Di perantauan ku ukir sebuah cerita
Pahit manis telah kurasakan
Jatuh bangun pun sudah biasa
Lelah memang yang teramat sangat

Tak bisa ku pungkiri dengan bersandiwara
Air mata tak lagi bisa kutampikan
Terkadang raut wajah yang mengusam pun tak terkira
Sedikit ku berdusta dengan keadaan resah yang ku rasa

Setiap senja yang datang
Ku berjalan-jalan menyusuri kerasnya kota
Tak lagi bisa aku menyembunyikan rasa
Entah mengapa!

Namun ku pastikan pada senja
Bahwa aku masih menikmati setiap senja
Memandang matahari yang perlahan mulai menghilang
Hingga ku mengerti apa makna sebuah renungan dikala senja.

Noda Cinta

Ku kenali dia seorang wanita
Cantik memang parasnya
Lembut kata ucupannya
Indah pula keelokan penampilannya

Namun sayang seribu sayang
Elok kata buaian manis mulutnya
Tebar pesona dengan kecantikan parasnya
Menggugurkan dia sebagai wanita yang tinggi derajatnya

Dia datang saat dia butuh kita
Tak nampak semua sifat aslinya
Muak kini kudengan kata dari mulutnya

Biarkan ku teriakan pada senja
Biarkanku terdiam dan membisu di jalan senja ini
Biatkan ku ukirkan pahitnya di sela datangnya malam
Kumohon beri aku kesempatan
Untuk melupakan cinta yang telah di nodai dia dengan kata manisnya.

Tangisan Pujangga

Katanya cinta itu membuat kau bahagia
Katanya cinta membuatmu selalu ceria
Katanya cinta membuat kau lupa akan tangisan luka

Namun kini kau baru tahu salah memaknakan cinta
Kau dengan mudanya menjanjikan sebuat janji mengatas namakan cinta
Kau mudah mengobral dirimu agar diambil sesuatu yang berharga mengatas namakan cinta

Namun kau sadar pada akhirnya
Setelah dia dapatimu atas kesucianmu
Dan dia tinggalkan seribu luka pada dimu
Dia seakan tak peduli apa yang telah terjadi
Dan yang kau hanya bisa lakukan saat ini

Hanya meratap merenungi dan menangisi nasib burukmu
Nasibmu yang penuh dengan kebodohan
Atas kau salah mengatas namakan cinta yang buta.

Sesal Kau Baru Rasa

Hidup tak selalu mudah kau jalani
Terkadang kau akan dapati pula jalan yang berliku
Tanjakan bahkan jalan berkelok sekalipun terjam
Dalam hidup tanpa tujuan kau kan rasakan hampa

Betapa tidak kau kan menikmati makna kehidupan
Jiwamu akan diselimuti kehampaan
Entah kau akan berbuat apa jikalau kau tak berdaya
Tak usah kau berjanji pada semua orang
Bahwa kau siap dengan segala konsekuensinya

Kenyataan yang ada kau dapati benan yang tak setara dengan untaian kata
Kaukan rasakan perihnya amanah tak dapat kau selesaikan
Yang hanya kau dapatkan
Cacin, hinaan, bahkan pengadingan
Itupun atas apa yang telah kau torehkan dengan dusta.

Harapanku

Hari ini kurenungi disenja ini
Di tepi pantai juga ombak yang berisik
Memecahkan suasana
Saat terbenam matahari
Menjadi teman
Dan juga saksi keinginan hati

Bingung bimbang
Dengan keadaan diri
Yang hanya sebagian dari banyaknya rakyat bawahan
Mereka yang merindukan sosial
sejahtera katanya
Dari angka banyak kemiskinan
Di negeri ini

Tahukah kalian wahai para pemimpin Negeri ini
Di sini aku dan juga mereka
Masih menitipkan harapan
Yang kalian bingkaikan
Dengan imingan sebuah janji
Namun buktinya masih kini kami harapkan terjadi.

Kubawa dari Desaku

Waktu kecilku
Ayah serta ibu selalu bertanya
Apa yang jadikan cita-citaku
Di masa dewasa sampai tuaku

Indahnya saat kecil itu
Beban hidup belum terasa olehku
Bermain, bermain, dan bermain
Hanya itu didalam benakku
Yang masih dalam keluguan

Kecilku juga tak biasa jauh dari orang tua
Sampai waktu itu tiba
Pisahkan aku dari orang tuaku
Untuk sementara waktu
Sampai ku hampiri
Cita-citaku
Merantau jauh dari rumahku
Juga demi harapan dan do’a
Ibu serta bapakku.

Terserah Apa Katamu

Apa kau kata tentang aku?
Buruk dimatamu tak mematahkan semangatku
Kau bicarakanku dibelakang
Seakan aku tak tahu
Buruk aku dimatamu

Dalam ruang yang gelap
Kurenungi apa katak-katamu
Sepadankah dengan keadaan ceritamu
Yang aku begitu jatuh dimatamu
Marah tak menjadi ketenagan
Diam malah kau jadiakan pelampiasan
Bagaikan aku yang selalu salah dimatamu
Tak lagi ambil pusing diriku
Terserah apa katamu

Dimanfaatkan

Aku terlau bodoh
Aku terlalu lemah
Aku terlalu menyedikan
Kupatuhi dan kuturuti apa maumu
Kubantu setiap keinginanmu
Namun itu semua hanyalah kau manfaatkan aku

Kau datang kepadaku
Dengan segala tipu wajah dan tingkah lakumu
Halus perkataanmu
Tapi semua itu kau lakukan karna kau butuh aku
Aku kau manfaatkan

Saat kau ada butuh kau datang
Namun kau dapatkan padaku
Kau hilang raif bak tak kenal wajah padaku

Kau tak mencari aku saat kau tak butuh
Kau rak pernah melirik keadaanku saat kau tak butuh
Kau bahkan lupa diri pada akhirnya
Lupa akan bagaikan lebah yang singgah pada bunga
Dan terbang setelah kau dapat sari manisnya

Begitu bodohnya aku
Kau manfaatkan dengan mudahmu

Diam Sajalah

Begitu sepi di saat sendiri
Tak banyak pula cerita di saat sendiri
Hanya ditemani oleh kesunyian malam

Hampa memang yang kurasakan
Tak lagi ada bicara mulut ini
Seakan diam kaku dan tak berdaya

Entahlah
Mungkin kesendirian ini mengajarkanku
Atas intropeksi diri pribadi
Jauh memang dari keramaian
Sunyi senyap yang menghampiri
Namun tak mungkin lagi aku harus defresi
Atas apa kesunyian ini terjadi

Entahlah
Kapan lagi senyum ini akan pulih kembali
Tertawa tanpa terpaksa
Terhindar pula dari kesedihan hati

Ku rindukan sosok wanita yang dulu pernah singgah
Ia hibur hati ini dengan caranya
Tak pernah lupa aku akan hadirnya

Entahlah
Namun dia kenyataannya kini
Hanyalah kenangan kelam
Yang kini entak ku tak tahu keberadaannya lagi
Tak lagi pernah aku melihatnya
Tak lagi ada saling sapa

Semenjak kusadar
Akan dirinya yang telah mendua
Atas dirinya berdua dengan pilihannya
Meninggalkan ku saat ku merasakan apa artin hadirnya
Yang dulu sebagai semangatku
Kini tlah pergi dan mendua

Entahlah
Kini yang hanya ada
Sebatas cerita luka.