Manusia Indonesia telah memasuki babak barunya. Sebelum kedatangan teknologi, masyarakat dalam mempermudah aktivitasnya masih menggunakan langkah-langkah tradisional.
Kesederhanaan mencerminkan bagaimana pola hidup para tetua dahulu. Namun, gelombang perubahan sosial dan budaya yang cukup pesat telah banyak memengaruhi cara pandang dan perilaku masyarakat Indonesia.
Sekarang semua serba mudah dan cepat. Barang dan jasa apa pun yang diinginkan semua tersedia. Begitulah globalisasi dan modernisasi, kehadirannya memberikan dampak besar bagi peradaban umat manusia lebih khususnya bangsa Indonesia.
Mari kita coba refleksi hal apa saja yang kita lalui setiap hari. Tangan kita hampir tidak pernah lepas dari smartphone. Jari-jemari selalu bersentuhan mesra dengan si tombol. Atau mungkin ini adalah zaman tombol? Di mana setiap saat manusia modern membutuhkan tombol agar pekerjaannya berjalan dengan lancar.
Modernisasi memang harus disambut dan dijemput sebagai perubahan. Ada nilai-nilai positif yang bermanfaat di dalamnya, seperti mengajak kita untuk berpikir jangka panjang, menghargai ilmu pengetahuan, dan upaya melakukan permbangunan-pembangunan berkelanjutan.
Namun, ada semacam kecemasan yang bisa dirasakan saat arus globalisai masuk dengan mudah di bangsa Indonesia tanpa adanya proses penyaringan. Lihat saja, yang kita saksikan saat ini bahwa masyarakat lebih memuja sesuatu yang berbentuk materi dibandingkan yang bersifat non-materi, semisal nilai moralitas dan akhlak yang cenderung disingkirkan. Budaya materialisme ternyata sudah mendarah-daging pada kebiasaan hidup bangsa Indonesia. Sungguh merupakan dampak yang merugikan.
Pada zaman industrialisasi sekarang ini, masyarakat terlena pada produk-produk menggiurkan. Hasil dari produksi dijual dengan harga yang sepadan kualitasnya. Semakin tinggi kualitas barang tersebut, maka semakin mahal harga yang ditawarkan dan begitu sebaliknya.
Selain itu, kepemilikan benda atau barang produksi akan memengaruhi status kelas sosial seseorang. Artinya, tinggi-rendahnya kualitas barang produksi memiliki makna dan interpretasi bagi para konsumen.
Setiap sisi telah berubah. Bahkan pada sudut yang fundamental pun kita tidak sanggup mempertahankan diri dari serangan budaya global.
Ibarat karang yang sudah rapuh atau seperti kayu lapuk, bangsa ini sedang mengalami kemiskinan budaya. Kita masih pesimis dan menganggap bahwa budaya bangsa Indonesia terbelakang, tidak modern, kuno, dan pandangan-pandangan negatif lainnya. Kemudian kita tidak menyadari bahwa sekarang ada musuh yang sengaja ingin membodohi cara berfikir masyarakat Indonesia.
Perilaku Konsumtif
Saudaraku, perlu kiranya sebagai bagian dari bangsa Indonesia kita merenungi bagaimana rusaknya mental dan jati diri bangsa ini. Khazanah kebudayaan Ibu Pertiwi sudah direduksi oleh perbuatan anak-cucunya sendiri. Semangat materialisme budaya global yang datang dari barat merasuki karakter masyarakat kita.
Tidak perlu jauh-jauh untuk membeberkan realitasnya. Perilaku konsumtif bangsa ini adalah bukti bahwa kita belum bijaksana dalam menyikapi globalisasi. Perilaku konsumtif kita tidak seimbang dengan produktivitas. Bangsa ini lebih senang mengonsumsi daripada memproduksi.
Pola hidup konsumtif inilah yang mengakibatkan masyarakat mengarah pada ciri hedonisme. Sebuah cara pandang yang menganggap bahwa hidup ialah kesenangan dan kenikmatan materi semata dan uang merupakan segalanya. Sikap berhura-hura, berfoya-foya adalah tujuan utama bagi masyarakat yang hedonis. Sehingga menimbulkan konsumerisme dalam tubuh masyarakat.
Jika konsumerisme membudaya dalam masyarakat, tentu akan melahirkan perangai yang boros, rakus, serakah, atau tidak pernah puas dengan apa yang sudah diperoleh. Sehingga dalam pikirannya adalah beli dan beli. Pada akhirnya Indonesia adalah salah satu negara dengan gaya hidup paling konsumtif di dunia.
Perilaku konsumtif ini bukan hanya pada segi makanan dan minuman saja. Namun, konsumerisme terhadap pakaian, hiburan, pembelian alat transportasi, pemborosan listrik, pemborosan air, tidak hematnya ketika menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) itu semua cerminan dari sikap konsumtif bangsa ini.
Apalagi sekarang ini, sudah ada belanja secara online yang menjadi daya tarik tersendiri khususnya bagi para kaum muda untuk memuaskan hasrat dan nafsunya dan itu memperparah perilaku konsumtif masyarakat.
Konsumerisme dan Media
Kemunculan globalisasi pasti berkaitan kuat dengan kapitalisme. Sebuah sistem ekonomi yang mengedepankan kebebasan pasar. Kapitalisme merupakan jiwa para korporat dan konglomerasi dalam mengembangkan investasinya. Mereka ini selalu mencari cara baru agar perusahaannya tetap tumbuh dan besar menjadi raksasa yang menakutkan.
Menurut Dominic Strinati, dalam buku Popular Culture, menjelaskan bahwa kebutuhan ekonomi kapitalisme telah bergeser dari produksi menjadi konsumsi. Dulunya sebuah sistem yang sepenuhnya berfungsi dari produksi kapitalis harus ditegakkan, kebutuhan akan konsumsi mulai muncul, dan selanjutnya orang perlu memperoleh suatu etika kesenangan atau konsumen selain suatu etika kerja.
Selain itu, media juga sangat besar pengaruhnya terhadap komunikasi dan informasi pada masyarakat modern saat ini. Media bisa memberikan citra dan menyampaikan pesan kepada pemirsa tentang suatu barang produksi yang siap dipasarkan.
Peran media dalam melancarkan propaganda terlihat semakin kreatif dan inovatif. Iklan-iklan di televisi, media cetak, radio, dan juga media sosial sangat menarik. Polesan-polesan media membantu besar dalam meningkatkan rating barang produksi dari merk yang memayunginya. Sehingga merek-merek atau brand yang eksis ialah yang sering mempromosikan produknya di media.
Konsumerisme bukanlah jati diri budaya bangsa Indonesia. Kita harus bijak dalam mengelola sumber daya yang ada. Kerugian mungkin belum kita rasakan saat ini. Akan tetapi, kita wajib memikirkan nasib generasi bangsa selanjutnya.
Ciri-khas orang Indonesia adalah hidup berhemat energi, hemat uang, dan membeli barang sesuai dengan kebutuhannya. Perilaku konsumtif akan mengantarkan kita menjadi manusia yang hedon. Kebudayaan Indonesia akan hancur jika generasi bangsanya tidak kreatif dan produktif. Yang pada akhirnya kita menyembah konsumerisme.