Saat pandemi Covid-19 lalu, media sosial dihebohkan dengan pernyataan masyarakat yang mengatakan bahwa guru makan gaji buta.  Mereka menganggap bahwa di masa pandemi Covid-19, para guru keenakan tidak mengajar dan hanya memberikan tugas kepada muridnya. Pernyataan ini banyak muncul dari mulut para wali murid yang mengeluh dengan adanya pembelajaran secara daring.

Tetapi, ternyata pernyataan tersebut masih saja terdengar  di era sekarang ini. Di era dimana sudah bisa dikatakan aman dari pandemi Covid-19 dan sekolah juga sudah dilaksanakan dengan tatap muka. Sekarang ini guru dan murid sudah bisa melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar dengan bertemu secara langsung.

Memang berbeda, sekarang ini mereka yang mengatakan bahwa guru makan gaji buta tak lagi para wali murid, tetapi dominan muncul dari mulut seorang murid sendiri terutama murid jenjang menengah atas. Para murid mengeluh dengan adanya kurikulum baru. Hampir semua mata pelajaran tugasnya selalu dikerjakan secara berkelompok.

Para murid memiliki berbagai alasan mengapa mereka tidak suka diberikan tugas kelompok. Alasan-alasan tersebut diantaranya adalah karena ada teman yang tidak bisa di ajak kerja sama, tidak paham materi, kelas tidak kondusif, dan lain sebagainya. Tak hanya itu, mereka juga kesal dengan guru yang hanya memberikan tugas tetapi tidak dijelaskan materinya terlebih dulu.

Salah satu akun di twiter mengatakan, “Adek kelas gue anak kelas 10 kurikulum merdeka dan gurunya rajin masuk, malah banyak projek gitu. Aneh nj*r, nih guru kek makan gaji buta.” Dari pernyataan tersebut, mungkin bahwa mereka belum sepenuhnya paham mengenai mekanisme dan manfaat dari kurikulum sekarang ini.

Kurikulum yang digunakan sekarang ini adalah kurikulum merdeka. Pembelajaran kurikulum merdeka melalui kegiatan projek (project based learning) yang memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual yang dimana tugas proyek tersebut dilakukan secara berkelompok.

Manfaat dari pembelajaran berbasis proyek adalah mendorong siswa untuk belajar kelompok atau berkolaborasi di luar pengajaran di kelas, supaya siswa mampu merancang perencanaan dengan baik, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan investigasi serta memberi kesempatan pada siswa untuk lebih mandiri.

Tugas kelompok merupakan salah satu metode pembelajaran yang baik dilakukan pada kurikulum sekarang ini. Dengan dibentuknya kelompok,dibagikan materi yang berbeda disetiap kelompok. Kemudian, materi tersebut dipresentasikan bersama di depan kelas dan kelompok lain bertanya kepada kelompok yang sudah berpresentasi. Hal ini memang dapat menghidupkan suasana kelas dan dapat melatih kreatifitas juga komunikasi siswa.

Akan tetapi, jika tugas kelompok yang dilakukan dengan frekuensi terlalu sering malah tidak efektif bagi siswa dikarenakan minimnya bimbingan dari guru yang menyebabkan siswa kurang memahami materi. Dan tidak semua anggota kelompok bekerja secara aktif dan bisa diajak kerjasama.

Pembagian anggota kelompok terkadang juga masih tidak merata. Ada yang hanya membagi kelompok dengan urut nomor absen, dan yang berada di absen tersebut dominan memiliki kemampuan yang tinggi sehingga kelompok tersebut paling cepat selesai. Dan begitupun sebaliknya, kelompok yang dominan memiliki kemampuan rendah akan sulit untuk memahami materi dan bisa saja tertinggal.

Mereka cenderung menyelesaikan tugas seadanya dan menyebabkan tingginya risiko miskonsepsi terkait hal yang dipelajari. Siswa menjadi terbebani karena harus membangun komunikasi dengan sesama anggotanya, yang mana hal tersebut bukanlah hal yg mudah. Sehingga murid bukannya paham, tetapi malah cenderung "sejadinya".

Terkait hal tersebut saya melakukan wawancara kepada salah satu siswa kelas 12 SMAN 1 Sragen. Saya bertanya sedikit mengenai pendapatnya tentang guru makan gaji buta karena terlalu banyak memberikan tugas kelompok. 

Menurutnya, “jika guru menyerahkan sepenuhnya tugas kepada siswa tanpa penjelasan dan bimbingan apapun, bisa dikatakan guru tersebut memakan gaji buta karena tidak dapat melaksanakan tugasnya untuk mendidik dengan baik.

Namun, jika guru masih memberi perhatian kepada siswa dan mengarahkannya khususnya memberi evaluasi terhadap hasil kerja dan memberi penjelasan yang rinci maka guru tersebut sudah menjalankan tugasnya sebagai fasilitator.”

Guru harus mengetahui karakteristik tiap siswa agar tugas kelompok dapat berjalan dengan efektif. Salah satunya adalah dengan mendampingi siswa yang memerlukan perhatian khusus seperti siswa yang terlihat sering menyendiri  dan tesisih saat kerja kelompok. Ada juga siswa yang suka mendominasi kerja kelompok dengan mengerjakan semua tugas sendiri.

Selain itu, guru harus mampu menggunakan metode yang variatif, agar tugas kelompok menjadi menyenangkan sehingga siswa tidak merasa terbebani. Dan juga guru harus memberi evaluasi terhadap hasil kerja serta memberi pemahaman yang sesuai. Atau bahkan guru juga dapat memberikan suatu penghargaan bagi kelompok yang semua anggotanya memahami materi yang dipelajari.

Dengan adanya kurikulum baru, guru bertindak sebagai fasilitator. Sehingga guru bukan hanya mengajar di depan kelas, tetapi juga harus mengajak murid untuk berpartipasi. Pembelajaran berbasis proyek inilah yang membuat murid salah paham dengan peran  guru sekarang ini. 

Sehingga ada murid yang mengatakan bahwa guru makan gaji buta. Padahal di sisi lain guru sedang mempersiapkan strategi dan media pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum yang ada.