Dalam dua minggu terakhir, pemberitaan di media, baik mainstream maupun media sosial, riuh rendah oleh pemberitaan seputar proyek Kereta Cepat. Menciptakan bayangan atau fantasi seperti apa wujud kereta cepat tersebut mungkin masih sulit bagi sebagian orang. Maklm, kendaraan modern ini hanya terdapat di beberapa negara maju. Dan bukan pula termasuk dalam moda transportasi masal. Tapi toh, masyarakat kita menikmati dan larut dalam keriuhan pemberitaannya.

Membayangkan kereta cepat, membayangkan menumpang atau sekedar merasakan ada di dalamnya, tentu sangat menarik. Siapa yang tak ingin menumpang kendaraan modern yang mampu membawa kita ke kota lain dalam waktu yang singkat, sangat singkat bahkan. Terbayang, godaan untuk sekedar menikmati batagor Bandung selama jam makan siang, kelak bukan lagi hanya sekedar candaan.

Kota Bandung yang terkenal dengan wisata kuliner dan fashion pasti telah melihat potensi yang terbentang di depan mata. Para pebisnis, berapapun skala bisnis yang mereka jalankan, saya yakini telah bersiap dan mengambil ancang-ancang mengembangkan bisnis mereka, mempersiapkan pasar yang tiba-tiba menjadi terbuka lebih lebar lagi. Betapa menggairahkan!

Namun anehnya, masyarakat kita menyambut peresmian proyek kereta cepat oleh Presiden RI beberapa minggu yang lalu itu bukan dengan antusiasme dan kegairahan menyambut perkotaan bermoda transportasi modern. 

Masyarakat justru larut dalam riuh rendah soal hal-hal yang sangat teknis, seperti pendanaan proyek, periode pengembalian keuntungan, soal negara pemilik teknologi. Masyarakat asyik melihat perdebatan, perselisihan dan adu argumentasi para pengamat, politisi dan birokrat yang tersaji di media.

Situasi yang berkembang selanjutnya malah gosip politik yang tidak kalah sensasional. Dan lagi-lagi, masyarakat kita larut di dalamnya. Bak menikmati serial sinetron di beberapa stasiun tv swasta yang tayang nyaris 24 jam setiap hari, masyarakat juga menikmati perselisihan dan adu argumentasi dengan segala bumbu sensasi yang mengiringi. 

Di era keterbukaan informasi saat ini, masyarakat umum dengan mudah mengakses, masuk dan terlibat dalam ranah diskusi dan pembahasan teknis dan detail dari para pakar dan politisi. Terlepas dari relevansi dan pemahaman topik yang dikuasai, masyarakat kita mulai terbiasa ikut ambil bagian di dalamnya. Mereka menyimak, menganalisa dan mengambil kesimpulan atas berbagai isu yang disajikan media.

Entahlah, mungkin ada kepuasan tersendiri menjadi seorang ahli, atau terlihat ahli dalam banyak hal. Atau, sebenarnya yang terjadi adalah, sikap partisipatif masyarakat tersebut cermin keberhasilan sebagian pihak yang terus menerus menggunakan media, khususnya media sosial, untuk menciptakan framing atau kerangka berpikir tertentu di masyarakat.

Saya pilih berfantasi saja, membayangkan nikmatnya menikmasi kuliner khas Bandung dengan mudah, dan bisa kembali ke Jakarta tanpa perlu menghabiskan waktu yang banyak, menumpang kereta cepat. Daripada ikut menghitung nilai investasi finansial yang jumlahnya jauh di luar bayangan investasi pribadi yang mampu saya lakukan.