Selain sebagai hiburan, sastra sering digunakan sebagai sarana edukasi dan pencerahan. Kadang juga sebagai alat perjuangan. Buku Si Tukang Onar karya Maxim Gorky ini tampaknya, oleh penulisnya, ditujukan untuk semua itu.
Setiap cerita dalam buku ini sarat dengan pesan moral. Kadang ia muncul secara tersirat, namun dalam banyak kesempatan, ia juga mengemuka secara terang. Terlihat jelas, lewat cerita yang tulis, penulis ingin mempersuasi pembaca untuk menyetujui dan mengikuti gagasan-gagasannya.
Penulis mengawali tulisan dengan sebuah cerita berjudul Pemogokan. Sesuai dengan judulnya, tulisan ini bercerita tentang kerumunan para pemogok berwajah murung di sebuah stasiun, yang berhadapan dengan patugas ketertiban.
Kata-kata umpatan serta hinaan melayang bertebaran. Namun, tidak berapa lama, suasana itu tiba-tiba reda. Ia berubah menjadi pesta pora. Para pemogok menang dalam perjuangannya.
Cerita selanjutnya, Anak-anak Parma, masih menggunakan setting yang sama. Stasiun kereta.
Namun, kejadian yang diceritakan berbeda. Orang-orang itu berkerumun karena sedang menunggu kehadiran anak-anak dari Parma. Mereka yang diungsikan orang tuanya agar terhindar dari kelaparan akibat aksi pemogokan orang tuanya. Dan dengan spirit persaudaraan antarmanusia, mereka menyambut anak-anak itu penuh sukacita.
Cerita lain yang menarik adalah cerita berjudul Terowongan. Ia berkisah tentang pengalaman seorang pekerja pembuat terowongan Simplon.
Dalam kerja itu, Si tokoh cerita merasa betapa kecil dan lemahnya manusia di hadapan gunung yang sedang ia lubangi. Namun, di sisi lain, ia merasa betapa manusia menjadi tak terkalahkan ketika ia ingin bekerja dan percaya pada keberhasilan. Dan pengalamannya menyelesaikan pekerjaan besar itu menjadi kebahagiaan yang sangat besar baginya. Karenanya, ia merasakan hidupnya tidak sia-sia.
Sementara itu, cerita berjudul Perkawinan mengisahkan seorang kakek miskin di sebuah kereta, yang sedang dalam perjalanan menghadiri acara perkawinan cucunya. Ketika bertemu penumpang lain, berceritalah ia perihal kesengsaraan hidup yang pernah menderanya. Tentang matanya yang copot terkena pecahan cangkul, yang lalu memaksanya untuk bekerja apa saja, dengan satu mata dan dua tangannya.
Lalu, suatu hari, ia jatuh cinta dan ingin menikah dengan seorang perempuan, yang juga miskin seperti dirinya. Pada awalnya, orang-orang menertawai dan mengejek keputusannya. Namun, kebahagian itu seperti judi. Ia sulit diprediksi.
Pada hari pernikahan mereka, ternyata banyak orang membantu dan menghadiri acaranya. Aroma kegembiraan pecah dan meruap dari rumahnya yang sangat sederhana.
Cerita Ibu Seorang Penghianat menuntun pembaca untuk menyelami rasa seorang ibu yang anaknya menjadi penjahat. Cerpen ini bercerita tentang seorang pria, dan rela menghancurkan warga kota kelahirannya, bersama pasukan yang dipimpinnya. Lalu, warga kota itu menyalahkan, mengutuk, juga mengusir ibu dari lelaki itu.
Dalam pelariannya, perempuan itu bertemu si anak dan menginap baraknya. Pada malam sebelum anaknya menyerang kota yang ditinggalkanya, perempuan tua itu meminta untuk memangku dan membelai kepala anaknya. Lalu, ia menikam jantung si pria yang mabuk kemasyhuran itu dengan sebilah pisau, sebelum ia menikam jantungnya sendiri.
Dalam cerita Si Tukang Onar, penulis mengisahkan tentang Trama, seorang pemuda yang idealis dengan otak yang encer. Ia dicap sebagai pembuat onar oleh perusahaan. Juga sebagai biang kerugian.
Karenanya, ia dibujuk untuk menjadi anak manis. Meninggalkan kebiasaanya membuat keributan. Namun, ia memiliki alasan untuk tetap memilih menjadi Si Tukang Onar.
Cerpen berjudul Monster berkisah tentang seorang perempuan yang ditinggal pergi suaminya, dan melahirkan seorang anak serupa monster. Anak itu berkepala dan bermulut besar, dengan mata merah, dan tubuh yang lemah.
Namun, anak itu sangat rakus. Ia selalu lapar, dan makan apa saja disodorkan ke mulutnya. Ibunya membanting tulang, mengucurkan keringat dan darah untuk mencarikan makan sang anak. Pun demikian dengan tetangga-tetangganya. Sampai semua orang sadar bahwa si anak itu telah menjadi parasit dalam hidup mereka.
Pada cerita berjudul “Dendam”, diceritakan seorang perempuan muda yang ditinggal suaminya. Oleh mertuanya digosipkan telah berselingkuh dengan lelaki lain. Karena kemarahannya, suatu hari, perempuan itu mengkampak mertuanya di hutan, dan ia dipenjara.
Pada masa selanjutnya, ada seorang perempuan berselingkuh dengan mertua lelakinya. Lalu, suami perempuan itu pulang, dan membunuh mertua dan istrinya demi harga diri sebagaimana adat mengaturnya.
Selepas dari penjara, perempuan itu bertemu lelaki itu. Mereka saling jatuh cinta, sementara sang istri masih punya suami yang sedang merantau. Dan membuncahlah amarah ibu dari perempuan itu. Hingga, pada suatu hari, di sebuah acara ibadah di gereja, ibu perempuan itu mengkampak kepala lelaki itu dengan simbol V, vandetta atau dendam.
Secara keseluruhan, cerita-cerita dalam buku ini disajikan secara ringan, namun di setiap cerita sarat dengan pesan moral.
Lewat delapan belas cerita pendek dalam buku ini, secara sumir, penulis mengetengahkan ideologi yang ia yakini, sosialisme. Sebuah paham yang memuliakan persaudaraan manusia yang didasari pada kesetaraan, penghargaan, dan keadilan. Selain juga, penulis berusaha untuk memompa spirit optimisme para pembacanya.
Riwayat Buku
- Judul: Si Tukang Onar
- Penulis: Maxim Gorky
- Penerjemah: Eka Kurniawan
- Penerbit: Penerbit Baca
- Cetakan: I, Februari 2019
- Tebal: 147 halaman
- ISBN: 978-602-6486-27-1