Pada awal tahun pelajaran ini, kurikulum merdeka resmi diberlakukan. Tentu, sebelum diberlakukan, kepala sekolah dan para guru sudah berkenalan terlebih dulu dengan kurikulum baru ini melalui berbagai pelatihan dan seminar.

Sebagai guru, kami  harus segera bergandengan tangan dengan kurikulum baru. Meski, tidak langsung serta merta melupakan kurikulum sebelumnya. Beberapa kelas memang masih menggunakan kurikulum lama.

Sedangkan guru kelas 1 dan guru kelas 4 harus segera 'move on' dari kurikulum lama.

Layaknya pasangan baru, banyak sekali hal baru yang harus kami pelajari dengan cepat agar kami bisa menjalankan kurikulum ini dengan baik.

Mulailah kami berkenalan secara mendalam tentang isi, karakter juga kepribadiannya. Termasuk karakter dari kurikulum merdeka yang kami pelajari adalah kurikulum ini lebih fleksibel terhadap pembelajaran berdiferensiasi.
Menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas, tentu membuat para guru harus belajar lagi. Pun, mulai membiasakan diri untuk tidak hanya mengajar dengan metode pembelajaran berupa ceramah saja, misalnya.

Pembelajaran Berdiferensiasi
Setiap siswa memilki gaya belajar yang berbeda. Gaya belajar siswa visual tentu berbeda dengan siswa auditori maupun siswa kinestetik. Gaya belajar akan memengaruhi siswa dalam menerima pelajaran.

Mendengarkan guru yang menjelaskan materi, tentu saja akan membosankan untuk siswa yang lebih suka memvisualkan sesuatu. Maka sering didapati coretan di buku bahkan di bangku kelas 'karya' anak-anak visual.

Melihat berbagai rumus dan simbol matematika dituliskan di papan tulis  tentu akan menjenuhkan untuk anak yang menyukai ada 'suara' dalam kelas. Sehingga kemudian mereka saling berbincang dengan teman, menyenandungkan lagu sehingga kelas menjadi gaduh.

Sedangkan, untuk beberapa anak, pelajaran olahraga adalah pelajaran yang sangat membahagiakan. Bagi mereka, anak-anak kinestetik, selain pelajaran olahraga adalah saat-saat yang 'membelenggu'.
Dengan melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi ini, tentu agar dapat mengakomodasi semua perbedaan yang ada di kelas. Sehingga semua siswa dapat menikmati materi yang disampaikan oleh guru.

Disini, siswa bisa saling menghargai perbedaan yang ada di sekitarnya. Pun, meyakinkan bahwa setiap anak memang memiliki potensi yang berbeda.

Merealisasikan Pembelajaran Berdiferensiasi

Di awal tahun pelajaran ini pula, Dinas Pendidikan menggencarkan seminar-seminar pembelajaran berdiferensiasi untuk para guru.
Gaung dan semangat pembelajaran berdiferensiasi mulai terdengar semakin nyaring. Resonansi dari seminar-seminar itu merambah ke podcast-podcast pendidikan juga.


Di sekolah tempat saya mengajar, setelah mengikuti pelatihan pembelajaran berdiferensiasi, beberapa guru mulai mengaplikasikan pembelajaran ini di kelas.
Dari tiga pilihan diferensiasi yaitu, diferensiasi konteks, diferensiasi proses dan diferensiasi produk, salah seorang guru matematika memilih menggunakan diferensiasi produk dalam pembelajarannya.

Saat itu adalah materi tentang lingkaran dan sifat-sifatnya. Guru tersebut memberikan tiga pilihan kepada siswa. Untuk siswa visual, mereka bisa menjelaskan kembali tentang lingkaran dengan menggambarnya. Untuk siswa auditori, siswa akan mempresentasikan pemahamannya tentang lingkaran. Sedangkan untuk siswa kinestetik, siswa diminta membuat beberapa bentuk lingkaran.

Selama mengikuti pembelajaran, siswa terlihat lebih menikmati pembelajaran serta  antusias mengerjakan asesmen dari guru.

Pembelajaran berdiferensiasi yang sudah dilakukan oleh beberapa guru di sekolah bisa menjadi inspirasi bagi guru lain untuk mengaplikasikan pembelajaran berdiferensiasi di kelasnya juga. Namun, ternyata tidak serta merta seperti itu.
Beberapa guru masih belum tergerak untuk mengikuti jejak rekannya yang sudah menjalankan pembelajaran berdiferensiasi ini. Karena memang dibutuhkan effort  yang lebih besar daripada pembelajaran biasa.

Ketika kami berdiskusi tentang ini, beberapa guru masih kesulitan dalam pengelolaan waktunya. Mereka sudah terbiasa dengan ritme kerja, pun dituntut juga untuk tuntas dalam menjalankan tugas-tugas pokok keguruan. Sedangkan dalam pembelajaran berdiferensiasi membutuhkan waktu persiapan yang lebih banyak.

Selain itu, dalam pembelajaran berdiferensiasi, sangat membutuhkan iklim yang mendukung guru untuk melakukan pembelajaran ini.

Di sekolah tempat saya mengajar pula, sebelum pimpinan sekolah resmi memberlakukan pembelajaran berdiferensiasi, para guru masih enggan untuk melaksanakan pembelajaran ini di kelas.

Sehingga kemudian pimpinan sekolah membuat program khusus untuk implementasi pembelajaran berdiferensiasi. Pertama yang dilakukan adalah melaksanakan pelatihan pembelajaran berdiferensiasi untuk semua guru.

Disini, dijelaskan mengapa menggunakan pembelajaran berdiferensiasi. Dengan demikian para guru menjadi lebih memahami pentingnya pembelajaran ini.
Para guru juga mengisi kuesioner tentang gaya belajar sebagai simulasi bagaimana cara memetakan gaya belajar siswa. Setelah itu, dilakukan microteaching pembelajaran berdiferensiasi. Sehingga guru dapat melihat contoh kongkrit pelaksanaan pembelajaran ini di kelas.

Tidak hanya selesai dengan pelatihan saja, Pimpinan sekolah pun memberikan waktu khusus untuk guru membuat rancangan pembelajaran berdiferensiasi. Sehingga guru sudah memiliki persiapan sebelum melakukan pembelajaran.

Dan sebagai evaluasi terlaksananya program, Pimpinan sekolah juga akan mengagendakan program supervisi pembelajaran kepada guru. Disini, pimpinan sekolah akan memberikan saran dan masukan, serta menguatkan hal-hal baik yang sudah dilakukan guru ketika melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi ini.

Demikian, sehingga pembelajaran berdiferensiasi ini bisa terealisasi di kelas-kelas dengan baik. Pembelajaran berdiferensiasi ini tidak sekedar wacana atau topik menarik yang hanya didiskusikan. Pembelajaran ini dapat terealisasi ketika semua elemen pendidikan saling mendukung.

Pendidikan berkualitas, Indonesia Jaya!