Dramaturgi merupakan dasar bagi setiap pertunjukan baik teater, mau kita sebut itu teater klasik, modern bahkan pasca modern. Jangkauan dramaturgi pun tidak hanya pada teater yang berbasiskan verbalitas a la teater realisme namun juga menyentuh pada teater fisikal, pantomim dan lain sebagainya. Sehingga dapat kita saksikan betapa pentingnya posisi dramaturgi dalam sebuah produksi pertunjukan teater.
Namun ketika kita berbicara terkait dramaturgi dalam diskursus pantomim semua orang akan mengatakan hal tersebut adalah hal yang rumit Kisanak!! Sebuah hal yang kesannya 'terlalu dipaksakan', 'diberat-beratkan' dalam sebuah tradisi pertunjukan yang 'hanya hiburan'. Bukankah yang penting dalam pantomim hanya kelenturan tubuh dan lucu semata?
Nah sungguh stereotipe demikian betul-betul kejam sekali! Tidak berperikesenian!
Mahasiswa teater yang mempelajari akting dan penyutradaraan di kampus seni akan belajar tentang teori-teori drama, plot, dasar-dasar penyutradaraan atau dasar-dasar pemeranan. Atas instruksi dan 'penugasan' dari dosen, mereka membaca sejumlah buku tentang dasar-dasar drama, yang paling umum direkomendasikan secontoh Dramaturgi dari Harymawan atau Panggung Teater Dunia yang ditulis Yudiaryani.
Dari buku tersebut kita dapat memahami bahwa interpretasi yang paling esensial dari karya teater berasal dari aliran, genre dan dramaturginya.
Nah pertanyaan yang mendasar untuk pantomim hari ini adalah, bagaimana dengan dramaturginya? Sangat sedikit jawaban yang bisa didapat dari pertanyaan tersebut. Bagaimana bahan sastra dari sebuah garapan pantomim, nyaris sepi dari pembacaan kita dalam penggagasan pertunjukan pantomim. Meskipun kita tidak menutup mata juga dengan adanya kelompok-kelompok seni yang mencoba membangun sebuah repertoar melalui bahan sastra.
Konsekuensinya ketika sebuah pertunjukan pantomim tidak dibangun dari sebuah dramaturgi yang rigid, pertunjukan yang dihadirkan bertendensi pada kaburnya ide utama yang ingin dihadirkan. Selain itu, sketsa dramatik yang ditampilkan barangkali kurang detail, sepi dari topik-topik minor dan fokus kepada gambaran besarnya saja. Itulah sebabnya, secara dramaturgial bahan sastra pantomim harus dituliskan.
Eduard Rozinsky menyebutkan bahwa bahan sastra pantomim harus ditulis dan diatur dalam bentuk plot yang mudah dipahami, karakterisasi tokohnya harus jelas. Rozinsky juga menjelaskan bahwa pantomim harus menekankan pada keragaman peristiwa yang dibuat, penyadaran bahwa pertunjukan adalah tontonan dan bukan pada storytellingnya. Sehingga ekspresi pantomimnya dapat beragam pula, apakah pertunjukan tersebut akan dibawa dalam bentuk humor, satiris, tragis, dll.
Jadi bagaimana kita dapat mementaskan sebuah pertunjukan pantomim dengan baik?
Pertama-tama, konsep pantomim tersebut harus disesuaikan dengan perangkat komposisi dramatik. Mahasiswa diajarkan dasar-dasar drama dengan menyusun struktur pertunjukan; tema, plot dan karakter. Tema yang aktual, peristiwa hari ini harus menjadi fokus dalam menetapkan tema pertunjukan pantomim; dia harus hidup dengan permasalahan masyarakatnya, memperjuangkan ide-idenya.
Dalam pantomim yang baik, gestur yang ditampilkan niscaya mencerminkan tujuan yang jelas. Ketika kita menonton Charlie Chaplin menampilkan citra Hitler, pada dasarnya kita menyaksikan representasi ideologi tersebut dalam gerakan representatif yang dihadirkan Chaplin. Artinya, gagasan yang tepat akan mengarahkan pada tujuan yang jelas, tujuan yang jelas melahirkan aksi yang tepat.
Lajos Egri mengatakan gagasan yang jelas akan mengantarkan penulis pada tema cerita yang jelas. Hanya tema yang murni, jelas, dan menggugah pikiran yang dapat menggairahkan hati penonton. Pemain pantomim harus mengungkapkan ide yang berguna bagi penonton. Sehingga dalam perwujudannya pemain Pantomim mampu menampilkan pertunjukan dengan cara yang cerdas, variatif, tepat dan spektakuler.
Jadi, apakah itu pertunjukan pantomim kecil atau besar, hal pertama yang harus diperhatikan adalah tema pantomim.
Aspek terpenting berikutnya adalah bahwa penulis bahan sastra pantomim harus mengenal baik sarana ekspresinya, elemen dasarnya. Penulis naskah pantomim harus mengetahui kemungkinan-kemungkinan dalam pengkaryaan pantomim, memilih cara berekspresi yang terkait dengan pantomim, dan yang paling penting, mengetahui teknik menulis konsep pantomim.
Dalam perspektif penggarapan, pemilihan bentuk atau gestur pantomim haruslah dengan seksama memerhatikan ilustrasi visual yang dipilih. Secara khusus, setiap gerakan atau aksi yang dipilih harus valid dengan apa yang hendak diceritakan. Dalam arti kata, mesti mengungkapkan isi batin dan untuk menghindari efek bias dari penceritaan. Dapat dipahami bahwa penggunaan bahan sastra berdampak khusus pada pengolahan sarana ekspresi.
Charles Aubert, dalam bukunya The World of Pantomime, mengatakan bahwa ekspresi penceritaan yang singkat dan ringkas dapat memudahkan aktor. Pantomim harus berorientasi pada tindakan, tindakan yang bertujuan, yang harus berfungsi untuk mengungkapkan peristiwa, untuk mengekspresikan ide.
Etienne Decroux, seorang reformator pantomim dan ahli teori pertama, mengatakan ketika ia menikmati sebuah drama maka bahan sastra dapat terlintas di matanya. Selanjutnya, ia mempertanyakan kemungkinan untuk menambahkan kata-kata ke pantomim? Gagasan tersebut terkilas oleh Decroux untuk mengantisipasi ketika sarana ekspresi eksternal melemah, atau lebih tepatnya ketika mereka tidak sepenuhnya terwakili.
Sampai pada bagian ini, kita memahami bagaimana pentingnya dramaturgi untuk penggarapan pertunjukan pantomim. Setiap pertunjukan pantomim membutuhkan bahan sastra atau dapat kita sebut sebagai skrip yang dapat membantu pengkarya atau aktor untuk menemukan detail-detail dalam pertunjukan. Bahan sastra tersebut juga yang dapat membantu penggambaran aksi dalam pertunjukan pantomimnya.
Semoga sedikit terpahamkan!