Dewasa ini banyak fenomena kehidupan yang dihubung-hubungkan dengan teknologi. Mulai dari istilah industrial 4.0 hingga education 21st century. Semua itu adalah akibat dari kemajuan teknologi yang merasuki kehidupan manusia.
Sejak teknologi mendunia dan menjadi bagian dari kehidupan, kini posisi kertas mulai tergeser. Lahirnya istilah ”e-book” membuat kertas tak lagi banyak diminati oleh masyarakat. Selain itu, kini banyak bentuk dari elektronik dokumen yang berhasil menggantikan kertas sebagai bentuk konkrit dari sebuah dokumen.
Lalu, apakah kehidupan ini bisa dikatakan sebagai era nir-kertas? Bagaimana pandangan para ilmuwan mengenai berita ini?
Pendapat positif datang dari Mason, seorang pendiri penerbit Publerati, mengatakan bahwa buku elektronik saat ini telah berhasil menggantikan buku kertas, diantaranya karena buku kertas terlihat kurang menarik dan tidak se-efektif buku elektronik.
Selain itu, Mason juga mengatakan bahwa buku elektronik juga mudah diakses dan didapatkan serta siswa bisa memilikinya tanpa harus membutuhkan banyak kertas.
Tetapi, seorang penulis ternama bernama Benedict Anderson mengemukakan pendapat lain. Menurutnya, buku kertas lebih menawarkan sensasi yang unik dibandingkan buku elektronik. Dia mengatakan buku-buku elektronik bisa menghilangkan kesan keacakan sekaligus keberuntungan, “Tak ada kejutan, afeksi dan skeptisisme,” kata Anderson.
Anderson juga menambahkan bahwa buku cetak memiliki aroma tersendiri yang luar biasa hingga bisa menarik banyak perhatian masyarakat untuk tetap setia. Namun, sesungguhnya kertas juga tidak selalu berhubungan dengan hal tulis-menulis. Kertas memiliki peran di kehidupan manusia bahkan lebih dari itu.
Ada beberapa peran dari kertas yang memang masih sangat dibutuhkan, seperti kertas sebagai media cetak dokumen yang penting contohnya kartu keluarga (KK), sertifikat, ijazah, akta bahkan hingga tiket transportasi dan tiket hiburan.
Hal-hal yang telah disebutkan di atas merupakan contoh kegunaan kertas yang sering ditemui dalam kehidupan manusia sehari-hari. Namun, bersamaan dengan berkembangnya kecanggihan teknologi, kini mulai bermunculan mitos dan fakta mengenai kertas.
Dari mitos dan fakta itulah keberpihakan masyarakat dengan kertas mulai ternodai.
Mitos Kertas yang Salah
Banyak masyarakat yang salah kaprah mengenai kertas. Oleh karenanya, masyarakat tidak mulai lagi berpihak pada kertas karena mereka berpikir keberadaan kertas merusak lingkungan. Dengan kertas, pemerintah harus menebang ratusan hingga ribuan pohon yang katanya 1 pohon hanya bisa memproduksi 1 rim kertas.
Mitos itulah yang selalu tertanam di benak masyarakat luas mengenai kertas. Faktanya, Country Head PT RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper) Susie Susanto menjelaskan bahwa satu pohon akasia berukuran kurang lebih lima meter mampu menghasilkan 23 rim kertas. Sangat jauh dari dugaan masyarakat mengenai 1 pohon 1 rim kertas bukan?
Jika memang 1 pohon hanya bisa menghasilkan 1 rim kertas, seharusnya hutan Indonesia telah habis sejak dulu. Tapi faktanya kita masih memiliki ribuan bahkan jutaan hektar hutan yang masih rimbun dan bisa dimanfaatkan.
Mitos 1 pohon untuk 1 rim kertas itulah yang membuat masyarakat enggan berpihak pada kertas karena mereka berpikir itu akan menghabiskan hutan Indonesia satu demi satu. Padahal kenyataannya tidak demikian bukan? Masyarakat telah dicengkeram oleh pola pikir yang salah selama ini.
Mitos kedua mengenai kertas ialah anggapan bahwa produksi kertas tidak ramah lingkungan. Masyarakat berpikir bahwa proses produksi kertas yaitu dari penebangan pohon secara besar-besaran yang dapat mengakibatkan erosi serta kebakaran hutan. Tidak hanya itu, penggunaan kertas juga menimbulkan banyak sampah setelah penggunaannya yang sudah tidak terpakai lagi.
Namun, masyarakat tidak menyadari bahwa ternyata proses produksi kertas itu menerapkan prinsip berkelanjutan dan juga salah satu material yang mudah untuk didaur ulang sehingga dapat meminimalisir untuk tidak merusak lingkungan.
Pendapat ini muncul dari Mark Pits, executive director of printing-writing dari American Forest and Paper Association, mengatakan bahwa “Yang tidak disadari oleh orang-orang adalah bahwa proses produksi kertas itu berkelanjutan, dan klaim sebaliknya justru menyesatkan konsumen”.
Mitos selanjutnya yaitu mengenai isu pemanasan global yang sedang terjadi. Banyak masyarakat menuding industri kertas menjadi salah satu penyebab dari pemanasan global mulai dari proses produksinya dari pabrik yang mengeluarkan emisi gas rumah kaca hingga proses penebangan pohon yang dilakukan.
Namun, anggapan tersebut berhasil diruntuhkan dengan Laporan dari Ecofys pada 2013 yang menunjukkan bahwa sektor industri pulp dan kertas adalah salah satu industri pengemisi gas rumah kaca terendah, dengan kontribusi hanya 1% dari emisi rumah kaca global.
Kemudian, laporan lain datang dari data FAOSTAT pada 2015 yang menunjukkan bahwa 50% panen kayu dunia justru digunakan untuk energi, 28% untuk konstruksi. Sementara itu, industri kertas secara langsung hanya menyerap 13% dari total panen kayu tersebut.
Bagaimana bisa kita menyebut kertas sebagai penyebab pemanasan global setelah kita melihat data itu.
Bukti-bukti tersebut telah sangat jelas menunjukkan bahwa anggapan masyarakat selama ini mengenai kertas adalah salah. Kertas tidak sepenuhnya jahat dalam kehidupan ini, begitupun juga dengan teknologi. Teknologi juga tidak selamanya pantas untuk didewakan karena kecanggihannya dalam segala hal termasuk menggantikan posisi kertas.
Dari banyaknya mitos dan fakta yang hadir dan merasuki pikiran manusia, tentu kita semua bisa menarik sebuah kesimpulan bahwa industri kertas tidak mungkin berhenti dan akan terus berkembang sesuai zaman.
Sudah pasti bahwa industri pulp dan kertas juga menerapkan prinsip-prinsip yang berkelanjutan untuk meminimalisir pencemaran lingkungan. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan keberadaan kertas.
Semua orang pasti tahu bahwa kertas sangatlah penting bagi kehidupan sehari-hari mengingat bahwa fungsi kertas tidak hanya terbatas pada kegiatan tulis menulis.
Yang perlu ditegaskan adalah persepsi masyarakat dalam menyikapi hal ini. Masyarakat harusnya memahami lebih dulu informasi ini sebelum berasumsi yang tidak benar mengenai kertas.
Referensi
- Tirto, Mitos dan Fakta tentang Kertas
- Aprilasia, Belajar Kritis Menyikapi Mitos Kertas