Isu gender di Indonesia bukan menjadi hal baru dan masih menjadi pembahasan yang sengit pada saat ini. Isu ini masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan, dan seluruh sektor pembangunan oleh banyak negara berkembang salah satunya ialah Indonesia.

Gender berbeda dengan seks. Gender merupakan perbedaan fungsi serta tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang lahir dari perspektif sosial budaya dan dapat berubah sesuai zaman. Sedangkan seks merupakan perbedaan jenis kelamin yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis. 

Perbedaan konsep gender secara sosial telah menimbulkan perbedaan peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakatnya. Secara umum, adanya gender telah melahirkan peran, fungsi dan tanggung jawab bahkan ruang tempat di mana manusia beraktivitas. 

Pengarusutamaan gender merupakan suatu kondisi yang sama dan seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh peluang, kesempatan, partisipasi, manfaat dan kontrol dalam melaksanakan dan menikmati hasil pembangunan baik dalam maupun luar rumah tangga.

Diskriminasi berasal dari pandangan masyarakat bahwa derajat perempuan dianggap lebih rendah dibandingkan derajat laki-laki. Hal ini berdampak kepada peluang kesempatan berbeda yang dapat diraih oleh perempuan dan laki-laki dalam kehidupan sosial. 

Stigma tentang diskriminasi perempuan ini masih belum berakhir hingga saat ini. Diskriminasi yang melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia serta kebebasan atas diri perempuan sebagai perempuan. 

Politik pada dasarnya merupakan upaya untuk mendapatkan kekuasaan, dan juga termasuk dalam kontrol pengambilan keputusan. Dalam dunia politik di Indonesia masih sangat didominasi oleh laki-laki, baik dari tingkat yang sederhana yaitu keluarga hingga ke tingkat sosial masyarakat bahkan tingkat politik formal. 

Kesetaraan gender sebagaimana yang diketahui adalah produk impor dari negeri barat tentang adanya tuntutan untuk keseimbangan peran di dalam relasi gender tersebut. Di Indonesia gender banyak diperbincangkan pada tahun 1980-an. Program yang dibentuk seperti Non Governmental Organization (NGO) lokal yang bekerja sama dengan NGO internasional, sehingga banyak menyadarkan tentang relasi gender yang berada di Indonesia.

Demokrasi erat kaitannya dengan politik. Konsep dari demokrasi itu sendiri ialah politik pemerintahan oleh rakyat. Di dalamnya terkandung makna “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dalam terminologi politik yang bias gender, untuk waktu yang lama, pengertian partisipasi “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” hanya diartikan secara terbatas untuk beberapa kalangan tertentu, dan tentunya perempuan tidak termasuk di dalamnya. 

Perempuan merupakan perwakilan dalam menyuarakan kepentingan perempuan. Dan kepentingan ini masih sering diabaikan oleh beberapa kalangan, bahkan oleh kalangan perempuan itu sendiri. Pada dasarnya kepentingan perempuan akan lebih baik jika disuarakan oleh perempuan sendiri karena mereka sesungguhnya paling mengerti yang dibutuhkan perempuan.

Ada berbagai pergerakan yang telah dilakukan oleh perempuan Indonesia, seperti Dharma Wanita, Dharma Pertiwi, dan PKK yang masih berlanjut di era orde baru ini. Tidak hanya dalam kalangan ranah masyarakat, dalam lingkungan kampus sudah terdapat banyak aktivis perempuan yang berusaha untuk menyuarakan pendapatnya, dan juga membela penindasan oleh kaum laki-laki.

Harapan dengan adanya gerakan-gerakan gender di Indonesia ialah guna memberikan perspektif yang sama dalam hal keterlibatan perempuan dalam politik, tetapi dalam hal ini perempuan masih sering mendapatkan diskriminasi dalam menggunakan hak politiknya. 

Perspektif bahwa perempuan tidak dapat menjadi pemimpin karena mereka dianggap tidak dapat berlaku adil dan lebih menggunakan hati menjadi landasan kurangnya legitimasi yang di berikan kepada perempuan. Namun, tidak sedikit kita lihat banyak perempuan yang sukses dalam melenggangkan kemampuannya di bidang politik.

Sesuai dengan Undang Undang menjamin hak keterwakilan perempuan dalam kekaryaannya di berbagai jabatan publik, misalnya, pasal 46 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM menyebutkan bahwa, sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang ditentukan.

Demikan pula, pasal 49 ayat (1) UU tersebut menyebutkan bahwa, wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang undangan (Departemen Hukum dan Ham).

Pada dasarnya perempuan juga merupakan bagian dari masyarakat yang harus didengar aspirasinya dan keterwakilannya pada berbagai sektor. Pemikiran baru sangatlah penting guna memberikan kesetaraan dan pemenuhan kebutuhan yang rata baik bagi laki-laki maupun perempuan. Pada saat ini walaupun sudah terbukanya pintu politik bagi perempuan, tetapi masih saja ada tindak diskriminasi yang dilakukan sehingga masih saja sulit untuk perempuan untuk mendapatkan haknya dalam berpolitik.

Perlu adanya peningkatan kualitas terhadap sumber daya manusia mengenai pemahaman gender sehingga stigma-stigma negatif yang terus muncul terhadap masing-masing gender dapat di selesaikan. Harus dengan berbagai upaya untuk memperjuangkan kesetaraan gender dalam kehidupan berpolitik, yang nantinya mampu mengubah pola pikir budaya patriarki bagi masyarakat.

Selain itu, perempuan sendiri juga harus terus meningkatkan kemampuan mereka di berbagai sektor agar dapat bersaing dengan laki-laki. Dengan begitu dapat menciptakan suasana ramah gender dan menjawab pengarusutamaan gender tersebut. Keterwakilan perempuan sangatlah penting agar kebijakan - kebijakan yang dikeluarkan dapat jelas dan tidak hanya mengacu pada satu gender saja.