Tidak sulit menemukan orang asing (bule) sedang 'jalan-jalan' di berbagai kota di Indonesia pada saat ini. Mulai akhir bulan Maret ini hingga Juli mendatang, jumlah orang bule di Indonesia bertambah 67 orang muda dari 44 negara. Mereka adalah penerima Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI) atau Indonesian Arts & Culture Scholarship (IACS) dari Kementrian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia. Melalui BSBI, orang-orang bule berusia 21-27 tahun itu belajar mengenai seni dan budaya Indonesia.
Selama 3 bulan, tiap 12 orang bule muda itu belajar seni dan budaya Indonesia dalam program regular BSBI di sanggar-sanggar tari di 5 kota, seperti Padang, Banyuwangi, Denpasar, Makassar, dan Kutai Kartanegara. Selain itu, 12 orang bule muda itu juga menimba pengetahuan mengenai berbagai isu kontemporer Indonesia di UPN 'Veteran' Yogyakarta, seperti isu ekonomi, demokrasi, multikulturalisme, Islam, termasuk memperdalam Bahasa Indonesia, menari, dan menabuh gamelan.
Melalui program BSBI ini, para pemuda-pemudi bule itu diharapkan dapat memahami Indonesia secara lebih mendalam, berinteraksi langsung, dan, pada gilirannya, dapat menyampaikan pengetahuan itu dan personal engagement mereka kepada masyarakat di negara masing-masing. Dalam konteks Kemlu, mereka diharapkan dapat menjadi teman Indonesia atau friends of Indonesia di negara masing-masing. Secara umum, mereka dapat menjadi Indonesianist di berbagai bidang yang tersebar di berbagai negara.
Peran Masyarakat
BSBI menjadi salah satu bentuk kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan masyarakat, baik masyarakat Indonesia sendiri maupun masyarakat dari negara lain. Diplomasi telah berkembang dari sekedar club model menjadi network model of diplomacy. Melalui diplomasi publik (diplik), diplomasi modern memungkinkan pemerintah dan masyarakat bekerja sama menjadi aktor utama yang berjejaring dalam hubungan antar-bangsa.
Di satu sisi, diplomasi pada umumnya menempatkan pemerintah sebagai aktor utama dalam politik luar negeri. Pemerintah bertindak sebagai perumus dan pelaksana kebijakan luar negeri. Di sisi lain, keterbukaan politik atau demokratisasi juga memberi peluang luas kepada masyarakat --baik secara individu maupun kelompok-- untuk berpartisipasi aktif dalam politik luar negeri. Dengan demikian, diplomasi bisa dilakukan sebagai prakarsa bersama antara pemerintah dan masyarakat.
Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam berdiplomasi diyakini dapat menghasilkan hubungan antar-bangsa yang lebih strategis, berjangka panjang, dan inklusif. Kerjasama semacam itu sangat diperlukan dalam mendorong diplomasi blusukan pemerintahan Jokowi di berbagai negara. Pemerintah, melalui Kemlu, dapat memerintahkan para diplomat yang ditugaskan di luar negeri untuk melakukan blusukan melalui interaksi langsung dengan warganegara setempat, termasuk alumni BSBI.
Para diplomat Indonesia dapat bekerja sama dengan masyarakat Indonesia yang tinggal di mancanegara untuk memperkenalkan masyarakat, budaya, dan peluang-peluang kerjasama negara itu dengan Indonesia. Inisiatif pemerintah Indonesia melalui para diplomatnya untuk melakukan pemberdayaan masyarakat Indonesia di luar negeri tentu saja akan sangat menarik.
Selain itu, diplomasi juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan jejaring masyarakat lokal di berbagai negara. Peran penduduk sebuah negara --yang disebut sebagai friends of Indonesia-- juga sangat penting dan strategis. Identifikasi dan silaturahmi dengan kelompok masyarakat pecinta Indonesia ini juga dapat mendukung upaya diplomasi blusukan di mancanegara. Oleh karena itu, perwakilan Indonesia di luar negeri perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas friends of Indonesia demi kepentingan Indonesia.
Diplomasi Publik
Dalam konteks ini, program 3 bulan BSBI menjadi sangat strategis bagi diplomasi publik Indonesia. Di satu sisi, kedua program unggulan itu memiliki orientasi eksternal. Setelah selesai dari program itu, para alumni BSBI diharapkan dapat mendukung diplomasi Indonesia untuk memenangkan hati dan pikiran (win their heart and mind) masyarakat negara tertentu.
Program BSBI menjadi semacam 'kawah candradimuka' bagi generasi muda dari berbagai negara untuk belajar, berinteraksi, dan hidup di antara orang Indonesia. Selama 3 bulan, mereka secara langsung mengalami kehidupan sebenarnya di salah satu dari 6 kota. Setelah 3 bulan, mereka semua berkumpul di sebuah kota untuk menutup program BSBI itu dalam pentas budaya bernama Indonesia Channel (Inchan).
Di sisi lain, program BSBI juga mempunyai orientasi internal, yaitu ke masyarakat Indonesia. Penempatan ke-72 peserta BSBI di 6 kota menunjukkan bahwa program ini tidak Jakarta-sentris atau, bahkan, Jawa-sentris. Sebaliknya, program ini justru memberikan akses luas kepada penerima beasiswa ini untuk mengenal keanekaragaman Indonesia. Selain itu, masyarakat di Padang, Yogyakarta, Banyuwangi, Denpasar, Makasar, dan Kutai Kartanegara juga mengenal keberadaan mereka melalui berbagai kegiatan selama 3 bulan. Aspek penting lainnya adalah unjuk kemampuan seni dan budaya ke-72 orang bule muda dalam pentas budaya Inchan.
Melalui BSBI, Kemlu ---khususnya Direktorat Diplomasi Publik (Diplik)--- secara tersirat ingin memperkenalkan orang-orang muda bule kepada masyarakat luas di Indonesia. Pada akhirnya, keberhasilan BSBI dan Inchan ini diharapkan dapat meningkatkan kecintaan orang-orang bule muda itu kepada Indonesia dan mendukung diplomasi Indonesia di tingkat internasional.