Pada hakekatnya tujuan pembangunan suatu bangsa adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia secara terencana, gradual, bertahap, komprehensif, holistic, sistematik, bertanggung jawab dan berkelanjutan sesuai orientasi tujuan suatu negara yaitu peningkatan kesejahteraan untuk masyarakat.

Perspektif teori kontrak sosial dalam buku Budi Setiyono (2018) model dan design negara kesejahteraan, menyatakan bahwa pembentukan sebuah negara menjadi rumah bersama secara adil bagi segenap anggota atau warganya.

Beberapa filosof seperti Plato, Jhon Locke, dan Jean Jacques Rousseau menyebut negara sebagai elemen perjuangan sebuah komunitas pada kontrak sosial untuk hidup bersama dalam suatu sistem yang telah disepakati secara bersama.

Paradigma perjuangan negara lebih dicondongkan melalui langkah peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam manifestasi pembangunan. Interpretasinya melalui kebijakan dari beragam sektor, tidak terkecuali pemanfaatan pembangunan dari sektor lingkungan hidup.

Napak tilas pembangunan beberapa dekade terakhir telah menciptakan situasi dilematis, salah satunya adalah pemanfaatan aspek lingkungan. Alih-alih menciptakan kesejahteraan masyarakat, pembangunan justru menjadi biang (boomerang) bagi kerusakan lingkungan.

Terlihat pada kerusakan ekologi akibat ketimpangan ekspansi pembangunan, seperti yang telah terjadi pada beberapa daerah seperti tragedi lumpur lapindo, pertambangan nikel di Halmahera Timur, Maluku Utara, pembangunan pabrik semen di Rembang Jawa Tengah dan beberapa daerah lain di Indonesia yang mengalami kerusakan lingkungan akibat pembangunan.

Sehingga dalam tataran konsepnya, kata pembangunan menjadi sebuah isu problematis akibat dampak buruk dari dominasi pembangunan tanpa memperhatikan pranata lingkungan maupun aspek sosial lainya. Sisi lain proses ini telah menciptakan sebuah kondisi baru yaitu marginalisasi masyarakat.

Determinasi negara dalam pembangunan cukup riskan. Demi menghasilkan komoditi prioritas sebagai tulang punggung pemasukan negara, berbagai cara pun dilakukan termasuk usaha memindahkan peradaban masyarakat dari lingkungan aslinya tanpa ada kompromi atau komunikasi langsung.

Kecenderungan ini secara tidak langsung membawah konsep pembangunan ke arah negatif, bahwa konsep pembangunan selain berdampak pada kerusakan lingkungan, juga berdampak pada hilangnya peradaban masyarakat.

Dasar ini menjadi sebuah argumentative bahwa dinamika pembangunan sebagai salah satu nestapa demokrasi karena berkenaan dengan prinsip moral demokrasi tentang hak hidup seorang manusia yang tidak seharusnya dibunuh oleh manusia lain.

Ketimpangan Aspek Sosial, Ekonomi, dan Politik Dalam Pembangunan.

Pada dasarnya hakikat pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki aspek kehidupan masyarakat melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan tidak terkecuali pemanfaatan pembangunan dari aspek lingkungan.

Dalam dekade terakhir isu lingkungan menjadi perdebatan hangat di Indonesia atas dampak kerusakan akibat ekspansi pembangunan melalui pemanfaatan sumber daya alam, sehingga kerusakan lingkungan akibat pembangunan kemudian menciptakan sebuah diskursus dikotomi.

Bahwasannya selain berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, pembangunan juga berdampak pada perubahan aspek kehidupan masyarakat yang fundamental terutama di tingkat lokal, seperti kehilangan peradaban dan eksistensi masyarakat.

Terbentuk sifat industrialisasi pembangunan mampu menciptakan sebuah fenomena transformasi sosial, di mana terjadinya perubahan masyarakat agraris menjadi masyarakat industri yang tidak sedikit menghilangkan sensitivitas masyarakat terhadap bahaya lingkungan.

Relevan dengan hal tersebut aspek ekonomi dan politik menjadi pertimbangan khusus karena berkaitan dengan kebijakan pemerintah menciptakan stabilitas. Namun, apabila aspek tersebut tidak tertata denga baik akan berdampak pada ketimpangan dan tendensi munculnya konflik yang umum terjadi antara pemerintah dan masyarakat.

Konflik tersebut sering kali terjadi karena perbedaan pemaknaan lahan atau tanah antara masyarakat lokal dan pemerintah. Tanah bagi masyarakat kerap didefinisikan sebagai sumber dengan pemaknaan simbol magis untuk kelangsungan hidup mereka.

Kandungan kekayaan alam ataupun minimnya ketersediaan lahan di wilayah perkotaan membuat pembangunan daerah pertambangan dan perindustrian harus bergeser dari kota ke desa. Bentuk dominasi elit untuk menguasai tanah masyarakat desa pun tidak sedikit menciptakan konflik atas dasar kerugian terhadap penggunaan sumber daya milik masyarakat tanpa memperoleh keuntungan.

Pelaksanaan pembangunan yang berujung konflik pada beberapa daerah di Indonesia sampai saat ini, secara tidak langsung menciptakan stigma buruk masyarakat karena pembangunan mengalami transisi artikulasi bukan untuk menyejahterakan tetapi menciptakan kondisi marginalisasi masyarakat akibat dampak pembangunan.

Selain membuat masyarakat terpinggirkan pelaksanaan pembangunan dapat menjadi garis pemisah antara pemerintah dan masyarakat. Negara seolah-olah mengambil alih peranan dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat melalui bentuk pemaksaan yang kuat tanpa ada kompromi

Sehingga menjadi alasan kuat bahwa konsep pembangunan tidak lagi mempertimbangkan nilai dan ideologi, tetapi bagaimana elit menciptakan stagnasi kediktatoran karena pelaksanaan pembangunan tidak lagi berwatak pada ruh demokrasi, melalui pendekatan yang berorientasi kepada masyarakat.

KEKERASAN SIMBOLIK

Kebijakan pembangunan merupakan rangkaian konsep yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan pembangunan. dalam mendukung kebijakan pembangunan selalu dibarengi dengan penetapan peraturan sebagai payung kebijakan yang bersifat mutlak.

Goals kebijakan yang sudah ditetapkan dengan kekuatan hukum tidak dapat diganggu gugat, hal ini sering terjadi dimana kebijakan yang timpang sering kali tidak dapat tentang

Konflik yang terjadi antara masyarakat dan pemerintah akibat ekspansi pembangunan salah satunya seperti yang terjadi di Desa Wae Sano, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur menjadi fenomena penunjuk bahwa regulasi ataupun kebijakan dari pemerintah seakan mengamini masyarakat akan kehilangan hak tata kelola ruang hidupnya.

Dasar tersebut menunjukan konsep pembangunan ditengarai menjadi boomerang atas degradasi hak hidup masyarakat, dan mengarahkannya kepada konotasi negative bahwa kebijakan pembangunan. Pierre Bourdieu menyebutnya sebagai kekerasan simbolik karena melalui proses pengendalian melalui kebijakan dan kesewenang-wenangan dalam usaha menguasai tanah milik masyarakat.

Bagi para kelompok kepentingan kebijakan pembangunan dapat dijadikan sebagai senjata untuk melanggengkan dominasi percepatan pembangunan dalam sebuah tindakan politik, di mana terdapat tindakan kolektif yang tidak setara dan konfliktual .

Rentanya degradasi ruang hidup masyarakat sangat dipengaruhi oleh posisi subordinasi posisi kelas sosial di atasnya. Pemerintah bersama korporatnya seakan menjadi aliansi dan menciptakan arena pertarungan dengan masyarakat dalam dalih pembangunan.  

DEGRADASI LINGKUNGAN

Gagasan lingkungan hidup mengandung arti bahwa manusia tidak memiliki hak lebih tinggi dari pada bentuk-bentuk kehidupan lainya. Gagasan ini menjadi dasar kuat di mana lingkungan hidup yang merupakan sumber penghidupan manusia tidak seharusnya dirusak atau dialih fungsikan oleh manusia lain demi kepentingan apapun termasuk pertambangan.        

Hak-hak lingkungan hidup cenderung menjadi relatif terhadap kemakmuran karena menyoal sumber kelangsungan hidup masyarakat dan tergolong dalam aspek hak  asasi manusia karena mencakup perpaduan pendekatan ekologis dan keadilan sosial terkait hak-hak dasar manusia

Degradasi lingkungan hidup yang diakibatkan oleh ulah manusia seperti dampak pembangunan tambang, pabrik maupun daerah industri dapat menjadi pertimbangan bahwa dampak kerusakannya tergolong dalam tindakan pelanggaran hak asasi manusia.

Kebutuhan lingkungan hidup menjadi ranah yang dipertaruhkan karena terdapat pandangan tentang siapa yang seharunya mendefinisikan kebutuhan suatu masyarakat. sehingga perpaduan perspektif ekologis dan keadilan sosial hak asasi manusia menjadi sebuah operasi struktural demi menjaga eksistensi lingkungan hidup yang lebih dinamis.