Tidak seperti bentuk pariwisata lainnya yang berkembang pesat karena adanya perluasan aksesibilitas dalam bentuk pengembangan transportasi, urban tourism atau wisata perkotaan menggunakan kota beserta artefak didalamnya sebagai daya tarik wisata utama (MacDonald, 2000:93) atau yang biasa disebut sebagai landmark.

Adiati, dkk (2018) menjelaskan bahwa setiap ibu kota negara pastinya akan menjadi salah satu destinasi wisata karena pertumbuhan kota yang cepat dan menjadi pusat setiap kegiatan seperti bisnis, pariwisata, dan sebagainya. Oleh karena itu, DKI Jakarta yang resmi sebagai ibu kota negara sejak 1964 telah menjadi salah destinasi wisata perkotaan di Indonesia.

Hakim (2017) yang menganalisis potensi wisata di DKI Jakarta berpendapat bahwa provinsi ini memiliki atraksi wisata yang lengkap, baik alam, budaya, maupun buatan.

Berdasarkan matriks destinasi yang dibuat oleh Myrza Rahmanita (2017) menunjukkan bahwa Jakarta Utara dan Jakarta Selatan memiliki atraksi wisata yang lengkap baik alam, budaya, dan buatan. Sedangkan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur memiliki atraksi wisata budaya dan buatan. Sementara itu, Kepulauan Seribu yang termasuk wilayah administrasi DKI Jakarta memiliki atraksi wisata alam.

Sektor pariwisata perkotaan di DKI Jakarta mendapat tantangan tersendiri karena adanya rencana pemindahan ibu kota negara. Presiden Joko Widodo telah meresmikan pemindahan ibu kota Repulik Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur pada tanggal 26 Agustus 2019.

Keputusan tersebut diambil atas berbagai pertimbangan, antara lain beban DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat bisnis yang dinilai sudah terlampau tinggi dan pemerataan ekonomi antara Pulau Jawa dengan wilayah di luar Pulau Jawa.

Bhima Yudhistira Adhinegara, seorang lulusan UGM Yogyakarta yang menjadi pengamat ekonomi dari INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) dalam wawancaranya dengan detik.com menekankan bahwa pemindahan ibu kota tidak menjamin adanya perpindahan kawasan industri. Pemindahan ibu kota ini dapat meningkatkan pembangunan sektor pariwisata di Kalimantan Timur karena adanya peningkatan jumlah kunjungan.

Namun, bagaimana dengan pariwisata di Jakarta yang akan kehilangan fungsi sebagai pusat pemerintahan dan administrasi negara?

Dampak pemindahan ibu kota terhadap pariwisata dan industri perhotelan di Jakarta masih menjadi topik hangat penelitian, mengingat industri perhotelan di perkotaan yang cukup bergantung pada jumlah pengunjung ke Jakarta sebagai pusat administrasi dan pemerintahan negara.

Selain itu, pemindahan ibu kota ini tidak menutup kemungkinan akan adanya pergantian fokus pusat bandara internasional yang saat ini dipegang oleh Bandara Soekarno-Hatta. Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan yang terletak di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur dinilai akan menjadi gerbang utama menuju calon ibu kota negara yang baru nanti. 

Pembangunan infrastruktur terutama bandara internasional sebagai gerbang utama ibu kota akan menjadi fokus pemerintah dan faktor penarik kedatangan wisatawan mancanegara dengan motivasi politik.

Sashi Rajan, wakil pimpinan penasihat strategis dan manajemen aset dalam JLL's Hotels and Hospitality Group menjelaskan bahwa keputusan mengganti status ibu kota Jakarta dapat berdampak negatif pada tingkat hunian di beberapa industri perhotelan dalam jangka pendek.

Sementara itu, Piter Abdullah selaku Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia berpendapat bahwa sektor pariwisata dan ekonomi di Jakarta dapat berjalan dengan lebih efisien setelah pemindahan ibu kota karena besarnya jumlah perpindahan masyarakat yang berstatus aparatur sipil negara (ASN) untuk mengikuti pemindahan kementerian atau lembaga pusat ke ibu kota yang baru.

Perpindahan masyarakat tersebut dapat menjadi peluang bagi pemerintah dan masyarakat di Jakarta untuk menata ulang kota yang dapat menekan jumlah kemacetan dan polusi sehingga Jakarta menjadi destinasi wisata yang lebih nyaman dan menarik untuk dikunjungi.

Sashi Rajan turut berpendapat bahwa pemindahan ibu kota ini dapat mendatangkan penghijauan di Jakarta yang menjadi anugerah bagi sektor pariwisata. Hal tersebut dapat mendorong penerapan konsep pariwisata berkelanjutan ke dalam perencanaan pengembangan sektor pariwisata di Jakarta.

Satu hal yang pasti adalah status yang terus dimiliki oleh Jakarta sebagai pusat bisnis tentunya memastikan bahwa mayoritas pariwisata MICE akan tetap berjalan di Jakarta. Berbagai event yang terselenggara di DKI Jakarta telah menjadi daya tarik bagi wisatawan terutama wisatawan domestik.

Selain itu, event menjadi hal yang penting dalam pariwisata perkotaan karena kebutuhan penyelenggaraannya yang dapat menciptakan kegunaan baru untuk lahan yang tertinggal dan kawasan industri yang tertekan (MacDonald, 2000:93), seperti Pekan Raya Jakarta (PRJ) atau Jakarta Fair sebagai pameran tahunan terbesar di Indonesia yang terselenggara di lahan bekas Bandara Internasional Kemayoran (bandara internasional sebelum Bandara Soekarno-Hatta).

Akhirnya, pengaruh pemindahan ibu kota ini dapat membawa dampak positif maupun negatif terhadap sektor pariwisata di DKI Jakarta. Hal tersebut bergantung pada bagaimana pemerintah dan masyarakat menyikapi perubahan dan kesempatan yang akan datang.