Perkenalkan namaku Tri Puji Lestari, lahir di Tanah Datar 11 maret 2002, anak ketiga dari 5 bersaudara, dari pasangan Sujadi dan Sri Wahyuni. 

Kakak pertama ku bernama Rokimah, yang kedua bernama Solochin, adek pertama bernama Nur Alta Funissa, dan terakhir bernama Muhammad Al-Hafiz.

Saat ini aku masih sekolah di SMPN 1 Kelayang, kelas akhir. Berhubung kami sudah di tahap akhir masa sekolah, maka sangat banyak sekolah maupun pondok pesantren tingkat SMA yang bersosialisasi ke sekolahku.

Salah satunya ponpes as-syakirin,  mereka membawa beberapa perwakilan santri maupun santriwati yang berkecimpung dalam berbagai bidang yaitu bidang olahraga, sains, seni beladiri, dan tahfidz.

Jujur aku cukup tertarik dengan bidang olahraga dan tahfidz yang mereka sampaikan, Namun aku cukup tidak percaya diri bahwa aku bisa dalam bidang tahfidz, mengingat kemampuan membaca al-quran ku masih tahap pemula.

Akhirnya keinginan itu ku anggap sebagai keinginan sesaat saja. Setelah beberapa bulan kemudian, tibalah waktu penentuan dimana aku harus memutuskan untuk melanjutkan pendidikan .

Setelah melalui berbagai pertimbangan bersama keluarga, akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di MAN 1 Kuansing, berlokasi di kabupaten Kuansing, Riau.

Disana ada 3 jurusan yaitu IPA, IPS, dan Keagamaan.  Ayahku menyarankan untuk pilih jurusan Keagamaan, berhubung aku berkeinginan untuk hijrah memperbaiki diri, aku memilih jurusan keagamaan.

Setelah memilih jurusan, ternyata masih ada beberapa tahapan yaitu tes membaca al-qur'an, hapalan al-qur'an, akademik, dan psikologi.  Aku mengikuti tes selama 3 hari, dan hari ini adalah hari pengumuman hasil tes.      

Sejujurnya aku sangat ragu apa akan diterima  disekolah elit ini. Pada saat melihat pengumuman ternyata namaku berada pada nomor 64 dari 182 peserta.

Aku bersyukur akhirnya bisa melanjutkan pendidikan disekolah elit ini, 2 bulan setelah pengumuman itu barulah aku masuk sekolah disana.

Ini adalah pengalaman pertamaku harus jauh dari orang tua, jarak dari rumah ke sekolah ini kurang lebih 3 jam perjalanan.

Berhubung aku memilih jurusan Keagamaan, maka diwajibkan untuk tinggal di Asrama. Dan disemester awal ini juga kami diwajibkan untuk mengikuti camp bahasa arab.

Aku masih belum terbiasa dengan suasananya, dan bayang-bayang rumah masih terekam jelas dibenakku hal itulah yang membuatku menangis.

Keesokan harinya aku berangkat kekelas sendirian, karena belum memiliki teman. Tiba dikelas aku duduk dibangku urutan ketiga  dari depan.

Beberapa saat kemudian, seorang ustad masuk ke kelas dan memperkenalkan diri beliau. Nama ustad tersebut syawwaluddin selaku wali kelas kami.

Setelah perkenalan diri masing-masing, kami di perintahkan untuk membuat kelompok percakapan dalam bahasa arab. Aku tergabung dalam kelompok 2 yang beranggota 2 orang. 

Aku dan teman baruku yang bernama five akhirnya memulai menyusun kata demi kata sesuai yang diperintahkan dalam tahap percakapan bertema ta'aruf.

Tidak terasa sudah 2 semester aku lalui disekolah ini, tiba saatnya aku harus menentukan pilihan lagi yaitu camp bahasa inggris atau tahfidz.

Jujur aku kurang tertarik belajar bahasa inggris, jadi aku memutuskan memilih camp tahfidz. Ternyata yang menjadi pembimbing program tersebut ialah seorang syekh lulusan AL-AZHAR, Mesir.

Awal pertemuan, kami sangat kesulitan dalam berkomunikasi dengan beliau karena kami belum mahir berbahasa arab walau sudah mengikuti camp bahasa arab selama 6 bulan.

Setelah beberapa pertemuan, perlahan kami bisa berkomunikasi dengan beliau dan sedikit paham. Sistem program tahfidz versi beliau diwajibkan untuk menghapal dari juz 30 terlebih dahulu .

Aku pada awal daftar ke sekolah ini hanya hapal tidak lebih dari 10 surah pendek di juz 30 , tidak sebanding dengan teman ku yang sudah memiliki hapalan lebih dari 2 juz.

Inilah tantangan terbesar bagiku harus mengejar ketertinggalan dari teman yang lain, ditambah bacaan al-qur'an ku yang belum sesuai kaidah ilmu tajwid. Bahkan aku tidak mengerti hukum-hukum bacaan dalam ilmu tajwid itu seperti apa. 

Dengan tekad yang kuat, aku akhirnya bisa mengimbangi dengan teman yang lain. Disaat temanku bermain, bercanda, aku fokus menghapal sendirian di pojok masjid sekolah.

Tiba saat pertengahan semester, akan diadakan ujian tengah semester yaitu dengan sistem MHQ. Adapun soalnya akan dipilih sesuai hasil undian yang kita pilih. 

Aku mendapat urutan paling terakhir untuk maju, setelah soal dimulai dibacakan aku akhirnya bisa menjawab dengan tepat. Aku sangat bersyukur bisa lancar dalam menjawab pertanyaan.

Setelah ujian selesai, ternyata ada temanku yang merasa tidak adil disebabkan aku yang mendapat soal pertanyaan yang cukup mudah. Sedangkan dia mendapat soal pertanyaan yang cukup sulit.

Akhirnya aku dijauhi oleh teman-teman yang lain akibat hasutan darinya. Aku sangat sedih saat mengalami pengucilan ini, jujur hal ini bukan kuasaku . Ini murni dari hasil undian yang diambil oleh masing-masing.

Tetapi kenapa aku yang jadi korban kekesalannya, akhirnya aku pasrah saja dengan keadaan ini. Berselang 1 minggu kemudian hasil ujian pun dibacakan, ternyata nilaiku nyaris sempurna yaitu 98 aku mendapat nilai tertinggi dari pada yang lain.

Dan kekesalannya semakin menjadi setelah ia mengetahui bahwa nilaiku tertinggi dari pada yang lain. Aku hanya diam saja dengan sikapnya yang seperti itu.

Efek tidak aku respon kekesalannya itu, tidak berselang lama dia pun akhirnya mau menyapa ku duluan.

Dari peristiwa itu aku belajar, tidak semua orang yang turut senang atas keberhasilan yang kita raih dengan tekad yang kuat. Pasti ada orang yang tidak senang bahkan merasa iri.