Tidak dapat dipungkiri lagi pendidikan adalah sebuah pondasi utama dalam membangun tiang-tiang kehidupan yang akan datang. Tetapi apakah sebuah tiang yang kokoh dapat berdiri dari pondasi yang lunak?

Perkembangan ilmu pengetahuan dari waktu ke waktu membawa perubahan kebiasaan masyarakat. Mulai dari bagaimana manusia memenuhi kebutuhan perutnya dengan hanya memburu hewan di sekitarnya. Dan ketika hewan yang biasa diburu itu mulai sulit ditemukan akhirnya manusia belajar bagaimana mengatur tentang sebuah ketersediaan pangan.

Seiring berkembangnya pengetahuan akan berdampak juga dengan perkembangan kesadaran tentang sebuah kebutuhan hidup. Yang pada awalnya hanya menyadari lapar perut kemudian berkembang dengan sebuah kelaparan-kelaparan yang lain. Mulai dari lapar penglihatan, lapar pendengaran, hingga lapar wawasan.

Lapar wawasan inilah yang sebenarnya adalah pintu untuk memenuhi sebuah kesadaran akan lapar-lapar lainnya. Sehingga pemenuhan akan wawasan ini haruslah sesuai dengan sebuah keadaan yang ada. 

Bagaimana bisa seorang manusia memenuhi laparnya perut di tengah perkotaan dengan mengandalkan wawasan berburu yang sama dengan wawasan berburu ratusan tahun lalu, di mana ratusan tahun lalu manusia memenuhi laparnya perut lebih mengandalkan kekuatan ototnya untuk bertarung melawan hewan buruan. Sedangkan lawan dari sebuah perburuan saat ini tidak hanya tentang hewan buruan.

Dengan segala pengalaman masa lalu inilah pada akhirnya manusia belajar. Sehingga terbentuklah sebuah pengetahuan yang kemudian berkembang menjadi sebuah ilmu. Ketika berbicara pangan, mungkin kita akan berpikir tentang ilmu pertanian dan peternakan. Lalu ketika kita berbicara tentang ketersediaan pangan maka kita akan berpikir tentang sebuah cara mengadakan pangan dalam jumlah besar yang tahan untuk beberapa waktu.

Begitulah kira-kira ilmu pengetahuan digunakan. Perlu kita ingat, sebenarnya ilmu pengetahuan adalah bola liar yang perlu di tata dan diarahkan agar menjadi sebuah goal cantik pada gawang yang semestinya. sehingga diperlukannya pelembagaan sebuah ilmu agar pengetahuan dapat terus berkembang dan bermanfaat lebih luas. Mungkin tidak hanya untuk manusia tetapi untuk lingkungan di sekitarnya.

Ketika berbicara tentang pelembagaan ilmu, sangat wajar ketika kita menengok sekolah-sekolah, madrasah-madrasah, universitas-universitas, dan mungkin lembaga pendidikan lain. Lalu pertanyaannya, “Apakah lembaga pendidikan itu sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat?” dan ketika tidak sesuai, “Apa yang dilakukan?”.

Sangat wajar ketika pemerintah juga mengatur tentang bagaimana pendidikan berjalan. Banyak sekali instrumen yang dibuat pemerintah dalam mengatur berjalannya pendidikan di suatu negara. Dan memang sudah seharusnya pemerintah memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakatnya jika sebuah negara ingin masyarakatnya tidak dibohongi oleh masyarakat negara lainnya.

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat sangat dibutuhkan respon yang cepat juga. Jika berbicara soal pendidikan ternyata pemerintah memberikan sebuah respon yang sangat cepat sehingga muncul berbagai inovasi dari berbagai lembaga pendidikan dengan sebuah penyatuan kurikulum atau yang sering disebut sebagai integrasi kurikulum. Mulai dari integrasi ilmu agama sampai integrasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ada lembaga pendidikan yang mengintegrasikan kurikulum pendidikan pemerintah dengan kurikulum berbasis keagamaan. Sebagai contoh banyak madrasah yang mendirikan asrama, ataupun pesantren yang mendirikan sekolah. Ada juga lembaga pendidikan formal yang mengintegrasikan kurikulumnya dengan kurikulum yang berasal dari luar negara.  

Sebagai contoh, banyak kita temui berbagai sekolah yang rela merogoh anggaran yang cukup tinggi untuk menggunakan kurikulum yang disusun oleh perguruan tinggi di luar negri. Ada pula yang rela melakukan standarisasi pendidikan ataupun pelayanan dari negara lain. Ini adalah hal yang wajar ketika sebuah negara tidak memiliki sebuah ketatanan sendiri.

Negara Indonesia adalah sebuah negara dengan sebuah peradaban tinggi. Sebuah negara yang merangkum banyak sekali tradisi, adat istiadat dari berbagai macam suku yang ada. Dan ini semua adalah sebuah bukti ketertatanan Bangsa dari Negara Indonesia. Bisa dibayangkan jika berbagai macam ketertatanan ini di sintesakan menjadi sebuah ketertatanan nasional.

Mungkin karena itulah kurikulum pendidikan di Indonesia bersifat sangat fleksibel sehingga dapat diintregasikan dengan berbagai macam kurikulum lainnya. Mungkin dapat kita lihat mulai dari lembaga pendidikan paling kecil yang ada di negara kita hingga tingkatan yang paling tinggi.

Akan sangat indah jika setelah melihat keadaan ini, lalu kita membayangkan sebuah pertunjukan orkestra. Dimana setiap lembaga pendidikan memiliki kekhasan suaranya masing-masing, kemudian menjadi satu dan membentuk sebuah melodi. “Dapatkah kita membayangkan ini?”

Alangkah baiknya jika segala fenomena pendidikan yang ada dapat kita ambil pelajaran dan kesempatan. Tidak lain adalah untuk membangun sebuah ketertatanan sosial yang benar-benar tertata. Ketertatanan ini adalah bagaimana ilmu pengetahuan dapat meningkatkan kesadaran individu terhadap dirinya, terhadap sesama individu lainnya, dan terhadap lingkungannya. 

Hal ini tidak akan tercipta jika sebuah lembaga pendidikan tidak memasukkan pendidikan moral di dalam proses-proses penyadaran diri yang ada dalam sebuah proses yang sering disebut sebagai proses pendidikan.