Presiden Jokowi melantik Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi-Chusnunia Chalim atau Nunik di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/6). Keduanya dilantik berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 49/P Tahun 2019 tentang Pengesahan Pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung periode 2019-2024.

Dengan dilantiknya Nunik menjadi Wakil Gubernur Lampung, maka dengan sendirinya Nunik menjadi perempuan ke-7 yang berhasil menduduki posisi jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur di Indonesia.

Setelah sebelumnya ada Ratu Atut Chosiyah yang menjadi Gubernur Banten periode 20 Oktober 2005 sampai 13 Mei 2014. Rutriningsih yang menjadi Wakil Gubernur Jawa Tengah periode 23 Agustus 2008 sampai 23 Agustus 2013. Irene Manibuy yang menjadi Wakil Gubernur Papua Barat pada 27 Mei 2015 sampai 17 Januari 2017, dan Nurhajizah Marpaung yang menjadi Wakil Gubernur Sumatera Utara periode 9 Maret 2017 sampai 16 Juni 2018.

Kemudian 3 lainnya adalah yang terpilih pada Pilkada serentak tahun 2018 yaitu: Sitti Rohmi Djalilah wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat periode 19 September 2018 sampai 2023. Khofifah Indar Parawansa yang menjadi Gubernur Jawa Timur periode 13 Februari 2019 sampai 2024, dan terakhir Nunik sendiri yang menjadi Wakil Gubernur Lampung periode 12 Juni 2019 sampai dengan 2024.

Keberhasilan Nunik menjadi  Wakil Gubernur Lampung memunculkan dua fakta dinamika perempuan dalam politik Indonesia, yakni pertama menjadi hal baik dan membawa optimisme lantaran perempuan terus diakui di panggung politik tanah air. Kedua, minimnya jumlah perempuan yang menduduki jabatan gubernur  dan wakil gubernur menjadi bukti bahwa masih sulitnya perempuan bersaing pada level Pemilihan gubernur dan wakil gubernur di Indonesia.

Nunik merupakan salah satu dari tujuh kontestan perempuan yang maju dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur pada kontestasi pilkada serentak tahun 2018.

Selain Nunik, sejumlah perempuan lain yang ikut bertarung adalah Karolin Margret Natasa yang maju sebagai calon gubernur di Kalimantan Barat,  Khofifah Indar Parawansa sebagai calon Gubernur Jawa Timur dan yang lainnya mengajukan diri sebagai calon wakil gubernur yaitu: Ida Fauziyah di Jawa Tengah, Puti Guntur Soekarno di Jawa Timur, Sitti Rohmi Djalilah di Nusa Tenggara Barat, dan Emilia Julio Nomleni di Nusa Tenggara Timur.

Namun, hanya Khofifah yang berhasil terpilih sebagai gubernur. Sitti Rohmi Djalilah dan Chusnunia atau Nunik yang berhasil terpilih sebagai wakil gubernur.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) tercatat ada 47 pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, serta 521 pasangan calon bupati dan walikota beserta wakilnya untuk berkompetisi di Pilkada serentak 2018 lalu. Dari 1.136 kontestan Pilkada 2018 tersebut, 101 di antaranya merupakan perempuan, atau sekitar 8,89 persen peserta pilkada.

Sedangkan dari keikutsertaan kontestan perempuan tersebut, sebanyak 14 perempuan berhasil terpilih menjadi kepala daerah dan 17 perempuan terpilih menjadi wakil kepala daerah. Mereka terpilih di 31 daerah yaitu di 3 provinsi (1 gubernur, 2 wakil gubernur); 19 kabupaten (10 bupati, 9 wakil bupati); dan 9 kota (3 walikota, 6 wakil walikota).

Secara prosentase dari 101 perempuan yang mendaftar sebagai calon kepala daerah, hanya 30.69 persen saja perempuan yang bisa memenangkan Pilkada. Angka keterpilihan ini cenderung stagnan jika dibandingkan dengan pilkada sebelumnya. Di Pilkada 2015, angka keterpilihannya 37.1 persen dan di Pilkada 2017 angka keterpilihannya 26.67 persen. (Data Perludem).

Nunik lahir di Karang Anom, Waway Karya, Lampung Timur, 12 Juli 1982. Merupakan putri pertama dari tiga bersaudara pasangan: ayah Kiai Haji Abdul Halim dan Ibu Kholisoh.

Mengawali karirnya dalam dunia politik sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014 dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kemudian pada pemilu legislatif tahun 2014, Nunik terpilih kembali menjadi anggota DPR RI untuk masa jabatan 2014-2019. Akan tetapi pada tahun 2015, Nunik memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai Bupati Lampung Timur.

Dalam pilkada serentak tahun 2015, Nunik berhasil memenangkan pilkada dan mulai memimpin Kabupaten Lampung Timur bersama Wakil Bupati Lampung Timur, Zaiful Bokhari pada 17 Februari 2016.

Keberhasilan Nunik menjadi Bupati Lampung Timur, menjadikan dirinya sebagai sosok perempuan pertama yang berhasil menduduki posisi jabatan bupati di Provinsi Lampung.

Bukan hanya itu, keberhasilan Nunik tersebut sekaligus membawa angin segar dan menjadi inspirasi politik bagi perempuan khususnya di Provinsi Lampung. Sebagai fakta terdapat empat orang perempuan yang menjadi kontestan dalam pilkada serentak tahun 2018 di Provinsi Lampung. Yaitu: pasangan Dewi Handajani dan AM Syafi'i, pasangan Agus Istiqlal dan Erlina, pasangan Aprozi Alam dan Ice Suryana serta Arinal Djunaidi dan Chununi Chalim.

Dari keempat perempuan tersebut, tiga diantaranya berhasil sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah, yakni Dewi Handajani menjadi Bupati Tanggamus, Erlina menjadi Wakil Bupati Pesisir Barat, serta Nunik menjadi Wakil Gubernur Lampung. Sementara Ice Suryana gagal terpilih menjadi wakil bupati Lampung Utara.

Bahkan Nunik menjadi inspirasi bagi adik kandungnya sendiri Jihan Nurlela untuk mengikuti jejak sang kakak terjun ke dunia politik. Jihan Nurlela terpilih menjadi anggota DPD RI dari Provinsi Lampung dengan raihan suara terbanyak yakni 810.373 suara atau dua kali lebih banyak dibanding 3 anggota terpilih DPD asal Lampung lainnya.

Dilihat dari usianya yang baru 37 tahun, Nunik yang merupakan lulusan IAIN Walisongo, S2 Magister ilmu Politik Universitas Nasional, Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, S3 University Malaya Kuala Lumpur. Bukan mustahil akan menjadi salah satu politisi yang akan berbicara banyak di pentas nasional.

Nunik yang pernah menjabat sebagai wakil sekjen PKB periode 2009-2014, yang kini menjadi Wakil Gubernur Lampung dan sejumlah jabatan lainnya seperti Ketua Pengurus Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama (PP Fatayat NU) dan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKB Provinsi Lampung. Menjadi modal yang tidak bisa dianggap enteng bagi siapa saja yang akan bertarung di pentas politik nasional yang akan datang.