Agama dalam lingkup kampus itu beranekaragam perbedaan, baik dari segi penyampaian, pemikiran, aliran, keyakinan, dan lain sebagainya. 

Perbedaan tersebut, dilatarbelakangi beberapa faktor, salah satunya lingkungan hidup seseorang dari tempat asalnya yang kemudian menyatu di lingkungan perkuliahan.

Tentunya menimbulkan banyak perselisihan. Lalu, bagaimana peran Mahasiswa dalam beradaptasi dan bagaimana solusi agar tidak terjadi persengketaan di antara dua belah pihak ? 

Tentu sikap toleransi Mahasiswa menjadi objek utama dalam isu kampus yang awal mula pernah gempar akibat salah seorang Mahasiswa memutuskan untuk berniqob di area kampus. 

Lalu, bagaimana tanggapan sobat kampus terkait bercadar di area kampus ? Apakah itu hal yang biasa atau perlu di interogasi untuk kejelasan ?

Larangan bercadar, justru datang dari kampus yang Islami.

Yang benar saja, hal tersebut terjadi di masa perkuliahan yang saya tempuh. Dimana ada satu kutipan berikut dunia politik kampus akan terjadi propaganda Islamofobia yang mengidentikkan cadar dengan terorisme atau jenggot dengan radikalisme," ujarnya. 

Bagaimana pendapat kita sebagai Mahasiswa, apa peran Mahasiswa kala itu ?. Tentu perlu kita ketahui alasan seseorang tersebut dalam cadarnya. 

Menurut Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin mengimbau, lembaga pendidikan bisa melakukan pembinaan melalui dialog persuasif terhadap mereka pengguna cadar. 

"Harus dilihat jika menggunakan cadar adalah motivasi keagamaan religiusitas ekspresi keberagamaan, tentu harus menjadi pertimbangan khusus para pimpinan perguruan tinggi untuk mempertimbangkannya," katanya. 

Opini tersebut muncul dari ormas-ormas tertentu (seperti: Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, HMI, FPI, HTI, dan sebagainya) yang dinilai tidak sejalan dengan pemikirannya, sehingga mereka beropini bahwa cadar identik dengan radikal. 

Cadar dinilai tidak mencerminkan Islam yang ramah dan menyejukkan. Dengan demikian memakai cadar di kampus, dinilai akan mengurangi Ukhuwah Islamiyah, sehingga interaksi sosial antar Mahasiswa terhambat.

Sehingga perlu kita tegaskan, bahwa tolak ukur yang dapat diklaim moderat yaitu komitmen, toleransi anti kekerasan, akomodatif budaya lokal, dan sebagainya. 

Implementasi bentuk pengaplikasian mahasiswa bercadar di kampus Islami yang moderat karena mereka masih menerima Pancasila sebagai ideologi Negara, menerima dan menganggap demokrasi sebagai sistem yang baik dan sudah diterima di Indonesia dengan ragam perbedaan, 

sehingga penting bagi kita seorang Mahasiswa untuk mengoptimalkan demo/kampanye moderasi agama kepada seluruh Mahasiswa khususnya yang eksklusif.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam  QS. Al-hujurat [49]: 13, sebagai berikut:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ Artinya: “Wahai Manusia ! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan Seorang Perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa”.

 Dari ayat tersebut mengisyaratkan untuk saling mengenal dan berinteraksi agar membantu dalam membangun peradaban yang damai dengan sikap toleran. Namun, dalam konteks memahami nilai-nilai moderasi agama, terjadi kecenderungan terpolarisasinya kedua belah pihak yang ekstrem. 

Dimana salah satu pihak berfokus pada teks tanpa berlogika dan sebaliknya. Sehingga terjadinya ketidakseimbangan dalam bersikap. 

Olehnya, sikap toleran dalam menerapkan nilai-nilai moderasi perlu diperhatikan serta dipraktekkan dalam kehidupan nyata. Sederhana kalimatnya seperti ini, dalam moderasi beragama perlu kita tanyakan pada diri sendiri terlebih dulu, 

Bagaimana cara diriku menghadapi perbedaan di Era Kontemporer, sehingga menjadikan toleransi sebagai pondasi terpenting dalam demokrasi untuk menjaga persatuan dan kesatuan dalam perbedaan”. 

Kalimat sederhana, namun sering terlupakan. Pada faktanya, sikap moderat merupakan Manifestasi ajaran Islam Rahmatan Li Al’alamiin yang perlu dipertahankan.

Menurut Shaharirmoderasi yang releven yaitu moderasi yang mampu mempertimbangkan nilai-nilai pokok utama akhlak (Ummahat Al-Fadail) dan kesesuaian terhadap tujuan syari’at (muqosid al-syari’ah), sehingga sesuai dengan prinsip Islam (Yahya, 2018). Adapun beberapa nilai moderasi agama, menurut Nur dan Mukhlis (2015) sebagai berikut:

Tawassuth (mengambil jalan tengah), yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak berlebihan dalam agama (ifrath) dan mengurangi ajaran agama (tafrith).

Tawazun (berkeseimbangan), yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang dalam berbagai aspek, serta tegas dalam membedakan prinsip inhiraf dan ikhtilaf.

I’tidal (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya, serta melaksanakan hak maupun memenuhi kewajiban secara proporsional.

Tasamuh (toleransi)

Musawah (egaliter), yaitu tidak bersikap diskriminasi terhadap perbedaan.

Syura (musyawarah)

Ishlah (reformasi), yaitu sikap mengutamakan prinsip reformatif untuk mengakomodasikan perubahan zaman dengan pondasi Mashlahah ammah dan al-muhafadzah ala al-qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah.

Tahadhdhur (berkeadaban), yaitu menjunjung tinggi nilai akhlak, karakter, identitas serta integrasi sebagai perilaku yang perlu ditanamkan dalam jiwa Mahasiswa dalam kehidupan Era kontemporer.

Dari konteks moderasi, agama menjadi objek yang perlu kita perhatikan di Era Kontemporer. Berikut salah satu kutipan seseorang. 

Semakin Islami seorang muslim, semakin ia cenderung tidak percaya kepada orang lain. Sehingga memiliki sifat tegas dan tegak dalam mempertahankan keyakinan dan pemikirannya yang telah tumbuh di masing-masing lingkungannya. 

Hal tersebut, menimbulkan korelasi negatif antar Mahasiswa dalam dunia kampus yang ragam pendatang. 

Sehingga Mahasiswa memiliki peran penting dalam menumbuhkan sikap toleran terhadap sesama Mahasiswa bercadar antar Mahasiswa, Mahasiswa bercadar antar dosen, dan sebagainya melalui argumen-argumen yang disampaikan dalam kampanye/demo.

Sebab, Mahasiswa merupakan generasi muda yang mampu mengubah peradaban, melalui pendekatan aktivitas berbasis keagamaan yang berkolaborasi dengan penggerak ormas kampus di bawah naungan lembaga dakwah, untuk membangun sikap eksklusivisme sehingga tumbuh nilai-nilai toleransi dalam jiwa Mahasiswa.