Aku menjelma nada-nada pagi
Tapi aku bukan suara dari surau
Bukan juga misa gereja
Perkabungan tanpa upacara
Menyergapku sepanjang waktu
Menyelindap suara pagi itu
Seperti harapan dari kejauhan
Aku mungkin tak sereligius
Anak-anak Bapa, atau perempuan tua
yang berdiri di bawah patung Bunda Maria
Di hari khidmat tengah kebun
Piano dimainkan dari kapel
Lalu kengiluan menjadi rintik air mata
Aku menjadi gembala baik
WEDUS
Aku dan aku lagi
Kamu dan kamu lagi
Bisakah kita berbicara tentang wedus
atau sapi, atau kerbau yang dengan tenang
Duduk dengan anggota keluarganya
dengan tenang di tepian danau yang biru
ULAR AIR
Ular air dengan baju garis-garis itu
Menyelam ke kedalaman
Di hari terik pukul 12:00 siang
Seperti anomali di tengah pohon beringin
Patung selamat datang yang begitu besar
Aku tanya kau mengapa ia membaca buku
2000 di dalam koper kawannya di pengasingan
Bukan 200 gulden atau 20.000 dollar di kantungnya
Beras 5 kantung raksasa, mungkin ketika kita telah takut mati dan kesepian
Kita mungkin tak lebih dari siaran radio hari-hari ini
Banyak bicara, dan itu biasa
BERSEPEDA KAYU
Bersepeda kayu menelusur kota dan pasar
Membeli sayur-mayur juga sekantung beras
Ia masih semanusiawi itu,
Menulis puisi dan berdo'a
Jika hari hujan membeli beberapa kuntum bunga
MENCARI JEDA
Pagi dan kolam ikan,
koi berenang-renang
Siripnya menari riang,
seperti juga buntut-buntutnya
Pernahkan ia berkaca,
tentang sisiknya sendiri?
Warna atau bentuk
Orange, putih, totol hitam
Pemandangan ajaib di bawah hujan
Juga di bawah air mancur
yang airnya tak habis-habis
MENANDAI WAKTU
Pagi yang menandai bangun
Kita hidup lagi, setiap hari
Kau putuskan saja sendiri
Pukul 4, 5, 6 ?
Kita telah menjadi sehalus kapas
Kita telah sehangat bantal,
yang kita peluk setiap hari
Ketika malam menjadi lain
Kita menandai waktu
Bukan waktu menandai kita
Dengan apa pun,
do'a,
rapal,
puisi
BUNGA KUNING
Bunga kuning, matahari
Arahnya menengadah pada harapan
Langit dan awan-awan biru
Menari bersama kicau burung gereja
Indah menari sayap-sayap hitam
Diantara tipis kabut dan dingin cuaca
Menariku, seperti kelopak bunga
Sepoi angin mengalun perlahan
Tak jatuh ia satu per satu
Mengering lalu tumbuh kembali
BUKIT BARISAN
Bukit barisan di bawah hujan
Diantara pepohonan tinggi
Bersisik tua seperti ikan-ikan
Ia di dasar samudra terdalam
Meski mengelupas diantara waktu
tak menggigil diterjang gelombang
Bukit barisan hijau membiru
Bersama bayang-bayang
awan-awan melaju perlahan
Tanpa suara atau pun juga
musik pengalun, ia menyepi
Diantara puing-puing bebatu
Bukit barisan di saat senja
Jatuhnya cahaya di pohon tua
Lebat dahan ditutupi benalu
yang tak tahu malu
Bukit barisan seperti gundukan lumut
Seperti masa lalu yang dilupakan
Seperti masa depan yang pernah dijemput
Seperti saat ini yang agak berliku-liku
TENGGER & JALAN MELIUK
Tengger dan jalan meliuk
Sebuah makadam membelah rumah-rumah
Barisan rumput liar dan bunga-bunga
yang tak pernah menyimpan kenangan
apa pun, tentang kau aku
Tapi kuda-kuda yang ditunggangi
Juga filmis helai sarung bapak-bapak tua
dihembus angin-angin menderu,
Menjelma kekacauan
meski cepat reda
Asap menyuar saat Kuningan
Kau berdiri diantara zaman
Tanpa nama-nama yang mudah dikenali
MEM-BISU
Membisu di tengah zaman laju
Merapal do'a-do'a dan panjat
Seperti hening ketubuhan
Di tengah semesta
kian bertanya
JALAN-JALAN KE SUATU HARI
Berjalanlah aku ke suatu hari
Ada padang rumput membentang
Tak ada satu pun toko dan orang-orang
menjaja jualan, tak ada remaja memanggil rindu
Berjalan aku ke suatu hari
Matahari pernah menjadi gerhana
Air dan api saling bersisihan
Melodi menjelma piano yang buta
Hari-hari yang kita lalui
Telah berdo'a dengan sendirinya
Seperti pertanyaan kita kepada Bacus
Mungkin juga pertanyaan kita kepada Amba
Juga pertanyaan kita kepada Pelaut yang entah pergi kemana
Kitakah Pinis menunggu nahkoda
Atau siul dari kejauhan membawa bendera
Ataukah sebuah pulau yang hanya dilalui
Ataukah pepasir yang akan hilang dengan angin berlalu
Tak ada maksud apa pun
dari balik kata-kata
Mungkin menunggu limpungmu
agar kau banyak kerjaan
Tuhan saja tidak pernah bertanya,
Bahkan tak pernah mengetik sebuah jurnal
atau surat kabar, atau majalah, atau selebaran
Hanya untuk memberitahumu
bahwa engkau mungkin
Memang baik-baik saja
ANTITESA
Pada kenyataannya hari kita pernah kemarau
Lalu tiba-tiba dingin seperti kulkas tanpa pengatur cuaca
Hujan begitu saja deras dan angin tiba-tiba saja badai
Puting beliung dan gunung batuk di tengah hari
Akukah nama yang kau tunggu-tunggu?
Pada mata si perempuan berkepang dua
Aku telah menjemput pertanyaanmu
Namaku antitesa, dari segala kemungkinan yang kau fikirkan
Segala usaha yang kau lakukan
Juga dari do'a-do'a yang mungkin saja tak terkabul
Di suatu hari, jika ada satu di dalam hidupmu
Tanpa do'a, tanpa ayat, tanpa kemungkinan
Bagaimana engkau akan berdo'a?
Apakah engkau sedang memanggil namaku?
Dua lelaki yang berbincang di tengah pemandangan
Juga pagi yang telah berlalu sejak berjam-jam lalu
Aku tak pernah meminta maaf, sebab akulah
Mimpi buruk penuh tanda tanya itu