Pada masa SMA, saya senantiasa memerhatikan pelajaran sejarah. Menarik sekali ketika semua perjanjian tertuang di atas kertas, ataupun peristiwa sejarah lainya tertuang di atas kertas.

Sudah sejak lama bahwa kertas berperan besar dalam kehidupan manusia. Lalu bagaiamana dengan peran kertas pada saat ini atau yang disebut dengan zaman globalisasi (era mileneal)?

Jauh sebelum Charles Babagge menciptakan mesin Difference Engine, sebuah mesin yang dapat menyusun Tabel Matematika. Cikal bakal dari Komputer, manusia terlebih dahulu menggunakan kertas, bahkan jauh sebelum adanya kertas, peradaban zaman dulu menggunakan lukisan atau membuat patung untuk mengabadikan sebuah peristiwa.

Sejak Marcopolo berlabuh di Cina negara yang pertama kali menggunakan kertas, yang terbuat dari serat bambu. Sejak itulah daratan Eropa mulai menggunakan kertas dalam menulis sehari harinya, sehingga pada masa perang dunia banyak perjanjian atau peristiwa sejarah lainya tertuang di atas kertas, seperti halnya yang saya sebutkan di atas tadi.

Namun pada masa sekarang atau dunia menyebutnya sebagai zaman globalisasi kertas mulai sudah jarang di gunakan oleh manusia globalisasi, dengan hadirnya teknologi yang kian waktu kian canggih, sehingga memudahkan manusia globalisasi untuk mengakses informasi ataupun menulis lainya dengan menggunakan teknologi, komputer ataupun smartphone. Dengan alasan peduli lingkungan, sehingga berhenti menggunakan kertas yang berperan besar terhadap peradaban dunia.

Bagaimana jadinya jika kertas tidak ada? Bagaimana dengan para Sastrawan, Musisi, Seniman, ataupun bahkan Penulis yang menuangkan semua emosinya di atas kertas. Apa dengan adanya teknologi sekarang yang semakin canggih bisa memudahkan mereka berkarya? Dengan karya yang hebat dan penulisan yang begitu mendalam? apa dengan menulis menggunakan media selain kertas bisa disebut karya tulis tangan?

Pandangan manusia globalisasi terhadap kertas terlalu memandang sebelah mata, beranggapan merusak lingkungan. Ribuan anak menimba ilmu di sekolah sekolah menggunakan kertas. Tapi saya tidak pernah mendengar berita tentang kerusakan alam yang sebabkan oleh anak-anak yang belajar menggunakan kertas (buku).

Sebaliknya saya sering mendengar dan melihat berita, kerusakan alam yang sebabkan pembakaran hutan dengan dasar kepentingan sendiri. Pada intinya alam tidak pernah rusak jika kita menggunakanya dengan baik dan dengan kepentingan banyak tidak hanya dasar kepentingan sendiri.

Kita semua bisa melihat bahwa peranan kertas begitu besar. Nilai estetika kertas yang begitu besar yang hampir tertelan zaman pada saat ini, namun dengan begitu kertas masih saja ikut andil dalam peranan masa sekarang ini, salah satu contohnya, perusahaan perusahaan besar dan instansi intansi swasta maupun instansi pemerintah di Indonesia masih saja menggunakan kertas untuk alat tulis kantor.

Meskipun seluruh perusahaan di indonesia sudah menggunakan media komputer, untuk memudahkanya dalam menulis, tapi tetap saja kertas masih berperan besar. Lalu bagaimana cara untuk menjaga alam agar Nilai estetika kertas tidak hilang (tertelan zaman).

Ketika lihat pembakaran hutan yang begitu besar sehingga memakan korban jiwa pada manusia manusia yang tidak berdosa. Dengan dasar kepentingan diri sendiri, lalu bagaimana kita menggantikan ribuan pohon yang di tebang. Berapa puluh tahun kita harus menunggu agar pohon itu kembali menjulang tinggi.
seharusnya kita meniru masyarakat di jepang.

Dengan sumber daya alam berbeda jauh dengan indonesia, tentunya yang lebih sedikit, tapi jepang bisa menjadi negara maju karena sumber daya manusia yang baik, serta masyarakat yang patuh serta tanggung jawab, contohnya ketika mereka menebang satu pohon, mereka akan menanam puluhan, ratusa, bahkan ribuan bibit pohon, agar anak atau cucunya kelak bisa melihat bibit bibit pohon yang di tanam oleh kakek, buyutnya. lalu bagaimana dengan Indonesia?. Tentunya berbeda jauh, ketika kepentingan pribadi bersembunyi di balik politik hitam putih.

Kertas bukanlah suatu masalah dalam rusaknya alam pada masa sekarang ini, karena jauh sejak lama setelah ratusan ataupun ribuan tahun manusia sudah menggunakan kertas, jarang bahkan tidak pernah saya mendengar bahwa sejak dari dulu alam sudah rusak, karena eksploitasi hutan yang berlebihan untuk memproduksi kertas.

Namun pada zaman globalisasi inilah, para manusia globalisasi memandang bahwa penggunaan kertas lah yang menyebabkan rusaknya alam, mereka tidak melihat pada perusakan yang sebabkan hal lainya.

Manusia globalisasi saat ini telah termakan teknologi yang canggih, mereka melupakan sebuah nilai estetika dari kertas yang berperan besar, dengan memandang sebelah mata, seolah-olah mereka berfikir serta bertindak dengan benar dan seolah-olah menjadi pahlawan untuk alam, inilah masyarakat globalisasi pada masa ini, terbuai, terlena, dan termakan teknologi.

Bahkan mereka beranggapan bahwa menulis senantiasa bisa di lakukan dengan media komputer, ini sebuah anggapan yang bodoh, pada dasarnya menulis menuangkan tulisan, para sastrawan ataupun seniman lainya menulis menggunakan kertas dan pena, akan berbeda halnya jika menulis di lakukan dengan media komputer, karena itu tidak bisa di katakan menulis, melainkan mengetik.

Sampai kapanpun Nilai estetika kertas akan senantiasa ikut serta dalam peranan hidup pada masa sekarang ini ataupun pada masa yang akan datang.