Presiden Jokowi mengakui bahwa Ibu Kota Indonesia akan dipindahkan dari Jakarta ke salah satu tempat di Kalimantan. Pengumuman resmi tentang rencana ibu kota pindah ini akan ia sampaikan pada bulan Agustus tahun 2019.

Jokowi menegaskan, pemerintah tidak akan tergesa-gesa terkait dengan pemindahan ibu kota negara, namun ia tetap menginginkan agar rencana pemindahan Ibu Kota secepatnya diputuskan.

Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro menuturkan, Pulau Jawa masih terlalu dominan untuk perekonomian Indonesia. Pemindahan Ibu kota juga dilakukan untuk mengubah mindset dari Jawasentris menjadi Indonesiasentris.

Bambang juga menuturkan bahwa pemindahan Ibu kota negara dari Jakarta akan diumumkan oleh Presiden. Lokasi pemindahan Ibu kota ada di Pulau Kalimantan. Namun ia belum menyebutkan nama provinsinya.

Sebagaimana diketahui bersama, pada bulan Mei lalu, Jokowi telah bertandang ke kedua tempat di Pulau Kalimantan yang dinilai berpotensi sebagai lokasi tujuan atas rencana ibu kota pindah. Kedua lokasi tersebut adalah Bukit Soeharto di Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Gunung Mas Provinsi Kalimantan Tengah.

Pihaknya juga menegaskan bahwa pemindahan Ibu kota ke Kalimantan harus menjurus ke arah konsep forest city atau Ibu Kota yang ramah lingkungan.

Bambang mengemukakan alasannya bahwa dipilihnya konsep forest city itu untuk menjaga agar Ibu kota Baru nantinya bersifat ramah lingkungan, dan kebetulan Pulau Kalimantan merupakan daerah yang dianggap sebagai hutan dunia.

Untuk mewujudkan Ibu Kota berkonsep forest City tersebut, bukan berarti harus membuat taman, namun maksudnya adalah jumlah pohon yang ditanam dan menjaga kondisi di ibu kota tersebut agar tetap hijau.

Pembangunan ruang terbuka hijau untuk ibu kota baru sendiri masih dalam estimasi cost project dan pembiayaan fisik Ibu kota negara rencananya akan dialokasikan sebesar Rp4 triliun dari sumber pembiayaan APBN, skema KPBU (kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha), serta pihak swasta melalui skema kerja sama pemanfaatan. Total estimasi cost project dan pembiayaan fisik untuk pemindahan Ibu kota negara sendiri sebesar Rp466 triliun.

Pemindahan Ibu Kota Indonesia ke luar Jawa tentu sudah seharusnya dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi beban Jakarta yang kian bertambah. Apalagi dengan kemacetan di Jakarta yang hanya libur saat lebaran, membuat ibu kota harus pindah. 

Selain itu, total kerugian yang diakibatkan oleh kemacetan di Jakarta mencapai puluhan triliun. Hal tersebut tentu menjadi salah satu pendorong agar pemerintah merumuskan rencana pemindahan Ibu Kota.

Faktor lainnya tentu berkaitan dengan masalah ketimpangan. Selama ini, pusat perekonomian masih bertumpu di daerah Jakarta dan Sekitaran Pulau Jawa. Padahal wilayah Indonesia tidak hanya Pulau Jawa saja.

Apalagi 58% perputaran ekonomi ada di Pulau Jawa. Sisanya dibagi di semua wilayah luar Jawa. Bahkan di Jabodetabek saja perputaran ekonomi mencapai seperlima atau 20 persen. Jika masalah ketimpangan tersebut tidak ditangani secara serius, maka ketimpangan akan melebar.

Wacana pemindahan Ibu kota muncul juga didasari juga oleh beban Pulau Jawa saat ini yang menanggung beban dan padatnya penduduk. Pada 2017, jumlah populasi di Pulau Jawa mewakili 60 persen dari jumlah penduduk Indonesia, sisanya dibagi ke pulau di luar pulau Jawa.

Penduduk sebanyak itu tentu membutuhkan air bersih dan ketersediaan pangan yang besar, sementara daerah konservasi, lahan pertanian, dan kawasan hutan makin berkurang.

Pakar Sosiologi Perkotaan Universitas Indonesia (UI) Paulu Wirutomo berpendapat, jika sebuah kota sudah mendekati titik-titik kepadatan yang sudah sangat membahayakan hidup orang, sebaiknya dicari jalan penyebaran agar sebuah kota dapat kembali berkembang. Strategi penyebaran penduduk yang paling efektif, menurutnya, yaitu dengan pemindahan ibu kota.

Dalam upaya ini, tentu pemerintah perlu belajar dari beberapa negara yang sukses dalam memindahkan lokasi ibu kotanya, seperti Brasil, Vietnam, Malaysia.

Keputusan untuk memindahkan Ibu Kota Negara Indonesia tentu bukanlah hal yang tiba-tiba muncul tanpa adanya kajian yang mendalam. Sudah sepatutnya seluruh masyarakat mendukung gagasan yang sudah diwacanakan sejak era Presiden ke-1 RI Ir. Soekarno, agar pembangunan negara Indonesia bisa merata dan menghilangkan kesan Jawasentris.