Beberapa hari ini media baru dihebohkan dengan pemberitaan tentang Dimas Kanjeng Taat Pribadi (DKTP), baik di tivi maupun sosmed, yang ditangkap oleh aparat karena disinyalir sebagai penipuan terhadap masyarakat tentang penggadaan uang.

Yaaa, itung-itung sebagai selingan sinetron Kopi Sianida dan tentunya Pilkada, lama-lama sumpeg juga kan pemberitaan yang begitu-itu, kecuali bagi mereka yang dianugerahi kesabaran tingkat spiderman, batman dan aeronman.

DKTP merupakan seorang tokoh dermawan di kampungnya sana Probolinggo, konon satu tahun sekali minimal ia sedekah sejumlah satu milyad rupiah, bayangkan saja satu milyar.

Salah satu teman saya ndilalah ada yang ikut jadi jamaah DKTP itu, dan ikut serta menggandakan uang, tak main-main ia sudah mengikuti selama lebih kurang 8 tahun. Bukan waktu yang sebentar sodara, apalagi untuk melupakan mantan.

Ketika tanya “Kenapa ikut DKTP?” malah retorikanya nggilani dengan mengatakan “Hawong Marwah Daud Ibrahim aja yang lulusan pehade di amerika sana ikut kok, masa iya aku yang cuma lulusan es satu aja nggak ikut.”

(Mendengar nama itu saya langsung buru-buru ngosak-ngasik isi mbak Wikipedia, alhasil ia adalah sekjend ICMI, pernah menjabat DPR MPR dan lain sebagainya. Maklum saya awam sekali tentang pulitik, jadi asing dengan nama bliyo.)

Dalam hati saya, terus kalo lulusan pehade di amerika pasti bener dan wajib diikuti fatwanya getooo?. Mbuahmu kipper... otaknya diiklanin aja ke olx pasti laku mahal dengan judul “dijual otak masih original, sebab jarang dipake.”

Setelah itu debat kecil-kecilan yang kesimpulannya adalah bahwa DKTP punya karomah (semacam mukjizat kalo dalam terminologi kenabian) dengan cara menggandakan uang berlipat-lipat, sebab itu DKP dianggap sebagai sang arif billah, waliyullah, dan guru pada zamannya.

Saya sama sekali tak tertarik dan tidak gumun, jika ada orang yang bisa seperti itu, setahu saya kalau orang punya karomah itu malah disembunyikan, kecuali dalam keadaan mendesak.

Mbah Sidiq Jember pernah suatu ketika menimba air di sumur untuk memenuhi bak mandi yang dipakai teman-temannya di pesantren, tiba-tiba satu timba itu penuh terisi emas, tapi sama beliau dikembalikan lagi ke sumur seraya mengatakan “bukan ini yang saya cari, melainkan keturunan yang salehlah yang saya inginkan.”

Cerita serupa akan sering kita temukan di kisah-kisah para kekasih Allah, bukan malah mempertontonkannya hanya karena ingin populer di masyarakat. Kalau cuma ingin populer ada cara yang lebih sederhana dan tokcer, ikuti saja jejak Jonru.

Dunia ini fana sodara, apalagi pacar, ah begitu fana, sebab di dunia ini yang abadi ada(hanya)lah mantan *halahhh… opo hubungane.

Fenomena DKP ini sebenarnya bukan benar-benar hal yang baru di sekitar kita, silahkan ketik aja “dukun pengganda uang” di mesin gugel. Niscaya akan anda temukan pelbagai situs yang mengungkapkan hal itu, mulai dari situs abal-abal hingga yang paling royal.

Tapi jika harus jujur, siapa sih yang tak mau tiba-tiba punya banyak uang hanya dengan cara mendiamkan uang tersebut lalu tiba-tiba menjadi berlipat ganda. Lalu kita tinggal ongkang-ongkang sambil udat udut dan ngopi(?).

Fenomena ini sebenarnya tidak jauh beda dengan ustad yang menganjurkan sedekah ekstrim yang menjanjikan akan dilipat gandakan sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Keduanya secara subtansial sama, yakni bagaimana memeroleh uang banyak tanpa mau keras bekerja.

Bedanya, yang satu memonopoli dalil Qur’an dan hadis biar kesannya relijiyes-apolojetis, dan menafikan aspek bahwa balasan tidak diperoleh langsung di dunia, tapi nanti juga diakherat sana. Satunya lagi cukup dengan menon-aktifkan kerja otak secara proposional.

Pada saat catatan ini ditulis, kabar terakhir DKTP di kompas tipi sudah diamankan dan sedang menjalani proses pemeriksaan oleh aparat kepolisian atas kasus pembunuhan sekaligus penipuan dan bliyo berjanji akan mengembalikan uang yang telah diterima dari para muridnya. Sementara itu saya ikut berdoa, semoga uang tersebut dikembalikan dengan mata uang rupiah, bukan mata uang jepang yakni yen.  

Yen ono duwite

Yen ora lali

Yen ora ilang

Yen utegke podo waras.