Lagi-lagi, kasus kekerasan seksual kembali terungkap dalam kurun waktu dekat ini. Seperti yang sudah anda tahu, kasus pemerkosaan mahasiswi UGM tengah ramai dibicarakan di khalayak umum setelah diberitakan oleh lembaga pers setempat.
Beragam petisi dan gerakan para mahasiswa UGM yang disebut aksi “UGM Darurat Kekerasan Seksual” dengan hashtag kitaAgni yang menuntut keadilan bagi korban mungkin kerap anda lihat.
Pada tanggal 30 Juni 2017, seorang mahasiswi UGM, Agni (nama samaran), melakukan KKN di Pulau Seram, Maluku, mengalami pelecehan seksual oleh rekan KKN-nya dengan inisial nama HS di sebuah pondokan. Si penyintas baru melaporkan masalahnya kepada sejumlah pejabat di lingkup Fisipol pada pertengahan 2017 hingga laporan itu diproses lanjut.
Kini, pihak UGM sudah membentuk tim investigasi untuk meneruskan kasus ini lebih dalam lagi agar keadilan berlaku bagi si penyintas dan jera bagi si pelaku. Tim investigasi telah memberikan rekomendasi berupa evaluasi nilai KKN, pemberian sanksi, serta konseling psikologi bagi korban. Respons UGM terhadap kasus ini juga sudah bertahap dan rencananya akan dibawa ke ranah hukum dengan persetujuan korban.
Anggap masalah ini sudah ditangani oleh pihak yang terpercaya dan kita hanya bisa menunggu hasil akhirnya nanti. Kini, izinkan saya membicarakan semua asumi yang mendesak ingin keluar sejak beberapa waktu yang lalu ketika saya membaca berita ini.
Apa sih pengertian sebenarnya dari pemerkosaan atau yang kerap disebut pelecehan seksual? Menurut saya pribadi, simpel saja. Ketika diri anda disentuh pada bagian intim tubuh seperti dada, paha, wajah, dan organ vital yang memberikan efek risih atau tidak nyaman pada diri anda.
Lalu, mengapa banyak kasus pelecehan seksual terjadi di negara ini? Konteks ini sudah termasuk ke dalam perspektif masing-masing. Tentang bagaimana penyuluhan mengenai seks di sekolah-sekolah atau masyarakat umum, cara berpakaian yang dianggap memancing lirikan kaum adam, serta tindakan yang seharusnya diambil oleh korban kekerasan seksual.
Sebenarnya, anda salah kalau beranggapan Indonesia merupakan negara yang sangat krisis pemerkosaan. Saya pernah membaca salah satu artikel tentang seluruh kasus kekerasan seksual yang terjadi di dunia. Ada Afrika Selatan yang menempati posisi pertama dengan hampir 500.000 kasus terjadi tiap tahunnya. Angka yang sangat fantatis, bukan?
Namun, saya setuju dengan pendapat bahwa negara ini masih loyo dalam melindungi hak-hak perempuan. Undang-undang tentang hak asasi manusia dalam negeri ini masih banyak yang perlu dibenahi lagi. Pertanyaannya, harus bertindak seperti apa pemerintah terhadap kasus ini?
Sebelum terkuak seperti ini, mahasiswi UGM yang mendapat perlakuan tak menyenangkan itu pernah diancam dengan nilai C pada ujian KKN-nya. Kok bisa? Ironis sekali kalau awalnya pihak UGM tidak ingin membongkar kasus itu karena masalah reputasi buruk kampusnya. Selain itu, mereka menganggap remeh pelecehan yang dialami korban.
Hampir sebagian orang akan mengapresiasi keberanian sang korban apabila ia melaporkannya ke pihak yang bertanggungjawab, namun tak sedikit juga yang akan melontarkan beberapa cemooh yang kerap menyudutkan korban. Melekatnya stigma sosial terhadap wanita yang telah mengalami pemerkosaan menakut-nakuti para korban untuk bercerita.
Lingkungan kita ini juga cenderung mendukung si pelaku, bukan korban. Akibatnya, keadilan tidak ada bagi korban-korban pemerkosaan. Pihak setempat harus dapat menciptakan ekosistem yang mensupport penyintas. Dengan anggapan ini, saya menyarankan masyarakat agar mengambil andil dalam menciptakan lingkungan yang nyaman bagi korban dan tidak memberi celah kepada pelaku.
Seperti perkataan salah seorang pejabat UGM yang mengatakan “Korban seperti ikan asin yang memancing kucing-kucing di sekitarnya.” Sungguh miris saya mendengar itu. Perempuan mana yang ingin dirinya dilecehkan, Pak? Pandangan-pandangan kuno seperti baju yang dikenakan perempuan terlalu mencolok atau terbuka benar-benar harus dikesampingkan. Kami pakai bikini, salah. Kami pakai hotpans, salah.
Masalah eksternal memang patut diperhatikan, tetapi internal seseorang juga memengaruhi tindakan orang itu. Kalau tidak ada niat mencelakai, mengapa pakai alasan nafsu? Pikiran kolot tentang cara berpakaian perempuan yang terbuka tampaknya tidak perlu dibesar-besarkan. Poin utama terkait terkait isu ini bukan pada cara berpakaian.
Pernahkah anda harus menahan rasa penasaran ketika bertanya tentang seks kepada orangtua, rekan, atau keluarga lain karena mereka tidak menjawabnya? Jika iya, anda telah mendapat doktrin yang salah. “Membicarakan seks itu adalah hal tabu.” Hei, para orang tua, kalian salah besar! Justru itulah anak anda menonton pornografi diam-diam karena hormon penasaran mereka.
Buka pikiran si kecil, Bunda. Ajari mereka hal-hal tabu yang semakin tabu bila tidak dibicarakan dengan benar. Mulai dari larangan-larangan seks, pubertas, penyakit HIV-aids, dan beberapa pengetahuan seks lainnya. Faktor keluarga dalam hal ini sangat berperan penting dalam perspektif anak ke depannya. Percayalah ini berguna!
Beralih dari keluarga, mari kita bahas kinerja pemerintah. Beberapa tuntutan yang saya setujui dalam aksi mahasiswa UGM kemarin adalah: menyelenggarakan pendidikan anti pelecehan terhadap mahasiswa baru, meninjau dan merevisi tata peraturan, dan menyediakan ruang aman bagi korban untuk melapor. Ketiga tuntutan itu menjadi masukan yang sangat penting untuk menyadarkan pemerintah.
Manfaat dari penyuluhan anti pelecehan itu apa, sih? Ujung-ujungnya juga sama saja, masuk kuping kiri, keluar kuping kanan. Kesalahan dalam menyampaikan pengajaran adalah kebanyakan dari mereka menggunakan presentasi powerpoint.
Seratus persen pelajar yang mengikutinya pasti akan terantuk-antuk. Bosan, cari teknik baru yang lebih inovatif. Anda bisa memakai contoh nyata sehari-sehari atau menuntun pelajar menonton adegan kekerasan yang tersedia di konten youtube. Dengan begitu, mereka akan merasakan sendiri kengerian dari sang korban.
Yang terutama di argumen ini adalah menyediakan ruang nyaman bagi korban untuk melapor. Tidak ada apapun yang dibutuhkan korban selain tempat bercerita setelah hal buruk itu menimpanya.
Sosok psikolog yang menemani korban juga harus paham dan dapat memposisikan dirinya dari sudut pandang korban. Tidak harus psikolog, kok. Sahabat, keluarga, pacar, atau guru-pun bisa dijadikan tempat curhat.
Akhirnya, anda sampai pada asumsi terakhir yang ingin saya beritahu. Kalau daritadi saya hanya membahas dari pihak pendukung, kini saya akan membahas dari pribadi masing-masing. Tepatnya, melindungi diri dan berusaha sebaik mungkin mencegah kekerasan seksual terjadi pada diri kita, kaum hawa.
Berhubung dengan masyarakat Indonesia yang menganggap masalah pakaian merupakan faktor penyebab utama kekerasan seksual, saya akan memaksa diri untuk menyetujui fakta tersebut. Lihat situasi dan waktu saat menentukan pakaian apa yang akan kita pilih. Para penjahat seksual rentannya beraksi pada tengah malam. Berhati-hatilah.
Semprotan lada atau cabai, lipstick yang di dalamnya terdapat pisau kecil bila diputar, dan segala macam benda aneh tersebut dapat menjadi andalan dalam menghadapi penjahat yang berkeliaran. Walaupun kadang hukum terasa tidak pantas atau tidak adil, namun cara ini cukup sukses bagi sebagian kalangan wanita kantoran yang pulang malam hari atau anak kuliahan.
Sadar diri kalau gender perempuan di negeri ini lumayan terancam keselamatannya. Maka dari itu, saya sarankan agar tidak bepergian sendiri ketika malam hari atau ke tempat sepi. Minimal ajak satu laki-laki agar keadaanmu semakin terjamin.
Setiap perempuan juga wajib dibekali bela diri agar dapat melawan apabila kondisi tidak memungkinkan untuk melarikan diri. Selain itu, kepekaan terhadap lingkungan juga dibutuhkan agar lebih mengurangi potensi kejadian itu menimpa kita.