Indonesia kaya akan keragaman kuliner yang memiliki cita rasa tinggi, mulai dari yang bercita rasa pedas, asin, manis, pahit, dan sebagainya. Makanan tersebut menjadi bukti begitu beragamnya kebudayaan dan sumber daya alam yang berada di Indonesia.
Makanan tersebut juga beragam dalam proses pengolahannya. Ada yang digoreng, direbus, dibakar, dijemur, diasap dan difermentasi. Salah satu makanan yang cukup banyak beredar di kalangan masyarakat adalah makanan yang diproses dengan fermentasi. Contohnya: tapai ketan, tempe, oncom, dadiah, dsb.
Masyarakat Indonesia cukup sering mengonsumsi jenis makanan tersebut, dikarenakan makanan tersebut cukup murah, mudah diperoleh serta memiliki kandungan gizi yang tinggi.
Salah satu contohnya adalah tempe. Dalam 100 gram tempe terdapat kandungan gizi berupa protein, karbohidrat, lemak, serat, natrium, zat besi, magnesium, kalsium, fosfor, kalium. Berdasarkan Aceh Nutrition Journal, tempe diketahui dapat meningkatkan kadar hemoglobin (Hb) pada remaja yang memiliki anemia.
Namun, tidak semua makanan berbasis fermentasi ini “aman” untuk dikonsumsi. Ada beberapa kategori yang menjadikan suatu makanan atau produk tersebut halal atau aman untuk dikonsumsi dan disebut sebagai titik kritis dalam konsep makanan halal.
Halal artinya sesuatu yang diperbolehkan menurut ketentuan syariat Islam. Beberapa hal yang menjadikan makanan tersebut dikatakan halal adalah halal dalam memperolehnya, pengolahan, pendistribusiannya. Dalam mengidentifikasi apakah makanan tersebut halal atau tidak maka perlu diketahui titik kritisnya.
Dilansir dari LPPOM MUI, terdapat titik kritis dalam pengolahan makanan fermentasi. Diantaranya adalah penyimpanan strain mikroba, penyegaran bibit (inokulum), pembuatan medium, proses fermentasi, dan isolasi pemurnian produk.
A. Penyimpanan strain mikroba harus dipastikan kembali, apakah hasil isolasi sendiri atau dibeli dari bank kultur. Biasanya bakteri disimpan menggunakan bahan pelindung berupa glycerol, bubuk susu skim, tanah steril, dll.
Glycerol diperoleh dari hasil hidrolisis lemak hewani, laktosa dapat diperoleh dari hasil produk samping pengolahan keju yang melibatkan enzim hewani. Titik kritis terdapat pada hewan dan sumber enzim. Apakah diperoleh dari hewan yang haram dikonsumsi atau tidak.
B. Penyegaran bibit (inokulum) biasanya strain mikroba dipindahkan terlebih dahulu pada agar miring. Agar miring terbuat dari rumput laut dan ditambahkan dengan nutrisi berupa sumber karbon, nitrogen, dan mineral kelumit sebagai sumber makanan bakteri.
Beberapa bakteri menggunakan darah hewan sebagai sumber nutrisi pada agar miring. Sumber protein umumnya diperoleh dari pepton hasil hidrolisis parsial protein. Protein dapat diperoleh dari hewan dan tumbuhan dan sumber enzim yang digunakan biasanya diperoleh dari mikroba maupun hewan.
Apabila menggunakan protein dari hewan, maka perlu diperhatikan apakah hewan tersebut adalah hewan yang halal untuk dikonsumsi. Sedangkan untuk enzim yang biasa digunakan yaitu protease, biasanya diperoleh dari pankreas babi. Jadi, titik kritisnya berasal dari sumber enzim yang akan digunakan.
C. Pembuatan media, media cair dibuat dalam erlenmeyer untuk persiapan inokulum yang telah tumbuh pada agar miring. Media cair ini terdiri dari sumber nitrogen, sumber karbon, faktor pertumbuhan (growth factor), vitamin dan mineral.
Sumber karbon yang digunakan biasanya bersumber dari gula (glukosa, sukrosa, dll). Sumber nitrogen biasanya diperoleh dari amonia, amonium sulfat, urea, dsb. Kemudian ditambahkan vitamin B1, B6, B kompleks dan mineral seperti KH2PO4, K2HPO4, MGSO4, dll. Titik kritisnya terletak pada sumber vitamin yang digunakan.
D. Isolasi atau pemurnian produk, dalam pemurnian sel mikroba digunakan bahan surfaktan seperti Tween 80, Span 60, dll. Surfaktan dapat diperoleh dari lemak nabati maupun lemak hewani. Titik kritis dari surfaktan ini adalah sumber surfaktan itu sendiri, apakah diperoleh dari lemak hewani atau lemak nabati.
Selain itu, ketika proses isolasi, produk yang tidak diinginkan dipisahkan dari zat – zat lain. Biasanya dalam proses pemisahan digunakan etanol. Titik kritisnya terdapat pada etanol, apakah bersumber dari khamr atau berasal dari industri etanol.
Adapun titik kritis dari makanan hasil fermentasi dapat disajikan sebagai berikut:
A. Keju
Keju terbuat dari susu yang ditambahkan rennet (campuran enzim protease yang mampu memutus ikatan kappa kasein pada susu) yang membantu proses pembuatan keju dengan menggumpalkan casein susu. Titik kritis dalam pengolahan keju terdapat pada proses koagulasinya.
Proses koagulasi dapat terjadi melalui 2 metode yaitu metode enzimatis atau metode mikrobiologi. Metode enzimatis yaitu dengan menggunakan enzim rennet, dapat berasal dari hewan yang tidak halal. Meskipun berasal dari hewan halal, dikhawatirkan hewan tidak disembelih sesuai dengan syariat Islam.
Adapun metode kedua yaitu menggunakan mikrobiologi yang biasanya menggunakan bakteri asam laktat (BAL). Media dalam menumbuhkan BAL dapat mengandung khamir yang terkadang diperoleh dari hasil samping pengolahan bir. Titik kritis nya yaitu sumber dari medium dan enzim yang digunakan.
B. Tapai ketan
Tapai ketan dibuat dari beras ketan. Proses pembuatan tapai ketan yaitu dengan mencuci beras ketan sampai bersih, kemudian dimasak setengah matang, dan ditambahkan ragi Saccharomyces cerevisiae, selanjutnya dibungkus dengan daun pisang atau plastik.
Titik kritis dari tapai ketan yaitu ragi yang digunakan dan media pertumbuhan ragi. Hal ini dikarenakan ragi dapat berasal dari produk samping bir. Selain itu, media untuk menumbuhkan ragi juga menjadi titik kritis karena dapat berasal dari bahan yang tidak halal.
C. Kecap
Kecap merupakan penyedap yang sering ditambahkan dalam masakan. Adapun bahan yang digunakan untuk membuat kecap yaitu kacang kedelai, MSG, air, ragi (Saccharomyces cerevisiae), gula merah, bahan penguat rasa dan aroma.
Titik kritis pada kecap yaitu kedelai yang digunakan, karena dapat berasal dari jenis kedelai GMO (Genetic Modified Organism). Hal ini dikhawatirkan adanya material gen dari organisme yang tidak halal yang ikut terbawa selama proses penyisipan gen.
Selanjutnya titik kritis penggunaan gula merah, gula merah diperoleh dengan proses rafinasi (pemurnian) yang dalam proses ini menggunakan karbon aktif. Karbon aktif yang digunakan bisa berasal dari tumbuhan atau hewan. Maka yang perlu diperhatikan adalah dari mana sumber karbon aktif tersebut.
Adapun untuk MSG, statusnya syubhat. MSG dapat menjadi haram apabila dalam proses pembuatannya terlibat bahan bahan haram. Air pada dasarnya halal, namun jika air diperoleh dengan cara pemurnian, maka perlu diperhatikan sumber karbon aktif yang digunakan.
Ragi / mikroba yang digunakan pada dasarnya halal, namun dapat menjadi haram apabila media yang digunakan untuk menumbuhkan ragi tercampur bahan yang haram atau merupakan hasil produk sampingan bir.
Daftar Pustaka
Atma, Y., dan Seftiono, H. 2018. Identifikasi Titik Kritis Kehalalan Produk Pangan : Studi Produk Bioteknologi. Jurnal Teknologi UMJ. 10(1): 50-66.
Jaswir, I., Rahayu, E. A., Yuliana, N. D., dan Roswiem, A. P. 2020. Daftar Referensi Bahan - Bahan Yang Memiliki Titik Kritis Halal dan Subtitusi Bahan Non Halal. Jakarta : Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah.
Pinasti, L., Nugraheni, Z., dan Wiboworini, B. 2020. Potensi Tempe Sebagai Pangan Fugsional Dalam Meningkatkan Kadar Hemoglobin Remaja Penderita Anemia. Aceh Nutrition Journal. 5(1): 19-26.