“Satu-satunya yang menyelamatkan kita semua cuma persatuan, persaudaraan.”
(Sekali Peristiwa di Banten Selatan)
Menurut Hans Kohn, nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Paham tersebut mulai muncul ketika suatu bangsa memiliki cita-cita yang sama untuk membangun suatu negara.
Di negeri-negeri Asia pada zaman modern, nasionalisme merupakan hasil yang paling penting dari pengaruh kekuasaan Barat. Tentu saja nasionalisme di negeri-negeri Asia dan khususnya di Indonesia tidak dapat disamakan dengan di Barat, karena ia merupakan suatu gejala historis yang telah berkembangan sebagai jawaban terhadap kondisi politik, ekonomi, dan sosial khususnya yang ditimbulkan oleh situasi kolonial.
Hal yang esensial bahwa nasionalisme dan kolonialisme itu tidak terlepas satu sama lain, dan terasa juga adanya pengaruh timbal balik antara nasionalisme yang sedang berkembang dan politik kolonial dengan ideologinya, yang menganggap bahwa peradaban Barat itu lebih tinggi dan berbeda sama sekali dengan kebudayaan Timur.
Rasa cinta terhadap tanah air merupakan bentuk dari nasionalisme. Meskipun setiap generasi memiliki tantangan dan jawaban tersendiri mengenai perwujudan nasionalisme, namun esensi nasionalisme tetap sama, yaitu adanya keterikatan diri terhadap negara dan tanah air. Topik mengenai nasionalisme tidak hanya diangkat dalam tulisan-tulisan ilmiah, tetapi dapat juga diangkat ke dalam bentuk karya sastra.
Jiwa Nasionalisme dalam Diri Seorang Ranta
Dalam Sekali Peristiwa di Banten Selatan terjadi pada masa DI memberontak. Pada saat itu Indonesia memang sudah merdeka, tetapi masih terjadi perpecahan di antara rakyatnya. Siapa sangka persatuan belum tertanam pada diri rakyat Indonesia pada masa itu. Pemikiran yang sempit membuat mereka terbelakang.
Tanpa adanya persatuan tidak akan ada kemajuan. Sosok Ranta, yang berani membela kebenaran juga seorang pemikir yang cerdas dan tidak lupa akan pentingnya persatuan. Ranta hanyalah rakyat biasa yang tiba-tiba diangkat menjadi lurah. Ia berani mengungkap kebenaran tentang diri Juragan Musa yang merupakan bagian dari Darul Islam. Komandan yang mengetahui itu langsung menangkap Juragan Musa dan meminta kepada Ranta untuk menjadi lurah untuk sementara.
Semangat nasional dari diri Ranta saat menjadi lurah mulai dirasakan oleh masyarakat setempat. Mereka mulai menyusun rencana untuk melawan pasukan DI yang akan datang memberontak. Dengan kepercayaan diri dan keyakinan semua hal bisa terjadi, apalagi dengan persatuan. Tentunya, kemenangan akan menghampiri. Ranta dengan ide cemerlang meminta semua rakyatnya untuk ikut andil dalam melawan pemberontakan, baik itu seorang perempuan.
Kita persatukan rakyat, kita lawan musuh bersama-sama. Kita pergunakan bambu dan ranjau-ranjau. Kita pergunakan tong-tong di tiap rumah untuk menyampaikan berita dan mengerahkan rakyat untuk melawan musuh bersama.
Dari kutipan tersebut Ranta menjadi sosok yang membangkitkan rasa juang pada rakyat. Siapa sangka seorang Ranta yang hanyalah rakyat biasa itu bisa mempunyai pemikiran untuk bergotong royong untuk melawan musuh. Walaupun Indonesia pada saat itu telah merdeka, tetapi bangsa Belanda masih belum mengakui kemerdekaan bangsa Kita.
Bangsa Belanda kembali lagi untuk menjajah dan melakukan perlawanan, sehingga terjadilah perjanjian Linggar Jati, yang membuat DI ini memberontak. Walaupun kita ketahui mereka adalah rakyat Indonesia sendiri, tetapi mereka mendirikan negara sendiri yaitu negara Islam.
Kemerdekaan belum dirasakan oleh semua rakyat pada saat itu, masih banyak rakyat yang belum bisa baca tulis, masih banyak rakyat yang tidak mengerti arti persatuan, ketakutan masih menghantui diri mereka. Ranta sebagai seorang lurah setelah mendapat kemenangan saat melawan musuh, ia mengerahkan rakyat untuk bergotong royong membangun waduk. Dengan semangat gotong royong para rakyat bekerja sambil bernyanyi.
Ranta banyak memberikan usul untuk ke depannya, ia ingin para rakyat memulai kehidupan yang baru, tidak menjadi budak, tidak larut dalam kemiskinan, tidak buta akan pengetahuan. Sang komandan yang turut bekerja sama, sangat menyetujui pendapat Ranta, pada saat itu mereka berdiskusi untuk menentukan apa yang selanjutnya mereka perbuat untuk menyejahterakan kampungnya.
Aku punya usul. Bagaimana kalau tanah liar itu kita tanami pohon kelapa dan duren?
Seseorang di antara kerumunan itu bersuara:
Abdi sendiri akur, pak. Tapi…….
Perbincangan terjadi di antara mereka. Saling menyampaikan pendapat masing-masing tanpa keraguan. Ada yang berpendapat kalau mereka tidak ada kendaraan untuk berjualan apabila menanam buah-buahan, ada yang berpendapat tak ingin istrinya lebih pintar dari sang suami, tetapi pendapat-pendapat tersebut dapat dipersatukan dan dicarikan jalan keluarnya.
Bagi yang ingin belajar membaca dan menulis bisa diajari oleh komandan atau pun istri dari Juragan Musa yang siap membantu. Dari kejadian tersebut mulai terbangun rasa saling peduli, toleransi, serta menghargai pendapat masing-masing. Kehidupan tanpa melibatkan orang lain adalah hal yang mustahil karena, dalam kehidupan kita bergantung satu sama lain untuk melanjutkan kehidupan ini.
Kemerdekaan: Masih diambang Perselisihan
Merdeka artinya kita telah bebas dari belenggu penjajahan tapi sayangnya kita masih belum merdeka setalah perjuangan panjang. Kemerdekaan masih menjadi tanda tanya ketika belum diakui oleh negara-negara di dunia. apalagi pada saat itu Belanda belum mengakui kemerdekaan Indonesia. Mereka masih ingin mengambil kekayaan alam negara Indonesia. Melakukan berbagai cara, membagi-bagi wilayah Indonesia serta melakukan berbagai perlawanan.
Saat itu PBB turut andil untuk mendamaikan negara Indonesia dan Belanda, dengan membuat perjanjian-perjanjian, tapi perjanjian tersebut malah memicu masalah baru. Dalam novel ini Pram menggambarkan bagaimana DI melakukan pemberontakan. Anggota DI adalah rakyat Indonesia sendiri yang memutuskan untuk membuat negara Islam di negara Indonesia. Tapi negara tersebut tidak bertahan lama.
Masyarakat pada masa itu masih banyak yang menderita, merasa ketakutan akan berbagai hal yang datang. Hidup dalam kesengsaraan, tidak adanya kerja sama, buta akan pengetahuan serta belum ada orang yang menjadi pemersatu dalam masyarakat. Dalam novel ini Ranta seorang rakyat biasa, tidak pandai tetapi mempunyai semangat nasionalisme tinggi. Ia mengajak masyarakat untuk bergotong royong dan melawan musuh bersama-sama.
Persatuan ia ciptakan dalam masyarakat, melakukan perlawanan dengan alat seadanya sampai mendapat kemenangan. Suatu kemenangan tidak akan tercapai tanpa sebuah persatuan masyarakat. Kepedulian harus ditanamkan agar bangsa kita mengalami kemajuan, walaupun perlahan-lahan. Sampai kapan mau hidup menderita dalam penjara kebodohan.
Jadilah seorang Ranta dalam kehidupan nyata. Jangan biarkan perbudakan, kebodohan dan perpecahan merusak persaudaraan. Cobalah untuk melakukan perubahan dalam kehidupan sekarang. Ranta adalah sosok pahlawan, dibalik pengarang Pramoedya Ananta Toer.
Perjuangan dapat dilakukan di mana pun tempatmu berada, jadikanlah pelajaran tentang apa yang telah kamu baca. Pramoedya tidak menceritakan sosok Ranta dengan sengaja. Ia ingin memperlihatkan bagaimana kehidupan pada mas itu, bagaimana kehidupan Pram yang menjalani hari-harinya di penjara. Sastrawan memanglah pahlawan dalam menyebarkan perlawanan terhadap penjajah dan bagian dari sejarah Indonesia.
Daftar Pustaka
Kohn, Hans. Nasionalisme: Arti dan Sejarahnya, Jakarta : Penerbit Erlangga, 1985.
Kartodirdjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme, Jilid 2. Jakarta: Gramedia, 1999.
Laurenson, Diana dan Alan Swingewood, Sociology of Literature. London: Granada Publishing Limited, 1972.
Ananta Toer, Pramoedya. Sekali Peristiwa di Banten Selatan, Jakarta Timur: Lentera Dipantara, 2015.