Apakah yang paling diingat oleh kita pada dari Ibu kita? Masakannyakah? Cerewetnyakah? Atau kenangan kita dikejar-kejar dengan sebatang kayu karena terlalu asyik bermain dan lupa pulang? Semuanya itu tentu akan membuat kita tersenyum karena itu semua adalah bentuk cinta dan kasih dari ibu.

Ibu, mama atau bunda, memang selalu identik dengan cinta dan kasih. Meski hadir dalam berbagai bentuk dan dimanifestasikan dalam berbagai cara, kasih ibu tidak pernah berubah dan tidak pernah punah. Cinta dan kasih seorang ibu adalah model kasih dan cinta yang abadi dan tanpa batas.

Abadinya kasih seorang ibu cukup tergambar dalam sebuah film India berjudul Mimi (2021). Alkisah, dalam sebuah film India berjudul Mimi diceritakan tentang bagaimana seorang perempuan penari yang bernama Mimi yang bertransformasi menjadi seorang ibu.

Mimi, yang demi mewujudkan mimpinya bisa ke kota, harus melakukan aksi menyewakan rahimnya atau menjadi seorang surrogate mother untuk mengandung anak bibit bayi dari Pasutri yang istrinya tidak bisa mengandung. Melalui penyuntikan benih ke rahimnya, mimi pun mengandung.

Namun dalam perjalanan, anak yang dikandung diprediksikan cacat. Meski telah ditinggal oleh pasangan yang menitipkan bibit bayi pada janinnya, sang calon ibu itu tetap sabar mengandung dan melahirkan bayinya. Doa dan keyakinan membuat bayinya terlahir normal dan tumbuh sehat.

Namun setelah sang anak beranjak besar, berita ini diketahui oleh Pasutri penyewa rahim tadi. Mereka pun hendak mengambil kembali sang anak. Meskipun dengan berat hati, Mimi pun merelakan anaknya untuk diambil. Namun film berakhir dengan happy-ending karena anak itu tidak jadi diambil. Pasutri penyewa ternyata telah mengadopsi anak lain dan mereka tetap terhubung sebagai keluarga.

Cinta Tanpa Batas

Mungkin kisah tentang penyewa rahim film di atas terlalu ideal untuk bisa terjadi di kehidupan nyata. Namun, kisah ini cukup berpeluang besar menduplikasikan banyak kisah kehidupan para ibu di zaman ini. Kisah-kisah tentang bagaimana eksistensi dan peran ibu yang selalu mendapatkan tantangan dalam tuntutan ekonomi, perubahan sosial dan melesatnya kemajuan iptek.

Namun demikian, seorang ibu akan tetap masuk menjadi nominasi utama, ketika banyak orang ditanyai tentang siapa pahlawan dan sosok berjasa dalam hidupnya, maka ibulah jawabannya. Jawaban dan penobatan itu tentu tidak lepas kontribusi dan perjuangan panjang seorang ibu.

Ibulah yang mengandung, melahirkan, membesarkan, juga menyekolahkan. Ibu juga terlibat, entah langsung maupun tidak, secara praktis maupun dalam doa-doa bagi perjalanan hidup anak-anaknya. Dalam kasus seorang ibu yang adalah single parent, tentu tantangan dan perjuangannya lebih luar biasa.

Predikat sebagai pahlawan dan kontribusi seorang ibu sangat berkaitan dengan kodrat dan sifat  seorang perempuan. Dalam hal ini, kepahlawanan seorang ibu paling banyak berbasis pada naluri keibuannya.

Naluri keibuan ini mendorong seorang perempuan untuk tidak sekedar menjadi seorang manusia yang berjenis kelamin perempuan. Naluri ini sanggup mentransformasi seorang perempuan menjelma menjadi seorang ibu. Naluri ini seolah memberi kekuatan bagi seorang ibu untuk menjaga, melindungi dan memastikan anak-anaknya aman (Yarcheski et al, 2009 dalam Plevinksi, 2016).

Eksistensi dan durasi dari insting keibuan ini tentu berasal dari dorongan yang kuat. Sumber kekuatan ini paling mungkin timbul oleh cinta yang luar biasa. Sebuah cinta yang melampaui batas waktu dan ruang bahkan batas rasionalitas dan logika manusia. Hal ini yang membuat kasih ibu abadi dan sepanjang masa.

Tantangan Para Ibu 

Namun, naluri dan cinta seorang ibu tidak pernah berada dalam kondisi yang aman. Naluri dan cinta seorang ibu selalu berada dalam tantangan berbagai kondisi perubahan zaman. Perubahan ini bukan saja bisa mendefinisikan ulang posisi seorang ibu, seperti akibat perkembangan teknologi implantasi bibit bayi pada contoh tadi, tetapi juga ditantang oleh kebutuhan bahkan himpitan ekonomi atau tuntutan sosial masyarakat.

Resonansi situasi ini bisa muncul dalam tindakan kriminal, di mana orientasi uang bisa membuat orang hanya menyewakan rahim tanpa berpikir panjang ataupun melihat etika pun risiko keselamatan calon manusia yang ada di dalam rahimnya. Tidak jarang pula, terjadi banyak tindakan aborsi yang dilakukan akibat alasan tidak sanggup memelihara anak, atau tidak ingin menambah beban hidup.

Berdasarkan data WHO tahun 2022, paling kurang terjadi 73 juta kasus aborsi setiap tahun, dari 61% kehamilan yang tidak diinginkan maupun 29% kehamilan yang berakhir dengan aborsi (worldpopulationreview.com). Sementara itu, di Indonesia sendiri, tidak jarang pula terjadi aksi penjualan anak. Data tahun 2020, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan bahwa telah terjadi sebanyak 149 kasus (katadata.co.id)

Di pihak lain, dalam aspek sosial kemasyarakatan sampai pada masa ini, masih ada banyak perempuan yang memikul banyak beban. Di masyarakat dengan kebudayaan, sistem dan tradisi patriarki yang kuat seperti di daerah tertentu, seorang ibu yang adalah perempuan, selain mesti tabah berada pada posisi yang tidak terlalu banyak diakui haknya dalam tatanan masyarakat, mesti juga tetap memikul tanggung jawab ekonomi dan sosial. Mereka harus tetap bekerja di kebun dan di rumah, selain menopang berbagai tanggung jawab sosial dan wilayah domestik seperti mengurus rumah, keluarga pun menopang segala urusan adat (Hidayati, 2015).

Ibu Dalam Proses Yang Terus Menjadi 

Uraian di atas sungguh menunjukkan bagaimana peran dan posisi seorang ibu tidak pernah berada dalam titik aman. Ia selalu berada dalam titik nadir yang berpotensi menghancurkan pada satu sisi, namun pada sisi yang sama juga menguatkan peran itu sendiri.

Hal ini mesti menjadi pengingat bagi para ibu, bahwa posisi seorang ibu, selalu ada dalam proses menjadi. Entahkan dia menjadi kuat akibat berbagai tantangan yang mesti dihadapi dan dialami. Ataukah ia tergilas hancur karena terus dihempas oleh berbagai tantangan perbuahan zaman dan tuntutan ekonomi dan perbuahan sosial dengan berbagai konsekuensi yang tidak sedikit.

Selain itu, sebagai orang-orang yang memiliki ibu, kewajiban dari kita semua adalah mendukung aktualisasi diri para ibu, agar mereka tetap berada pada posisinya dan bisa menjalankan tugas mereka yang sesuai porsi namun tidak membebankan.

Dalam konteks ini, mesti selalu ada niat dan tindakan untuk mengulurkan tangan, memberikan bantuan dari anak-anak maupun suami. Ini adalah hal sederhana yang bisa dilakukan. Hal ini pun sekaligus menunjukkan balasan cinta dan kasih dari orang-orang terdekat para ibu.

Meskipun proses-proses tadi tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, namun dalam proses ini selalu tersisa keyakinan bahwa naluri dan cinta milik seorang ibu akan terus mendorong perjuangan para perempuan untuk menemukan kesejatiannya sebagai seorang ibu.

Menjadi ibu adalah sebuah proses yang tidak pernah berakhir sebab tidak ada perempuan yang bisa menjelma dalam proses sekali jadi untuk menjadi ibu yang sempurna. Pertolongan dari banyak pihak ditopang oleh naluri, kekuatan, ketabahan dan kesabaran akan tetap menjadikan ibu pencinta yang purnabakti.

Semoga para ibu di mana pun mereka berada, selalu kuat dan tetap berjuang bagi anak dan semua yang dicintainya, karena tanpa cinta dan kasih ibu, dunia anak-anak akan hampa dan gelap gulita. Akhirnya, bersama lagu Sio Mama, kami para anak selalu berdoa: sio tete manise, jaga beta pung mama ee..Salam sayang selalu untuk para ibu di mana pun mereka berada.