Melansir dari data yang dipaparkan oleh Kompas Tekno, pelanggan Netflix selama pandemi Covid-19 mengalami peningkatan yang cukup signifikan di kuartal pertama di tahun ini, 16 juta pelanggan totalnya.
Tidak bisa dimungkiri lagi, bahwa Netflix sudah mengukuhkan diri sebagai raja streaming dunia. Melihat dampak pandemi Covid-19 yang memaksa masyarakat banyak-banyak berdiam di rumah, streaming adalah solusi terbaik untuk membuang kepenatan.
Bukan masyarakat Indonesia namanya kalau tidak mengikuti tren. Melansir dari data Statista per hari ini saya menulis artikel, tercatat sebesar 906.800 pelanggan. Angka yang fantastis, bukan ?
Mari hitung-hitungan secara matematis, melansir data dari Kompas Tekno bila harga paketan termurah dengan paket Mobile sebesar Rp54.000 include PPN, asumsikan saja seluruh pelanggan di Indonesia mengambil paket Mobile, maka sudah bisa Anda estimasikan berapa penerimaan Netflix selama satu bulan dengan nilai pelanggan aktif saat ini.
Ditambah dengan terbukanya Kerjasama antara Telkom dan Netflix yang sempat pisah sejak tahun 2016 dan rujuk kembali di tahun 2020. Ini kabar melegakan dan menggembirakan juga untuk para pelanggan yang hobi menikmati film.
Namun, dengan tingginya minat masyarakat Indonesia untuk menikmati Netflix sebagai pelipur lara di masa pandemi, hal ini tidak luput dari sasaran Direktorat Jenderal Pajak untuk menetapkan Pajak Pertambahan Nilai atas pembelian produk digital dari luar negeri yang ditetapkan dan diatur teknisnya dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020 PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) yang mulai dipungut pada 1 Juli 2020 dan Netflix mulai menerapkan tarif baru pada tanggal 1 Agustus 2020.
Sebetulnya tidak hanya Netflix International B.V. (Netflix) saja yang dikenakan PPN, terdapat 5 pelaku usaha asing lain yang ditetapkan oleh pemerintah untuk memungut PPN, diantaranya Amazon Web Service Inc., Google Asia Pacific. Ltd., Google Ireland Ltd., Google LLC., dan Spotify AB.
Secara tidak sadar, masyarakat Indonesia sebelumnya mengkonsumsi produk – produk yang tidak memberikan impact penerimaan terhadap negara, sebetulnya saya setuju saja dengan aturan ini, karena dengan adanya pemberlakuan aturan pemungutan pajak terhadap produk asing, maka negara tentu tidak akan dirugikan dengan kegiatan berbisnis yang mereka lakukan di Indonesia.
Sebetulnya saya cukup bingung juga, tempo hari netizen mengeluhkan kenaikan tarif Netflix dibandingkan harga awal, jelas ini merupakan dampak akibat ditetapkannya Netflix sebagai pemungut PPN di Indonesia, sehingga mau tidak mau Netflix menentapkan harga yang sudah dan harus include terhadap PPN.
Tentu hal ini harus menjadi konsekuensi dari konsumen apabila ingin menikmati produk impor, dengan mendukung pula program pemerintah dalam rangka mendukung penerimaan negara melalui pemungutan PPN. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga, menjelaskan bahwa penetapan Netflix untuk wajib memungut PPN adalah upaya pemerintah dalam menciptakan playing field atau keselarasan dalam berbisnis di Indonesia.
Intinya, pemerintah ingin menciptakan kondisi bisnis yang setara dan tidak membeda-bedakan, kalau pengusaha dalam negeri saja wajib membayar pajak masa pengusaha luar negeri tidak mau membayar pajak?
Memang sudah waktunya bagi Netflix untuk berkontribusi bagi negara. Jangan hanya mau berbisnis saja di Indonesia tapi tidak mau bersumbangsih dan melunasi kewajiban-kewajibannya.
Namun demikian, saya masih tetap percaya meskipun Netflix menaikkan tarif paketannya, akibat impact dari kewajiban Netflix membayar pajak kepada negara, hal tersebut saya yakin tidak akan mengganggu jumlah subscriber atau pelanggan aktif yang menggunakan layanannya tersebut.
Netflix produsen tayangan berkelas
Sebagai pengguna Netflix, terus terang saja saya begitu puas dengan tayangan-tayangan yang muncul di Netflix. Tentu hal tersebut, secara tidak langsung membuat Netflix terlihat berkelas dibandingkan dengan platform digital lainnya. Menurut saya lho.
Dengan modal yang besar, serta nilai saham yang terus naik secara signifikan, saya yakin secara working capital, Netflix tidak akan sulit untuk terus berinovasi tanpa harus ada kekhawatiran kekurangan biaya atau semacamnya.
Hal ini dibuktikan dengan 2 dari 9 nominasi best picture academy award merupakan hasil original dari produksi Netflix. Keberanian Netflix dalam memproduksi serial-serial berkelas lainnya sebut saja Kingdom, Dark, Stranger Things, dan series lainnya membuat Netflix seakan kian perkasa dibandingkan kompetitor Netflix lainnya.
Selain itu, Netflix punya insting bisnis yang boleh dibilang cukup tajam dalam melihat peluang bisnis. Boleh dibilang, Netflix itu sebagai scout dalam dunia sepak bola yaitu agent yang mencari bakat talenta muda yang dapat melahirkan pesepak bola besar di masa yang akan datang.
Sebut saja keberanian Netflix membeli hak siar Money Heist yang sempat tidak laku di negara asalnya sendiri Spanyol. Ironisnya, setelah Money Heist dibeli oleh Netflix, voilaa, Money Heist menjadi salah satu serial tersukses yang pernah di modali oleh Netflix.
Bukan Netflix namanya kalau tidak lihai memanfaatkan suasana.
Menyajikan tayangan sesuai selera konsumen
Hal lain yang membuat Netflix digemari adalah pelayanan Netflix yang mau menghadirkan berbagai genre tontonan. Ada yang suka horor, koleksi Netflix banyak. Ada yang suka film jadul, galerinya Netflix punya. Ada yang suka anime, Netflix punya juga. Ada yang tergila-gila Drakor, sudah disiapin sama Netflix.
Faktor tersebut yang menurut saya salah satu keberhasilan Netflix dalam merebut hati para penggemarnya. Bukan tanpa alasan, saat ini seluruh pelanggan Netflix tidak hanya terbatasi oleh kelompok usia, selama Netflix dapat memberikan tayangan yang mereka minta, tentu Netflix tidak akan ditinggalkan oleh konsumennya.
Dengar-dengar juga, Mas Menteri katanya mau berkolaborasi dengan Netflix untuk memproduksi film nasional, katanya sih begitu. Mudah-mudahan saja terwujud ya, dan bisa diajak berkolaborasi, mengingat saat ini sineas-sineas di negara kita juga punya reputasi kelas dunia dan hasil karyanya diakui oleh dunia internasional, sebut saja Joko Anwar, Garin Nugroho, Kimo Stamboel, Timo Tjahjanto, Ertanto Robby Soediskam, dan masih banyak yang lainnya.
Punya original series dan film sendiri
Menurut saya, faktor inilah kenapa Netflix bisa merebut hati konsumennya. Punya ciri khas yang tidak bisa didapatkan dengan digital platform lainnya.
Saya paham betul kenapa Netflix sebegitu idealisnya dengan menciptakan series yang menurut saya berisiko. Sebut saja seperti Dark yang punya alur cerita begitu njelimet, tetapi punya series yang berseason-season, dan uniknya itu yang selalu dinanti-nanti oleh penggemarnya.
Lalu berani menciptakan series yang sempat kontroversial “Naked Director”, yang bercerita tentang perjalanan seorang sutradara film porno dari Jepang yang meraih kesuksesan. Hal ini tentu saja sangat berisiko membuat Netflix dilarang tayang di negara-negara tertentu. Tapi dengan konsepnya sendiri, Netflix tetap tidak kehilangan pelanggan setianya.
Melihat ke”superior”an Netflix yang semakin hari makin menggila, bukan tidak mungkin Netflix akan mengancam studio film lain yang sebelumnya sudah punya nama beken, sebut saja seperti 20th Century Studios, Warner Bros, Paramount Pictures, Columbia Pictures, Metro Goldwyn Mayer, The Walt Disney, dan nama – nama besar lainnya.
Oscars tahun lalu, Netflix sudah menunjukkan taringnya sebagai penyedia layanan media streaming namun dapat memproduksi filmnya sendiri. Bagaimana kalau di masa depan, Netflix memutuskan untuk membuat studio film-nya sendiri, atau sekarang sudah mencicil ? Kurang paham juga saya.