Islam adalah bagian dari budaya Arab yang tidak bisa diabaikan, bukan karena fakta sejarah, tetapi karena fakta sosial dan psikologis yang masih memiliki makna penuh pada tataran eksistensial. Islam transformatif sendiri merupakan salah satu wacana teologi modern dalam konteks Indonesia, khususnya pada era Orde Baru.
Dalam terminologi sosial, istilah transformatif ini sering dikaitkan dengan perubahan, artinya suatu perubahan yang utuh dalam hubungan timbal balik antara manusia, individu dan kelompok dalam bentuk, rupa, sifat, dll. Faktor yang terkait dengan proses perubahan sosial ini antara lain peran pendidikan, teknologi , nilai budaya dan gerakan sosial
Menurut Noeng Muhadjir, transformatif sosiologi dan antropologi merupakan perubahan besar dalam mengubah nilai-nilai budaya. Sedangkan menurut Al-Muslim, Islam transformatif adalah Islam yang menciptakan proses modernisasi atau modernitas yang bekerja dengan mengaitkan pemikiran keagamaan dengan gerakan transformasi sosial.
Sementara itu, Muslim Abdurrahman pertama kali mempopulerkan istilah "teologi transformatif" untuk memberikan orientasi pada paradigma baru. Menurut Mooeslim Abdurrahman, teologi transformatif ini merupakan alternatif dari orientasi paradigma "teologi modernisasi" dan "teologi totalis atau Islamisasi".
Dapat dikatakan bahwa teologi Islam transformatif sebagai teologi kontekstual ini merupakan teologi yang dapat dipahami dan dibahas secara dialektis sesuai dengan konteks problematis dalam menghadapi dinamika sosial, ekonomi, budaya dan politik. Perkembangan teologi ini bersifat praksis, yaitu kaum beriman diharapkan menggunakan teologinya untuk membangun kerajaan Tuhan di bumi ini, sehingga bumi ini penuh dengan kehidupan surgawi.
Biografi Singkat Adonis
Nama lengkap Adonis adalah Ali Ahmad Said Asbar, beliau lebih dikenal dengan Adonis. Ia lahir di Syiria pada tahun 1930. Ayahnya merupakan guru agama yang berlatar belakang Syi’ah dan ia belajar agama dari ayahnya.
Nama Adonis bukanlah nama asli, nama ini diberikan oleh Anton Sa’adah (pendiri dan ketua partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an). Adonis merupakan salah satu tokoh pemikir kontemporer yang memiliki ide dan proyek yaitu “Al-saabit wa al mutahawwil” atau yang Statis (Mapan) dan yang dinamis (Berubah). Proyek Adonis ini merupakan cara pandang Adonis terhadap tradsis Arab-Islam.
Adonis masa kecilnya bersekolah di Latakia, setelah itu ia melanjutkan studinya di Universitas Suriah di Damaskus, membenamkan dirinya dalam bacaan sastra dan filosofis. Selama belajar di universitas ini, ia menyebut dirinya hidamah al-'ilm (pengabdian pada ilmu). Adonis juga seorang pemikir multifaset yang eksentrik seperti menulis puisi, pentas teater, menulis buku filsafat, seminar ilmiah dan sejumlah kegiatan yang digelutinya.
Sebagai seorang sastrawan, karya-karya utama Adonis terdiri dari puisi yang bertema cinta, kepedihan, harapan, cita-cita dan sebuah visi yang mengurai kemanusiaan secara mendalam. Salah satu karyanya yang berkaitan dengan sastra yakni Dalila (Delilah, 1952).
Pemikiran Islam Transformatif Adonis
Nama Adonis ini merupakan nama salah satu legendaris Yunani yang dipujanya, yang lebih melekat pada dirinya. Karyanya yang penting ialah tentang Al-Tsabit wa al-Mutahawwil : Bahts fii al-Ittiba wa al-Ibda’ ‘inda al-‘Arab (yang tetap dan yang berubah: Kajian tentang Imitasi dan kreatifitas Bangsa Arab).
Buku di atas merupakan buku yang direncanakan oleh Adonis sebagai bacaan ulang atas sejarah Arab-Islam, khususnya dalam pencarian makna keotentikan. Sangat banyak pertanyaan yang muncul salah satunya ialah bagaimana sesuatu yang otentik itu?.
Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang membuat Adonis untuk mencoba menjawab. Dalam eksplorasinya, bahwasanya ia menyimpulkan ada empat karakteristik mentalitas bangsa Arab. Pertama, Ontologis, Bangsa Arab berorientasi pada teologisme, yaitu kecenderungan yang berlebihan dalam melihat Tuhan sebagai pusat dari segalanya untuk setia wujud. Sikap dalam hal ini memandang Tuhan yang kemudian direfleksikan dalam kehidupan realitas bangsa Arab.
Kedua, psikologis, bangsa Arab dalam karakteristik ini lebih berorientasi pada masa lalu. Artinya, bangsa Arab ini selalu melihat masa lalu itu sebagai simbolkemajuan, serta berkeyakinan bahwasanya jika ingin maju harus bermulasi dengan masa lalu.bagi mereka hal-hal yang yang baru dan jelas adalah spekulatif.
Ketiga, Ekspresi bahasa, bangsa Arab berorientasi bahwasanya nalar ini dapat dibedakan antara nalar yang bersifat ide ataupun dengan ucapan. Menurut Adonis hanya aka nada kreatifitas jiwa, karena ide ini selalu dianggap sebagai sesuatu yang permanen sebelum adanya ucapan.
Keempat, Peradaban, bangsa Arab pada era ini hidup dalam keadaan yang terasing dan penuh dengan kontradiksi, terutama dalam menghadapi modernitas. Mereka selalu berpikiran dalam paradigm masa lalu dan selalu hidup dalam baying bayangan Turats (segala sesuatu yang ditinggalkan oleh pendahulu).
Pernyataan yang diberikan Adonis memang cukup radikal, karena menurut pendapatnya sendiri orang-orang Arab tidak realistis, karena apa yang mereka pikirkan dan hadapi berbeda. Menurut Adonis, kondisi bangsa Arab tidak akan berubah sampai penghalang itu belum disingkirkan.
Dan bagi Adonis yang dibutuhkan itu bukan hanya perombakan atau dekonstruksi nalar arab, melainkan lebih dari hal itu, yakni penghancuran dekonstruksi sehingga transformasi yang diharapkan tercapai.