Politik yang kian hari kian merambah berbagai aspek kehidupan tentunya memiliki pengaruh yang besar terhadap kondisi social masyarakat. Politik tidak hanya mempengaruhi sebuah system pemerintahan, namun juga menjadi penentu terhadap gerakan ekonomi, perkembangan social budaya, pendidikan dan perguruan tinggi, hingga mempengaruhi penegakan hukum, bahkan dapat hadir dan turut mempengaruhi kehidupan beragama.
Residu pemilu tahun 2019 masih menyisakan keterbelahan di akar rumput walaupun para elit sudah meneladankan rekonsiliasi. Narasi cebong kampret masih santer bersahut-sahutan dalam jagat dunia maya, sampai berujung dengan penistaan dan masuk dapur pidana.
Hal ini memberikan sinyal bahwa politik yang didasari dengan fanatisme berlebih tidak produktif bagi keberlangsungan kehiduban berbangsa pasca pagelaran pesta demokrasi pemilihan umum.
Sedemikian luas pengaruh politik dalam kehidupan berbangsa sehingga nuansa politik ditanah air juga perlu perhatian khusus agar tidak terulang keterbelahan masyarakat yang berkepanjangan, dan sebaliknya menghadirkan nuasa baru politik yang menggembirakan dan membahagiakan bagi semua kalangan.
Moderasi asal mulanya dari bahasa Latin moderatio, artinya ke-sedang-an (tidak berlebihan juga tidak kekurangan). Moderat juga dimaknai sebagai pengendalian diri dari sikap yang berlebihan dan kekurangan. Kampanye moderasi beragama yang massif digalakan oleh kementerian agama patut untuk dikristalkan dalam dunia politik, sehingga pegiat politik sadar betul pentingnya sikap yang moderat dalam berpolitik.
Edukasi moderasi berpolitik bagi masyarakat penting dikampanyekan agar masyarakat tetap sadar politik dan turut berpartisipasi merawat Indonesia melalui politik namun tidak terjebak kepada politik yang terlalu kanan (baca: konservatif), abai, tidak menggunakan hak pilih, pesimis, bahkan menolak/anti politik, dan tidak pula terlalu kiri (baca: radikal), fanatik, mengkultuskan tokoh, membela mati-matian bahkan dengan kekerasan.
Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terdapat dua makna moderasi, yaitu mengurangi kekerasan dan menghindari keekstriman. Hal ini penting hadir dalam iklim politik nasional agar pesta rakyat pada pemilihan umum serentak tahun 2024 menjadi pesta rakyat yang membawa kebahagiaan bersama bagi seluruh rakyat Indonesia, baik bagi pendukung calon yang terpilih maupun pendukung calon yang tidak terpilih.
Moderasi berpolitik penting ditamankan kepada masyarakat dan diteladankan oleh elit politik agar perbedaan pilihan dan sikap politik dapat saling dihormati dan tidak menimbulkan permusuhan dan perpecahan bahkan kekerasan dalam masyarakat, baik antar masyarakat (horizontal) maupun masyarakat dengan pemerintah (vertical).
Pendidikan politik yang moderat sepatutnya menjadi misi bersama partai dan elit politik, menjadi kata kunci saat menyapa pendukung dilapangan, menjadi pesan damai untuk merawat ke-bhineka-an dan gotong royong merawat Indonesia.
Jika dimaknai dalam bahasa Arab, moderasi lebih dipahami dengan wasath atau wasathiyyah, yang mempunyai persamaan arti dengan kata tawassuth (tengah-tengah), i‟tidal (adil) dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyyah bisa disebut wasith. Kata wasith bahkan sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata “wasit” yang memiliki tiga pengertian yakni penengah atau perantara, pelerai,pemisah, pendamai, dan pemimpin di pertandingan.
Dalam kultur politik Indonesia maka pengertian ini sangat dekat dengan lembaga penyelenggara pemilihan umum yang akrab disebut sebagai wasit. Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus bisa benar-benar berdiri tegak kepada regulasi yang berlaku.
Asas kepastian hukum harus menjadi nafas dan pijakan setiap pergerakan penyelenggara pemilu dalam menggelar pesta rakyat terbesar di tanah air, agar pesta rakyat benar-benar menjadi pesta bagi seluruh rakyat, dan berakhir dengan kebahagiaan dan kemenangan bersama rakyat Indonesia.
Adanya oknum wasit yang turut masuk ke gelanggang permainan sebagai pemain tentunya menjadi preseden buruk bagi demokrasi kita dan sangat berpotensi merusak pesta demokrasi hingga mengundang kegaduhan. Memastikan pemilihan wasit yang bernar-benar independen dan profesional adalah pekerjaan pertama elit masyarakat sebelum pertandingan dimulai.
Tiga komponen penting yang perlu membangun komitmen moderasi berpolitik adalah elit partai dan politikus, masyarakat sebagai pemilih, pemerintah dan penyelenggara pemilu.
Elit partai dan politikus dalam kultur politik di Indonesia sangat memiliki peran dan pengaruh yang sangat besar. Partai politik yang merupakan perahu utama menuju kursi eksekutif dan legislatif bahkan yudikatif dalam trias politika di Indonesia memiliki daya tawar yang besar baik bagi pemerintah maupun konstituen hingga di akar rumput.
Keteladanan moderasi berpolitik oleh elit partai politik sangat mempengaruhi iklim politik tanah air, komitmen bersama politik santun dan bahagia harus menjadi semangat kolektif partai-partai politik.
Kompenen kedua adalah masyarakat pemilih, masyarkat pemilih adalah penentu suara rakyat diwakilkan kepada siapa. Sebagai tiket menduduki kursi-kursi pemerintahan suara rakyat tentunya menjadi incaran para politikus untuk menuju jabatan-jabatan politik di berbagai tingkatan se-tanah air.
Komitmen moderasi berpolitik tentunya menjadi satu paket dengan komitmen menjadi pemilih yang cerdas dan berdaulat. Sepatutnya pemilih yang sebagian besar juga menjadi anggota partai politik menghayati politik yang moderat, sehingga sesama pendukung tidak terbelah oleh partai, dan pecah belah karena kepentingan, sehingga pesta rakyat menjadi pesta yang meriah dan membahagikan.
Komponen terakhir adalah penyelenggara pemilu, baik lembaga penyelenggara maupun pemerintah yang saat itu berkuasa. Pemerintah yang memilik perangkat lengkap baik sarana maupun prasarana dalam mengendalikan masyarakat harus benar-benar berada dalam koridor independen dan profesional, seiring pula dengan penyelenggara pemilu yang dibentuk dan dilengkapi dengan sarana dan prasarana oleh pemerintah harus total independen dan hanya berpihak kepada regulasi yang berlaku.