Presiden Joko Widodo telah menuntaskan serangkaian kunjungannya di Eropa pada Juni 2022 lalu. Pertemuan Jokowi dengan Volodymyr Zelenskyy di Ukraina dan Vladimir Putin di Moskow menarik perhatian beberapa pihak dan memicu perdebatan di domestik.
Joko Widodo merupakan pemimpin Asia pertama yang datang ke wilayah konflik tersebut.
Rangkaian kunjungan luar negeri diawali dari kunjungan luar negeri ke empat negara, yaitu Jerman, Ukraina, Rusia, dan Persatuan Emirat Arab pada Minggu 26 Juni 2022.
Sebelum memulai misi perdamaian ke Rusia dan Ukraina, Presiden Joko Widodo mengunjungi Jerman untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 terlebih dahulu.
Melalui akun Instagram, Jokowi menyebut kunjungannya ke Ukraina dan Rusia tersebut sebagai misi perdamaian. Penyebutan misi perdamaian tersebut penting untuk memaknai tujuan kunjungan.
Indonesia menjalankan amanah konstitusi untuk menjaga perdamaian dunia. Terlebih dengan prinsip politik luar negeri babas-aktifnya.
Sebagai pemimpin pertama dari Asia yang berinisiatif melakukan upaya perdamaian, Presiden Joko Widodo pantas mendapat apresiasi. Sekecil apa pun peluang perdamaian, harus tetap dilakukan.
Tentunya upaya perdamaian ini perlu dilihat secara proposional. Melihat kompleksitas konflik, perdamaian tidak bisa tercapai begitu saja. Konflik ini bukan sesuatu yang mudah ditaklukkan oleh dari negara global south seperti Indonesia.
Indonesia dilihat sebagai aktor yang tulus di mata internasional. Indonesia tidak memiliki kepentingan selain menjaga perdamaian dunia dan memastikan keamanan rantai pasokan pangan dunia.
Citra seperti itulah yang memungkinkan Indonesia untuk berkunjung dan berupaya menciptakan perdamaian di antara kedua negara tersebut.
Presiden Joko Widodo pergi dengan judul misi damai, tetapi itu tidak bisa dilihat hanya sebagai misi perdamaian. Terdapat lapisan tujuan di dalam kunjungannya. Kritik yang diberikan untuk misi dengan label damai penting untuk menjadi bahan pertimbangan.
Penentuan keberhasilan atau kegagalan dari misi perdamaian bergantung pada capaian objektif yang hendak dicapai. Selama ini masyarakat hanya bisa menebak-nebak tujuan objektif pemerintah dalam kunjungan tersebut. Pemerintah tidak memberikan penjelasan pasti terkait substansi dari kunjungan.
Jika perdamaian adalah ukuran keberhasilan, dampaknya tidak akan optimal. Indonesia bukan pemain besar dalam kasus ini. Terdapat negara dengan great power yang bermain di dalamnya.
Cukup sulit bagi Indonesia untuk menciptakan pedamaian dalam konflik tersebut, tetapi bukan berarti perdamaian tidak dapat dicapai.
Indonesia sebagai negara dengan politik bebas aktif melihat peluang untuk mengupayakan perdamaian. Mungkin tidak bisa menghentikan konflik dan menciptakan perdamaian secara langsung, tetapi melalui lapisan yang berhubungan dengan dampak konflik.
Indonesia dapat berkontribusi dalam menciptakan perdamaian dengan mengikuti masyarakat internasional dan menyuarakan dampak terhadap ketahanan pangan. Indonesia bisa fokus terhadap cara memitigasi dampaknya ke negara lain.
Tawaran yang dapat diberikan oleh Indonesia untuk memitigasi dampak ini juga perlu diperhatikan. Tujuannya agar dapat dilihat sebagai penawaran yang seimbang untuk kedua belah pihak.
Kunjungan yang pergi dengan judul misi damai ini membawa kepentingan yang berkaitan dengan presidensi Indonesia di G20. Kunjungan ini membawa pesan untuk pihak yang menolak kehadiran Rusia dalam G20 yang akan dilaksanakan di Indonesia. Melalui kunjungan ini Indonesia menegaskan politik bebas aktifnya.
Aspek menghentikan konflik dan memitigasi dampak mungkin tidak tercapai secara optimal, tetapi pesan bahwa Indonesia merupakan negara bebas dan aktif tersampaikan dengan cukup jelas.
Banyak kritik yang menyatakan Indonesia telah gagal karena masih terdapat misil di antara kedua negara. Akan tetapi, usaha perdamaian memang bukan sesuatu yang dapat dicapai dengan instant. Pengamanan pembangunan dan kerja sama, serta bebas visa Ukraina juga menjadi perhatian pemerintah.
Terlepas dari kritik yang ada, upaya Indonesia perlu diapresiasi. Indonesia sebagai negara berkembang telah melaksanakan politik bebas aktifnya sesuai dengan porsinya. Bukan sebagai juru damai, tetapi turut andil dalam perdamaian dunia.
Indonesia memiliki catatan yang cukup baik dalam berkontribusi pada perdamaian dunia. Dalam isu regional, Indonesia sering menjadi penengah dan mengambil peran penting untuk menyelesaikan konflik.
Namun, dalam kasus konflik Rusia-Ukraina Indonesia kurang berhubungan secara langsung sehingga cukup sulit untuk mengambil peran untuk perdamaian.
Dalam menjalankan misi perdamaian, Indonesia kurang memberikan follow-up secara intensif. Ini bukan kali pertama bagi Indonesia dalam menjalankan misi perdamaian, tetapi Indonesia sering kali melewatkan langkah lanjutan yang substantif dari misinya.
Akan lebih baik jika Indonesia melakukan misi perdamaian dengan bertahap dan berkelanjutan. Indonesia bisa mendorong negara-negara global south untuk lebih bersuara. Selain itu, Indonesia juga dapat membuat dialog multilateral untuk membahas konflik yang ada dan memposisikan diri sebagai pihak netral.
Terkait dengan domestik dari Indonesia sendiri, seluruh tindakan dari kebijakan luar negeri terdapat aspek dari domestik. Banyak pihak yang menjadikan kunjungan tersebut sebagai sebuah pencapaian besar sehingga memicu perdebatan dengan pihak lain.
Media termasuk buzzer di media sosial terlalu mendramatisasi kunjungan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo tersebut. Narasi yang digunakan untuk mempublikasikan kunjungan ini membentuk bingkai politik domestik Indonesia sehingga substansi dari kunjungan kurang mendapat perhatian.
Dengan demikian, upaya yang dilakukan Presiden Joko Widodo melalui kunjungan yang disebut sebagai misi damai bisa dibilang cukup berhasil. Bukan berhasil dalam menciptakan perdamaian antara Rusia dan Ukraina, tetapi berhasil dalam menegaskan politik bebas aktif Indonesia.