Hak Asasi Manusia atau biasa yang disebut dengan HAM adalah hak mutlak yang melekat pada seseorang sejak lahir, baik di lingkungan keluarga, masyarakat atau dimanapun orang tersebut berada tanpa terkecuali.
Dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menjelaskan tentang Ketenagakerjaan (Undang-Undang Ketenagakerjaan) menegaskan bahwa ketentuan undang-undang, batas usia minimal tenaga kerja di Indonesia adalah 18 tahun.
Pengusaha atau perusahaan yang masih mempekerjakan anak yang belum berusia 18 tahun dapat dikenakan sanksi pidana. Sanksi pidana diatur dalam Pasal 185 ayat (1) dan 187 ayat (1), yaitu pidana penjara paling singkat 1 sampai 4 tahun, atau denda paling sedikit Rp.100 juta dan paling banyak Rp.400 juta.
Dalam UUD 1945 dalam pasal 28 B ayat (2) berbunyi: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Makna tersirat dari ketentuan ini adalah anak tidak boleh dipekerjakan sebagai pekerja. Anak merupakan generasi penerus bangsa yang ideal dan diharapkan dapat memainkan peran strategis dalam menjamin kelangsungan bangsa di masa depan.
Oleh karena itu, perlindungan dan jaminan harus diberikan untuk pemenuhan hak-hak anak dan perlakuan yang tidak diskriminatif.
Anak harus dapat tumbuh dan berkembang dalam kesehatan yang baik agar dapat mengikuti pendidikan dan jaminan kesehatan hingga dewasa dan kemudian mempersiapkan diri untuk profesi pekerja.
Kemiskinan merupakan salah satu faktor yang melatarbelakangi munculnya pekerja anak di bawah umur yang ada di Indonesia. Selain kemiskinan, pendidikan juga menjadi faktor munculnya pekerja anak.
Pendidikan orang tua yang rendah juga mempengaruhi pola pikir, anak-anak tersebut berpikir bahwa sekolah bukanlah lagi hal utama jika mereka dapat menghasilkan uang dengan bekerja.
Kondisi ekonomi yang tidak stabil di dalam keluarga memaksa orang tua untuk mempekerjakan anak-anaknya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Banyaknya anak yang harus bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri karena tidak lagi berhubungan dengan keluarganya. Beberapa anak juga harus bekerja untuk kepentingan orang-orang tertentu yang hanya menginginkan keuntungan materi.
Banyak dari tindakan pelanggaran ini dilakukan oleh orang terdekat seperti orang tua atau kerabat anak tersebu, dan pada umumnya anak-anak bekerja atas dasar keterpaksaan.
Di Indonesia sering kali ditemukan anak-anak yang di paksa bekerja di lampu merah seperti berdagang, mengemis ataupun mengamen.
Anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun merupakan masa di mana mereka membentuk karakter yang artinya mereka sangat membutuhkan sebuah pendidikan untuk membentuk karakter.
Anak-anak yang dipaksa bekerja di bawah umur biasanya berasal dari keluarga yang kurang mampu dan akhirnya terpaksa untuk bekerja atau berasal dari eksploitasi perdagangan anak. Kasus eksploitasi juga tinggi di Indonesia.
Biasanya mereka memanfaatkan media sosial untuk diiming-iming sejumlah uang kepada anak-anak di bawah umur. Oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab membawa anak di bawah umur dan mempekerjakan mereka dengan hasil yang tidak setimpal.
Mereka di paksa untuk bekerja dari pagi hingga malam hari hanya di upah dengan uang yang bernominal tidak besar atau rendah dan hal yang lebih buruk lagi mereka tidak di upah sama sekali.
Biasanya anak-anak yang menolak untuk disuruh bekerja mereka akan disiksa bahkan yang lebih parahnya lagi mereka tidak di kasih makan.
Masalah pekerja anak juga merupakan masalah global yang di hadapi oleh semua negara. Di beberapa negara, mempekerjakan anak di bawah umur merupakan hal yang dianggap tidak pantas.
Seorang pengusaha dilarang untuk mempekerjakan anak di bawah umur, adapun umur minimum anak tergantung dari peraturan di setiap negara tersebut.
Aturan lain yang mengatur keberadaan pekerja anak di Indonesia adalah UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 3 dinyatakan:
“Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera”
Dalam pasal 4 dinyatakan bahwa : "Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi."
Dalam Pasal 13 UU Perlindungan Anak disebutkan: “Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
(a.) diskriminasi, (b.) eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, (c.) penelantaran, (d.) kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, (e.) ketidakadilan, (f.) perlakuan salah lainnya.
Program Internasional untuk Penghapusan atau Penghapusan Pekerja Anak, atau IPEC (International Programme on the Elimination of Child Labour).
Program tersebut memiliki tujuan penghapusan pekerja anak dengan memperkuat kapasitas nasional untuk memerangi segala bentuk pekerja anak dan membangun gerakan global untuk memerangi fenomena pekerja anak.
IPEC adalah salah satu lembaga yang bekerja dengan ILO (International Labor Organization) untuk menerapkan strategi multi-sektoral secara bertahap yang memotivasi berbagai koalisi dan mitra dengan mengakui serta memelopori perjuangan melawan pekerja anak.