 174.000 orang dengan fokus penyebaran di luar Jawa.

Selain itu, pernah diterapkan juga kebijakan Keluarga Bencana (KB) yang dirilis sejak era Soeharto dan mempunya hasil yang cukup signifikan dengan penurunan angka kelahiran dari kisaran 4% hingga saat ini nyaris mencapai 2%.


Dari sini bisa kita lihat, jika tidak ada yang salah dengan pasangan memilih childfree. Tidak memiliki anak merupakan sebuah pilihan, artinya memilih childfree bukan berarti pasangan tersebut tidak normal.

Banyak alasan yang mendorong pasangan untuk menerapkan childfree. Namun jika dilakukan di Indonesia, tentu hal ini bukanlah perkara yang mudah, karena dari sisi agama dan nilai-nilai yang dianut masyarakat Indonesia masih belum bisa menerima konsep tersebut.

Pasangan suami-istri yang memilih childfree harus berhati-hati saat bercerita terkait hal tersebut. Mereka harus siap dengan segala konsekuensi maupun pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dari orang terdekat maupun masyarakat.