Manusia fitrahnya selalu berusaha menemukan kehidupan yang layak. Mengerahkan segala kemampuannya, memanusiakan dirinya dan sesama manusia beradasarkan nilai kemanusiaan. 

Meskipun berbeda agama, budaya, negara dan latar belakang, semua orang pasti akan sama ketika membicarakan kemanusiaan. Kemanusiaan meminta kita untuk peduli kepada orang lain, menghargai orang lain, dan menebar perdamaian bagi semua kehidupan.

Kutipan anjuran, kandungan nilai, serta filosofi dari agama dan budaya memiliki peran besar dalam memupuk nilai luhur yang menjadi pedoman, prinsip dan tingkah laku dalam kehidupan. 

Hadis masyhur menyinggung masalah kemanusiaan dengan sabda, “Sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” (HR. Muslim).

Artinya, seorang muslim adalah berasal dari yang sama. Apabila yang lain merasa kesusahan, kesakitan, secara naluriah seorang muslim akan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh saudara yang kesusahan itu. Perasaan yang dirasakan dapat berwujud dengan tindakan menolong karena panggilan kemanusiaan. 

Dalam Alkitab, Ibrani 13:16 menyoroti hal ini, dikatakan, “Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah.” Secara eksplisit, ayat ini bahkan menyinggung agar umat memberi bantuan kepada sesama manusia yang dilanda bencana.

Ajaran Hindu seperti, “Paropakaranam yesam jagarti hrdaye satam nasyanti vipadas tesam sampadah syuh pade pade.” (Canakya Nitisastra, XVII. 15). Memiliki arti, dia yang senantiasa memikirkan untuk mengupayakan kepentingan dan kebahagiaan orang lain. Segala kesulitan akan terhindarkan dan ia akan mendapatkan keberuntungan dalam setiap usahanya.

Baba (1995:2) dalam Buddha menekankan bahwa kebutuhan dan kewajiban utama dalam hidup manusia adalah menjadi manusiawi. Apa pun kesarjanaan, kedudukan atau wewenang kita, janganlah mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Konghucu dengan esensi humanisme dan menjunjung tinggi cinta kasih pun tidak luput menyoroti dan konsen terhadap isu kemanusiaan ini.

Istilah bineka tunggal ika, nilai dan filosofi seperti: timbang rasa ‘sama-sama menaruh perasaan hati suka menolong, simpati, dan  empati’; ringan sama dijinjing, berat sama dipikul; serta sikap saling memiliki merupakan lambang persaudaraan sejati. Semuanya merupakan manifestasi dari nilai agama dan budaya yang menjadi gaung bangsa ini.

Di Maluku, ada istilah ale rasa beta rasa ‘Anda rasa saya raya’, ketika Anda merasakan dan mengalami sesuatu, baik senang ataupun susah, saya juga merasakannya

Pepatah Jawa urip iku urup, ‘hidup itu harus menyala’. Kita diajak untuk membuat hidup menyala, dengan cara membantu orang-orang sekitar. Intinya, kita harus bisa memberi manfaat, baik itu hal kecil maupun hal besar. Budaya lokal di atas hanyalah contoh dari sekian banyak nilai luhur yang ada.

Satu lagi yang tidak boleh ditinggalkan, Pancasila. Sebagai ideologi bangsa, Pancasila adalah hasil pemikiran dimana agama dan budaya menjadi pondasinya. Bagaimana tidak, Pancasila yang dibuat secara mandiri oleh bangsa Indonesia ini memiliki sila dan butir yang dibentuk dan diambil dari budaya dan tradisi-tradisi luhur bangsa Indonesia.

Lahir dari hasil akulturasi dan asimilasi budaya India (Hindu-Buddha), Barat (Kristen), dan Timur Tengah atau Arab (Islam). Mempertemukan semua nilai agama dan budaya yang berjalan sejajar saling menguatkan. Sila ke-2 Pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab dimaknai bahwa kita selayaknya mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.

Makna lain dalam sila ke-2 yaitu mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia. Tanpa menbeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. 

Juga mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa dan tepa selira ‘merasakan perasaan orang lain’, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, dan tak ketinggalan bangsa Indonesia harus merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.

Hubungan Agama dan Budaya

Agama sendiri adalah sistem yang mengatur tata keimanan atau kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia lainnya (KBBI). Menariknya, agama dan budaya tidak bisa dipisahkan karena menjadi bagian satu sama lain. Parsons & Bellah medefenisikan agama sebagai tingkat yang paling tinggi dan paling umum dari budaya manusia.

Sementara, budaya diartikan sebagai pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat, dan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah (KBBI). Lebih lanjut Andreas Eppink memaparkan bahwa kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain.

Agama dalam praktiknya adalah wujud budaya paling tinggi. Sedangkan konstruksi ‘budaya’, yaitu ‘agama’ adalah salah satu struktur yang membangun budaya itu sendiri. Kebaikan dan kebenaran dalam agama dan budaya tidak pernah meninggalkan kesedihan dan kesengsaraan. Agama dan budaya berperan memabangun dialog keharmonisan, menjadi watak perekat tradisi dan solidaritas karena nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan.

Pengaruh Agama dan Budaya Terhadap Panggilan Kemanusiaan

Agama dan budaya diciptakan untuk manusia dan kemanusiaan. Maka dari itu, keberhasilan ajaran agama dan klaim budaya pun dapat diukur dari sejauh mana agama dan budaya dapat memberikan kebermanfaatan luas bagi manusia. Agama dan budaya harus digunakan, disampaikan, dan dipelajari dengan benar sehingga doktrin kemanusiaan dapat dihayati dan diaplikasikan dengan semestinya.

Pembelajaran dan penghayatan produk agama dan budaya, Pancasila pun harus dimasifkan dan dijadikan sebagai pedoman tingkah laku. Agama dan budaya mendorong tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, agar tercipta tatanan kehidupan yang membahagiakan tanpa ada ancaman dan rasa takut. 

Agama memahami nilai-nilai kemanusiaan dan budaya membuat manusia cinta dengan keragaman, sehingga terlahir budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

Pangilan kemanusiaan adalah pengejewantahan atas filosofi dan nilai agama dan budaya. Secara harfiah panggilan berarti imbauan, ajakan, undangan, hal (perbuatan, cara), memanggil, (orang) yang dipanggil untuk bekerja dan sebagainya. Sedangkan kemanusiaan yaitu sifat-sifat manusia, secara manusia, sebagai manusia, perasaan, hak sifat yang melandasi hubungan antarmanusia (KBBI).

Singkatnya, panggilan kemanusiaan adalah imbauan bekerja untuk kebaikan manusia. Bentuk panggilan dan kerja kemanusiaan tentu banyak rupa. Secara langsung maupun tidak langsung. Mulai dari tenaga, pikiran, bantuan dana, dan masih banyak lagi. Di bawah adalah contoh orang-orang yang memenuhi panggilan kemanusiaan dengan berbagai latar belakang budaya dan agama.

Jonatan bantu korban bencana Lombok dengan bonus Asian Games, relawan muslim Karangasem galang bantuan untuk korban gempa dan tsunami Palu, komunitas Buddhis beri bantuan korban gempa Lombok NTB, dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Badung memberikan sumbangan kepada korban gempa di Lombok dan Sulawesi Tengah.

Contoh panggilan kemanusiaan di atas hanyalah sebagian kecil dari banyak panggilan dan kerja-kerja kemanusiaan yang ada. Perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat dapat memudahkan aliran informasi tantang bencana, nestapa, konflik kemanusiaan, dan kesusahan lain yang dapat diakses oleh orang yang mesti terpanggil kemanusiaannya.

Agama dan budaya adalah keniscayaan yang secara universal memiliki nilai luhur tentang kemanusiaan. Dengan pengajaran, pembelajaran, dan penghayatan yang benar, agama dan budaya tidak akan menjadi momok, justru mempengaruhi, menjadi pengingat dan memberikan motif mulia atas munculnya panggilan kemanusiaan seseorang.