Dalam pidato merdeka belajar Nadiem Makarim mengatakan : “Anda ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan dibandingkan dengan pertolongan. Anda ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu Anda habis mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas”.
Petikan pidoto mas nadiem pada hari guru nasional tahun 2019 ketika beliau pertama kali menjabat menteri pendidikan, seperti Oaisis di tengah gurun yang dapat melepas dahaga para pengembara. Ya kami para pengembara expresi, inovasi dan kebebasan menuangkan ide ide kompetensi di dunia pendidikan. Ingin sekali mengubah rumah hantu menjadi sebuah istana putri salju yang penuh kecerian dengan mimpi mimpi yang di tancapkan. Dunia ini sudah bergeser dan tidak lagi bergantung pada masa lalu, sudah tidak ada lagi batas jarak, wilyah bahkan benua hampir Border Less.
- Kalau kita baca secara berulang ulang petikan pidato Nadiem Makarim tersebut, menekankan dua hal penting yaitu kemerdekaan dan kemandirian. Dan itu sangat relevan sekali dengan tantangan jaman dan kekinian dalam melihat permasalahan. Walalupun sekarang tahun 2021 sudah dua tahun berlalu, pengejewantahan makna merdeka belajar masih banyak halangan dan tantangan. Yang disampaikan itu “New Mind” tapi ekosistem pendidikan yang masih Old Mind.
- Belenggu itulah yang menyebabkan kita tidak pernah berani keluar dari kebiasaan, cenderung menjalankan rutinitas yang bersifat ritualitas. Kalau sudah seperti itu tidak ada inovasi dan kreatifitas mengajar di kelas, selalu ingin jadi pusat pembelajaran, guru adalah maha guru kebenaran di dalam kelas. Maka tidak heran kalau selama ini kita berorientasi pada hasil tidak pada proses.
- Setidaknya ada dua presepsi yang salah dari cari berpikir Old Mind, ketika memaknai konteks Merdeka Belajar, yaitu Sudut Pandang yang terlalu luas dan Cara Pandang terlalu fokus. Contoh Old Mind dalam Merdeka Belajar adalah keberhasilan guru di ukur dari adminitrasi pembelajaran, angka adalah ukuran hasil dari pembelajaran, pembelajaran berbasis kelas atau ruangan dan penilaian subyektif masih relevan. Merdeka belajar masih dimaknai seperti Memakai seragam, menengteng buku, dengar ceramah guru, duduk dalam kelas, mengerjakan tugas, ulangan, ujian dan dapat ijasah. Serta terpaku pada standar dan pemenuhan kurikulum semata.
- Merdeka Belajar yang mengandung makna Kemandirian dan Kemerdekaan maka kita harus keluar dari belenggu itu. Karena makna Kemerdekaan Belajar adalah kermedakaan berpikir yaitu kebebasan berpikir dan kebebasan berinovasi yang berada pada guru. Itu hanya terjadi pada guru dan tidak mungkin terjadi pada peserta didik. Ritual administrasi yang selalu menjadi ukuran penilaian bagaimana seorang guru melaksanakan tugasnya dengan baik. Akan menjadi masalah karena waktu berpikir dan berinovasi dalam kreatifitas mengajar akan dihabiskan untuk menyajikan laporan administrasi dengan baik. Inovasi dan ide gagasan pembelajaran menjadi ruang yang sempit bagi lahirnya pembelajaran yang menyenangkan dan membahagiakan peserta didik.
- Menciptakan kejenuhan karena murid belajar di dalam kelas, monoton karena sistem pengajaran selama ini masih mengandalkan guru yang berceramah di depan kelas. Selain itu, rangking masih menjadi jarak pemisah antara yang pandai dengan yang biasa saja. Hal inilah menyebabkan faktor subyektif dalam memberikan penilaian di dominasi oleh “like” dan “Dislike”. Di sisi lain orang tua masih merasa terbebani apabila anaknya tidak mendapatkan rangking, tidak mendapatkan nilai yang tinggi di setiap mata pelajarannya. Inilah menjadi antitesa dari Merdeka Belajar, yang menyenangkan dan membahagiakan.
- Lalu apakah hanya administrasi dan penilaian yang menjadi antitesa Merdeka Belajar? Tentu tidak, ekosistem pembelajaran yang masih belum bisa memberikan ruang yang sangat luas untuk guru berinovasi dan berkreasi dalam proses pembelajaran menjadi hambatan utama. Kita belum bisa mewujudkan Merdeka Belajar dengan narasi “Bahagia Belajar”. Kata kuncinya adalah menciptakan suasana yang membahagiakan buat guru, peserta didik dan orang tua peserta didik.
- Caranya adalah dengan membangun ekosistem belajar mengajar di sekolah. Sebagai contoh peserta didik diberikan ruang untuk berinovasi tentang ide dan gagasannya, guru membantu mengarahkanya menjadi sebuah karya nyata. Setiap guru mata pelajaran terkait, saling bersinergi dan berkoordinasi peran masing masing secara bersama sama. Membuat kelompok kelompok belajar sesuai minat dan bakat anak didik. Menghubungkan mereka dengan dunia luar melalui media digital seperti internet dan media sosial. Dan menjadi fasilitator agar karya karya peserta didik agar dapat diterima masyarakat luas.
- Guru berperan membangunkan kesadaran kepada peserta didik melalui motivasi dan inspirasi dalam setiap proses pengajarannya. Kesadaran akan bakat, kompetensi dan bagaimana dunia bergerak menuju sebuah perubahan. Kemampuan pedagogik guru harus lebih berperan dari pada kemampuan profesioal dalam melakukan transfer knowoledge.
- Pola pendidikan dan pengajaran akan dinamis penuh dinamika karena berjalan sesuai komando (instruksi) maupun koordinasi. Dan pada akhirnya guru melepaskan belenggu pemikiran lama untuk memerdekakan diri berkarya dan berinovasi dalam pengajaran.