Suara gemercik air mengalir mengheningkan sejenak perbincangan menarik sore itu. Alhasil timbul pelbagai renungan-renungan kritis memaknai kaum muda. Sarat dengan semangat hingar-bingarnya atas sikap perilakunya. Rhoma Irama pun menyiratkan kaum muda dalam lagunya berjudul “Darah Muda,” sarat dengan ciri kawula muda.

Optimisme nampak dalam kelopak mata pemuda. Ia tak pernah sesekali ragu ataupun bimbang. Kebimbangan hanyalah bagi mereka yang kurang beruntung memaknai pemuda. Muda dengan darah panas bertanda penuh semangat, sejatinya pemuda memang kentara dengan semangat mereka.

Seorang Hatta Muda begitu percaya diri. Ia tak pernah takut walau taruhannya ialah nyawa untuk mendirikan Perhimpoenan Indonesia (PI) sebagai basis perlawanan kolonialisme di tanah kolonial Belanda. Syahdan, darah mudanya memantik darah muda lainnya untuk tahu menyoal perjuangan kelas agar luput dari keterkungkungan.

Patutlah kiranya, harapan itu ditanamkan pada diri pemuda. Walakin, realitas memberi gambaran tersendiri mengenai pemuda. Mengenai sepiring nasi pun, kita juga tahu, adanya gerombolan yang berdesakan di pojok kota bila golongan tua tak memiliki keberpihakan untuk rakyat papa. Kaum Muda akan rela dirinya mengorbankan ide pikirnya menuntaskan permasalahan karena masih ada segelintir yang susah mendapatkan sepiring nasi.

Pemuda itu selalu berbicara lantang. Tanpa konsumsi nasi yang cukup, tak menjamin, semangatnya bisa disalurkan dengan baik. Suatu ketika, di pojokan kampus, pemuda berkumpul membahas apa saja termasuk isu pendidikan dan ekonomi yang sedang berkembang. 

Penjual nasi di tepi toko, terpaksa menaikan harga lontong sayur kesukaan para pemuda. Lantas, obrolan rasa pedih bila harga mengalami kenaikan tak terbendung, -minimal dapat mengurangi derita pikir di kepada penjual sayur.

Pemuda dan sepiring nasi, nampaknya juga tak bisa luput dari keterkaitan penjual lontong sayur. Sektor produksi pakan terganggu, pemuda akan semakin nyaring bersuara. Bersuara atas penderitaan ketidakadilan. Ketidakadilan mendengar kemrucuk perut menahan lapar karena harga apapun naik, namun penguasa sedang sibuk plesir ke luar negeri dengan dalih riset pengembangan pembangunan.

Bila kita tilik dari kacamata lebih progresif. Bisa dibilang Gubahan Benedict Anderson berjudul Revolusi Pemuda, adalah buku refleksi kita mengenai kaum muda agar menanamkan spirit kuat mengampu nafas-nafas perjuangan agar di kontemplasikan pada hari ini. Walaupun medio gubahan Anderson terpaut hampir tujuh dekade, masih relevan untuk kita baca dan merefleksikan bersama.

Perkembangan teknologi yang kian hari kian menjalar. Merubah konstruk pemikiran kaum muda memahami realitas. Belum lagi, perihal budaya pop yang kian berkembang. Kaum muda semakin berlomba-lomba berdandan laiknya pemuda kiwari, atau bahkan berlagak seperti pemuda Paman Sam yang berjoget riya tanpa tedeng aling-aling andhap asor.

Dalam Islam Syubhannul Yaum Rijalul Ghod, memberi kita pengilhaman bagaimana pemuda itu harapan bangsa. Bagaimana tidak, keberadaan pemuda itu, harus menjadi pengganti golongan tua yang suatu saat harus dipaksa berubah karena realitas yang ada. Setiap masa memiliki tanda dan capaian. Setiap pemuda mempunyai retorika tersendiri mengilhami perubahan.

Ziauddin Sardar intelektual islam asal Pakistan, mendedah aspek-aspek penting bagi kawula muda muslim yang kaffah. Keberadaan sardar dengan pelbagai karyanya itu, antara lain; Jihad Intelektual, Merombak Pemikiran Intelektual Muslim, bisa-bisa membawa kita melamun karena dipaksa tertegun atas renungan.

Bagi golongan muslim, terkadang sering terlena atas glorifikasi para pendahulu yang berdarah-darah memahami mengenai Islam dan Pengetahuan. Syahdan, itu semua membuat jumawa sehingga kita terlena oleh realitas yang perlu kita atasi. Seharusnya bisa beringas menembus batas realitas secara progresif.

Tepat pada 94 tahun, Sumpah Pemuda mengingatkan para kaula muda. Di tengah arus berubahan yang begitu kentara, sumpah pemuda dimaknai dengan peringatan upacara pengibaran bendera yang begitu khidmat. Apakah betul pemuda hari ini membaca realitas sebab musabab Sumpah Pemuda? Atau alasan lain karena takut tak dianggap nasionalisme?

Kita meyakini bahwa Sumpah Pemuda memiliki nilai luhur, tak bisa kita anggap sebagai bahasan remeh temeh. Ini semua menyoal kualitas kawula muda memahami betul sebab mengapa bangsa ini lahir. Adalah pemuda. Pemuda jadi bara api semangat hengkang dari ketertindasan kolonialisme ataupun dlsbh. Bila ada yang nyeletuk, bahwa kolonialisme itu sudah tidak ada, atau berubah. Betulkah?

Penjajahan hari ini tidak hanya dibaca secara empiris semata. Keterjajahan juga bisa lahir melalui ide. Ide dipaksa didikte seperti yang dibutuhkan oleh para penghamba kapitalisme sebagai poin utama rujukan hidup. Bila, kawula muda tidak membaca realitas secara obyektif dan kritis, lahirlah sebuah pemakluman akan melanggengkan keterjajahan-keterjajahan baru.

Perlu sebuah simposisum yang dilakukan secara kontinu. Maksudnya ialah, lokus-lokus muhasabah perlu dibentuk di beberapa spectrum terkecil hingga terbesar ranah sosial. Acap kali, kita sering menganggap kurang berguna pergumulan kontemplatif yang berbicara menyoal buku dan peradaban, dengan dalih tidak merujuk atas perputaran dan penghambaan terhadap modal. 

Perlu sekali untuk kita ingat. Adanya Sumpah Pemuda dan beberapa percaturan semangat perjuangan pemuda, lahir dari bilik-bilik terkecil untuk menyokong sebuah perubahan yang besar. Untuk kau pemuda Indonesia, rawatlah api nalar sehat tetap menyala, dan tak lupa sepiring nasipun kudu dipikirkan di tengah realitas yang terus berkembang. Sekian.