November cerita hujan dan kopi

Serintik hujan juga menitikkan air mata

Mengaduk secangkir kopi juga mengaduk perasaan

Perjalanan panjang berselimut kabut, bermandikan keringat dan air mata, goresan pena menggoreskan kisahnya di November.

Hujan

Serintik hujan di Negeri Atas Awan, butir-butir air berhenti di langit, jatuh ke alam dengan awan yang dibawa berayun-ayun oleh angin. Hujan November tak seperti hujan bulan Juni.

Hujan November berjalan di lorong sunyi dan mendamaikan hati di keheningan malam yang pekat. Sementara Coretan hati karya sastrawan besar Indonesia, Sapardi Djoko Damono, Hujan bulan Juni, punya arti ketabahan dan kesabaran sebuah kasih sayang.

Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

kepada pohon berbunga itu

Saat hujan membasahi bumi, buka mata, dan rasakan dalam hati. Apa yang dirasakan dalam hati?

Hujan, setiap rintikannya membawa ketenangan

Dan hujan mengingatkanku pada kenangan

Kenangan hati yang terkoyak, luka, dan kebahagiaan

Kenangan sama seperti hujan, ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannya. Bagaimana kita menghentikan tetes air yang turun dari langit? Aksara hujan dalam Novel Hujan. Yang mengisahkan tentang hujan, persahabatan, cinta, melupakan, dan perpisahan.

Serintik hujan, kristal air dibalik jendela

Mendinginkan hati dari pelipur lara

Di malam pekat saat kehujanan                                                                     

Jantung berdetak berpayungkan rumput dalam rerimbunan

Mengasingkan diri, jauh dari keramaian, air berjatuhan ke bumi, merajut cinta indah dalam mimpi. Hujan membasahi tanah gersang, juga menyemai hubungan yang gersang. Serintik hujan membawa secangkir kopi, tersemainya hati dalam kerinduan. 

Kopi

Secangkir kopi di Negeri Kopi. Panorama alam eksotis, gunung yang indah, air yang dingin, hamparan pohon pinus yang hijau, dan suasana dingin menambah kenikmatan seruputan kopi bagaikan suasana pengantin. Pengantin kopi di Negeri Kopi.

Secangkir kopi, setiap seruputannya ada kelembutan dan kenikmatan

Aku tak peduli,

Apakah manis atau pahit cita rasa kopi?

Kelembutan dan keindahan dibalut dengan pengantin kopi di Negeri Kopi. “Nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan?” Kebahagiaan sebagian orang, tidak hanya bahagia dengan banyaknya harta, tingginya jabatan, tapi bersyukur yang Allah Swt berikan di alam semesta, dengan kata lain bahwa hidup ini harus dijalani, dinikmati, dan disyukuri.

Lelaki yang berjalan di alam sunyi

Riak-riak suara ombak di bibir pantai

Pikirannya terdiam dan tak berimajinasi

Bayangan romansa terus menari-nari

Hingga ia berada dalam genggaman angin laut berselimut sepi

Lelaki yang berjalan di alam sunyi, mengeluarkan rona filosofi kopi, pahit dan manis terasa al-Kindi, menghempaskan filsafatnya bersama suara ombak.

Pengantin kopi di Negeri Kopi, letusan kopi cinta. Apakah kau tahu? Bagaimana nikmatnya secangkir kopi? Aroma dan cita rasa kopi menusuk tajam, pahit dan manis, menyuguhkan sensasi eksoterik, dan mengepul meluluhkan hati yang terkoyak.

Bahasa kopi yang pahit sepahit bahasa Zainuddin pada Hayati. Sangat payah sakit saya sekarang Hayati, agaknya tidak ada orang lain yang lebih sakit dari padaku, kata Zainuddin di sastra Tenggelamnya Kapal van Der Wijk.

Dan bahasa kopi yang manis semanis bahasa Fahri pada Aisha

Alangkah main elok pesonanya

Matanya berbinar-binar

Alangkah indahnya

Bibirnya,

Mawar merekah di taman surga

Kata Fahri di binar-binar Ayat-Ayat Cinta 2

Dibalik secangkir kopi ada aroma kebebasan, kopi membunuh sepi dan mendamaikan hati, secangkir memberi harapan di awal pagi yang indah, menghempaskan khayalan dan kepahitan.

Kalau pekatnya malam membawa sunyi, jangan larang secangkir kopi di bibir pecandu kopi. Kala secangkir kopi dihidangkan di atas meja, secarik kertas dan goresan pena pun menari-nari di atas kertas.

Goresan Pena

Goresan pena di lorong sunyi

Merajut butir-butir kata dalam keheningan malam

Butir-butir cinta dan keilmuan

Dari seorang laki-laki yang kurus

Kata-kata yang terangkai tak seperti alunan irama padang pasir dan tak seindah bahasa sastra Qais Majnun pada Layla atau pun tak bersayap seperti bahasa Kahlil Gibran, yang terangkai hanyalah bahasa suara hati alam semesta Gayo.

Goresan pena di atas secarik kertas, menemani hari yang dilanda sepi. Dengan goresan pena, aku ada. Ada dengan kata-kata yang membawa wangi kegembiraan.

Ketika diri terbelenggu dengan keputusasaan, dan menganggap dunia ini begitu sempit, tubuh terbungkuk karena beban masalah, tatapan kosong seakan tiada harapan untuk esok hari. Air mata mengalir dengan  nada kesedihan, merenungi hidup yang penuh dengan kegagalan, jauh sudah berjalan hingga cucuran keringat berubah menjadi warna hitam.

Hanya untuk  melihat suasana esok hari

Pikiran terus bergerak, perasaan berkecamuk

Untuk menatap suasana yang gemilang di esok hari

Meminum prahara, menelan kesedihan, melawan kesunyian

Perjalanan panjang berselimut kabut. November cerita hujan dan kopi.